Ditulis oleh: Reza Indragiri Amriel, Alumnus Psikologi Forensik, The University of Melbourne
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hukuman bagi remaja yang mengancam akan membunuh Presiden? Gampang, kenakan saja UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
Yang lebih rumit adalah perlakuan psikologisnya.
Dalam kurun 10 tahun, 44 persen pelaku pengancaman ternyata benar-benar melakukan kejahatan disertai dengan kekerasan.
Korbannya bisa siapa saja, tidak selalu orang yang menjadi sasaran ancaman pembunuhannya.
Jika dikatakan, "Ah, iseng saja itu," jelas ini salah kaprah.
Baca: Diskon 99 di Puncak ‘Semarak Ramadan Ekstra’ Tokopedia
Fantasi kekerasan dan pola pengekspresian amarah adalah beberapa unsur yg ditakar dalam risk assessment, termasuk meramal yang bersangkutan akan menampilkan perilaku kekerasan.
Keberadaan fantasi-fantasi semacam itu mempertinggi risiko yang bersangkutan sewaktu-waktu melakukan kejahatan disertai kekerasan.
Juga, coba ingat siswa-siswa yang melakukan penembakan brutal di sekolah.
Mereka sudah memperlihatkan gelagat buruk yang sebelumnya mengeluarkan ancaman, termasuk memvideokannya.
Tapi karena ancaman dianggap remeh, tragedi pun terjadi.
Baca: Jorge Lorenzo Hebat tapi Belum Dapat Hasil yang Baik kata CEO Ducati
Nah, masihkah ada alasan untuk menyepelekan ancaman pembunuhan terhadap Jokowi?
Paspampres semoga bisa tetap menjaga keamanan Jokowi. Tapi bagaimana jika ancaman si remaja justru menjadi kenyataan dengan menghabisi warga biasa?