Kejanggalan kedua tentang ditolaknya Ahli KPK an Bob Herdian Syahbudin.
Saat Ahli IT ditolak saya melihat ada kesalahan Tim Kuasa Hukum KPK karena ahli tersebut yang menerangkan hasil penyelidikan, resume perkara yang ia ikut menyidik.
Menurut hakim yang menerima keberatan dari pengacara SN, bahwa sebagai ahli yang mau ditampilkan adalah keilmuan, keterangan ahli, bukan fakta-fakta yang ahli sendiri terlibat.
3. Pertanyaan Tim KPK kepada ahli IT sehingga ditolak untuk didengar keterangannya yaitu, apakah ahli ikut menyelidiki kasus e-KTP sejak 2014?
Apakah ahli pernah membuat resume hasil penyelidikan IT yang dilakukan dan resume tesebut dijadikan barang bukti?
Apakah ahli terlibat aktif dalam penyelidikan dan penyidikan?
Atas pertanyaan tersebut hakim menyatakan kalau keterangan ahli seperti itu, tak perlu seseorang ahli karena yang disampaikan adalah fakta hukum.
Tentang ditolaknya eksepsi yaitu status penyelidik/penyidik yang bukan kepolisian dan kejaksaan karena menyangkut pokok perkara, hakim dalam putusannya menyatakan keberatan SN tersebut ditolak karena kuasa SN tidak menyebutkan nama-nama penyidik mana yang bukan dari kepolisian atau kejaksaan.
4. Tentang diabaikan intervensi, hakim menolak karena tidak terdaftar.
Saat sidang Praperadilan BG saya dan juga sejumlah pengacara seperti rekan Petrus Selestinus juga nelakukan intervensi yang mendukung KPK, tetapi saat sidang dan kami didengar ala kepentingannya untuk intervensi mendukung KPK, hakim Sarpfin menolak dengan alasan dari Hukum Acara Praperadilan tidak dikenal intervensi.
Selaku pemohon intervensi dipersilahkan keluar dan kami patuhi ketetapan hakim Sarphin.
5. Hakim tanya Ahli KPK -- Ferry Amsyari soal status adhoknya KPK, ini karena kesalahan Tim KPK tidak membangun opini yang meyakinkan hakim, seharusnya Ahli yang disodorkan KPK digoreng-goreng soal keahlian sehingga hakim tidak punya gaya sendiri untuk menggali keterangan ahli.
6. Soal laporan kinerja KPK yang disodorkan sebagai bukti pemohon yang menurut kuasa KPK diperoleh dari DPR, bukanlah masalah karena cara perolehannya bukan dari hasil kejahatan.
Suatu bukti demi transparansi harus dapat diuji semua pihak.