Oleh: M. Nigara
"OPOSISI INDONESIA, saatnya bersatu!" Itu yang diucapkan oleh Datuk Anwar Ibrahim, mantan wakil Perdana Menteri Malaysia yang menjadi bagian dari kesuksesan Doktor Mahatir Muhammad menjungkalkan Najib Rajak. Tanpa kebersamaan, maka oposisi Indonesia tidak akan bisa berbuat apa-apa dalam Pilpres 2019 nanti.
Pernyataan Anwar dikisahkan oleh Sekjen PBB, Ferry, Senin malam di senayan Jakarta.
"Jangan mengedepankan ego masing-masing. Fokus pada tujuan yakni merebut kekuasaan," katanya lagi.
Anwar lalu mengisahkan soal dirinya saat didzalimi. Sakit dan menyakitkan. Jika mengacu pada sikap normal manusia kebanyakan, maka dendam itu akan dibawa mati.
"Dituding melakukan sodomi, dipenjara dan dibenamkan!"
Tapi, ketika ada tawaran untuk berkongsi dengan maksud menjungkalkan kedzaliman, Anwar mengabaikan egonya.
"Saya terima tawaran itu dan serta merta saya tutup seluruh kisah masa lalu!" katanya lagi seperti ditirukan Ferry.
Sisihkan Ego
Terkait dengan kisah itu, para elit oposisi hendaknya mau menyatu dan bersatu. Semua elit oposisi jangan saling menepuk dada. Jangan merasa paling pantas untuk menjadi presiden. Apa lagi, jangan saling menyerang. Toh jika ada kekeliruan di antara mereka, pasti tidak seburuk yang dialami Anwar Ibrahim.
Tanpa ada keinginan untuk bersatu dan menyatu, maka akan sangat sulit menumbangkan Jokowi di pilpres nanti. Secara teori, Jokowi yang tidak mampu memenuhi 60 janji politiknya, ternyata masih tetap didukung.
Artinya, masih cukup banyak hati rakyat yang terkunci. Rakyat masih tidak perduli bahwa hidup saat ini sesungguhnya makin sulit.
Rakyat seperti tutup mata meski Jokowi yang saat itu berjanji akan mempertahankan subsidi tapi justru menghentikannya.
Rakyat cuek saja meski janji Jokowi untuk menyediakan 10 juta lapangan kerja tapi ternyata 'justru diberikan' pada tenaga kerja dari Cina daratan.