Melalui jaring kerja sama tersebut, kepolisian mampu memperkuat peran Bhabinkamtibmas yang sudah dikenal dan dipercaya masyarakat karena didukung oleh para ulama dan tokoh agama.
Di Jawa Timur sendiri, keberadaan Bhabinkamtibmas bersama Babinsa dan Kepala Desa sangat diterima dan mengakar dengan istilah yang lebih dikenal dengan Tiga Pilar. Soliditas tiga pilar inilah yang menjadi ujung tombak keberhasilan berbagai kebijakan pemerintah termasuk pencegahan paham radikal dan intoleran.
Kontra-radikalisasi merupakan upaya untuk meningkatkan imunitas dan daya tahan masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh bujukan perekrut baik secara konvensional maupun melalui media sosial.
Analogi daya tahan tubuh bagi individu yang sehat terhadap virus, bakteri, atau penyakit apapun di sekelilingnya, merupakan contoh tepat untuk menggambarkan kemampuan masyarakat yang memiliki pemahaman kagamaan, kesadaran berbangsa serta kewaspadaan diri yang tangguh dan kokoh dalam menangkal seragan virus ideologi radikal anarkis yang dapat menyerang kapan saja.
Kondisi ini yang diharapkan dimiliki oleh masyarakat sehingga mampu mempertahankan persatuan dan kesatuan beragama berbangsa, dan bernegara.
Disanggagement merupakan cara kedua dari radikalisasi. Langkah ini berupaya menanggalkan faham radikal anarkis, melepaskan diri dari jeratan ideologi negara agama dan tetap mengokohkan ideologi negara bangsa.
Upaya yang dilakukan Polres Situbondo untuk mengaplikasikan disanggagement yaitu antara lain melalui kegiatan focused group discussion dengan berbagai komunitas dengan tema implementasi beragama dalam kebangsaaan dan kebhinekaan, memberikan penguatan kepada para pelajar melalui upacara bendera setiap hari Senin sebagai Inspektur Upacara.
Termasuk juga building public opinion yang dilakukan oleh cyber troops dan netizen Polres Situbondo melalui media sosial dengan penyebarluasan himbauan, maupun mengklarifikasi isu negatif seperti hoax dan hate speech yang sangat besar dampaknya di era digitalisasi saat ini.
Situbondo patut bersyukur karena lintasan jejak sejarah Kota Santri ini sangat erat bahkan menjadi saksi utama lahirnya Pancasila sebagai azas tunggal.
Pada momen bersejarah Muktamar NU ke-24 tahun 1984 di Pondok Pesantren Syafiiah Salafiah Sukorejo, Pahlawan Nasional Situbondo KHR. As’ad Syamsul Arifin berhasil meyakinkan para ulama dan kyai dari berbagai latar belakang oraganisasi Islam untuk mau menerima Pancasila sebagai Azas Tunggal.
Salah satu point terpentingnya yang menyadarkan umat muslim saat itu adalah butir kesepakatan yang berbunyi bahwa “Pengamalan Pancasila merupakan bagian tidak terpisahkan dari kesempurnaan iman seorang muslim”.
Kunci ini pula yang seyogyanya dapat mempersatukan pandangan kaum muslimin Indonesia untuk bersatu melawan pandangan-pandangan sempit yang membenturkan Islam dan Negara, mempertentangkan ukhuwah islamiah dengan ukhuwah wathoniah yang sejatinya harmoni dan saling menguatkan.
Dengan bekal kecintaan dan kebanggaan masyarakat Situbondo terhadap pahlawannya, Polres Situbondo senantiasa mengajak segenap masyarakat secara umum lintas SARA untuk bersatu melawan paham-paham radikal anarkis.
Alhamdulillah, saat ini Situbondo merupakan daerah di Jawa Timur yang bersih dari bibit terorisme. Semoga dengan upaya yang maksimal dan seiring ridho Allah SWT, Situbondo akan mampu terus meningkatkan dan mengembangkan daya tahannya terhadap berbagai ancaman paham radikal bagi tewujudnya masyarakat yang maju, bijak dan toleran dalam keberagaman.