News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Biarkan Siswa Belajar Sesuai dengan Kemampuan Serta Minat Masing-masing

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pendidikan

Ditulis oleh: Bagus Ardiyansyah, Pegiat Sanglah Institute

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Dewasa ini, lembaga pendidikan makin berkembang, termasuk perkembangan jumlah sekolah.

Menurut Illich, bertambah banyaknya jumlah sekolah seperti sama buruknya dengan bertambah banyaknya senjata, walaupun tidak begitu kelihatan.

Biaya sekolah meningkat jauh lebih cepat daripada jumlah murid baru dan jauh lebih cepat dari pendapatan bruto.

Pengeluaran sekolah tetap tidak mencukupi dan tidak seperti yang diharapkan oleh orang tua, guru, dan murid. Situasi ini melemahkan motivasi dan membuat orang tidak bergairah untuk membiayai perencanaan berskala luas untuk pendidikan diluar sekolah. Padahal kebanyakan orang memperoleh sebagian besar pengetahuan mereka diluar sekolah.

Baca: Andres Iniesta Putuskan Pensiun dari Timnas Spanyol

Kegiatan belajar adalah hasil dari kegiatan mengajar menurut kurikulum. Kurikulum selalu digunakan untuk menentukan rangking sosial. Sekolah menyebabkan banyak orang bunuh diri secara spiritual.

Sekolah dan pendidikan telah dimonopoli oleh negara. Membuat semua orang percaya bahwa pengetahuan hanya bisa di dapat dari sekolah. Tetapi sekolah seringkali dimonopoli oleh mereka yang punya uang sehingga kesempatan bagi orang miskin jadi terbatas.

Tujuan pendidikan menurut Illich adalah terjaminnya kebebasan seseorang untuk memberikan ilmu dan mendapat ilmu. Sehingga para pelajar tidak boleh dipaksa untuk tunduk pada kurikulum wajib atau tunduk pada diskriminasi yang didasarkan pada apakah mereka mempunyai ijazah atau sertifikat.

Melalui kacamata Illich, kurikulum baginya selalu digunakan untuk menentukan rangking sosial. Melalui mode latihan kepekaan, guru diberi kuasa untuk mengajar diluar sekolah, membawa anak-anak didiknya ke sebuah kawasan kumuh, atau rawan kejahatan dengan harapan anak-anak didiknya belajar tentang kenyataan, dengan demikian pendidikan tidak antirealitas.

Menurut Illich, proses pembelajaran diluar sekolah jauh lebih baik ketimbang disekolah. Artinya, pengetahuan bisa didapatkan dimana saja dan kapan saja (dijalan, rumah, dimasyarakat, organisasi, di partai politik) dan lainnya. Tidak benar apabila lembaga sekolah dipercayai sebagai satu-satunya tempat untuk memperoleh pengetahuan.

Guru dan masyarakat miskin di pedesaan dan dimanapun berada dapat berkomunikasi dengan baik dengan cara menggunakan bahasa, contoh, dan praktik yang sesuai dengan masalah yang dialami masyarakat pedesaan.

Disini, ditekankan sikap yang fleksibel, akomodatif, dan adaptif dalam melakukan proses belajar-mengajar, dengan cara menyesuaikan dengan kebiasaan, budaya atau tradisi yang berkembang dimasyarakat.

Sekolah dengan segala macam komponen serta perangkatnya (materi, guru, metode pengajaran, biaya) dan sebagainya harus bertolah dari kebutuhan masyarakat.

Memang ada benarnya apa yang di utarakan Illich, bahwa sekolah itu sangat membelenggu atau mengurung kebebasan dan kreativitas seorang murid. Sangat relevan dengan kondisi pendidikan di Indonesia.

Sekarang, karena memang mindset sebagian masyarakat memaknai belajar hanya dengan sekolah formal saja-aktivitas diluar sekolah sering dikatakan sebagai bukan proses belajar.

Fungsi sekolah adalah sarana mencapai kemandirian bangsa, tapi malah berfungsi untuk meningkatkan status sosial-sesuai dengan kondisi pendidikan di Indonesia. Kurikulum tak lepas dari kepentingan banyak kaum-kaum elite-diarahkan pada kepentingan tertentu yang terkadang kurang berpihak pada rakyat.

Praktik pendidikan yang kacau dan rusak, karena mental para elite pendidikan sendiri. Kelemahannya pada aplikasinya, karena sebagian besar kebijakan yang terkait dengan pendidikan itu sudah bagus.

Disini kita jangan menganggap sekolah sebagai institusi yang superior, pendidikan dikombinasikan dengan pendidikan informal atau nonformal tidak hanya lembaga pendidikan formal (sekolah) yang bisa saling melengkapi dalam membangun pendidikan di Indonesia. Belajar dengan enjoy atau santai, tanpa tekanan akan melahirkan daya kreativitas yang tinggi dan luar biasa.

Relevansi Teori Illich dengan Pendidikan di Indonesia

Pendidikan menjadi gerbang terdepan dalam membentuk kesadaran bangsa dan masyarakatnya. Dalam pendidikan terjadi proses pembelajaran yang mengantarkan siswa menemukan jati diri. Siswa harus diberi ruang dan waktu yang seluas-luasnya agar bisa leluasa berimajinasi, berekspresi, bereksplorasi, dan mengenali potensinya.

Siswa benar-benar sebagai subjek yang berkepentingan untuk belajar dan terus belajar. Pola pikir siswa satu dengan siswa yang lainnya tentu tidak sama. Mereka akan memiliki kesenangan, ketertarikan, dan lain sebagainya yang berbeda walaupun ada beberapa hal yang sama diantara mereka.

Proses pendidikan di Indonesia menerapkan penyeragaman pendidikan disemua daerah-hingga yang terpencil sekalipun. Penyeragaman pendidikan untuk semua daerah itu adalah suatu kemustahilan yang diciptakan kaum elite pendidikan. Pada Indonesia sendiri, proses penyeragaman pendidikan ini tentu memiliki kontroversial bahkan penyeragaman ini berarti pelembagaan yang berarti pemaksaan dan setiap pemaksaan merupakan potensi yang memicu munculnya konflik.

Baca: Hati-hati Terhadap Hoax Seminar Nasional Pengadaan CPNS

Setiap siswa dimasing-masing daerah memiliki potensi, intelektual yang berbeda dengan daerah lainnya. Apalagi siswa yang terdapat di daerah pedalaman yang mungkin saja fasilitas atau sarana pendukung belajar mereka tidak mendukung dalam proses pendidikan penyeragaman yang dilakukan pemerintah. Tentu ini memunculkan konflik batin yang memicu pada stress diri siswa pribadi.

Standarisasi malah bisa menjebak kita menjadi bangsa yang tertinggal ketika dunia telah mengglobal.

Hal ini relevan dengan pendapat Illich dalam salah satu karya bukunya “Deschooling Society” dalam buku tersebut ia mengatakan bahwa menyeragamkan pendidikan sangat tidak mungkin.

Sebaiknya metode pendidikan penyeragaman ini lebih dikaji ulang oleh kaum-kaum elite pendidikan yang terlibat di dalamnya.

Karena tantangan pendidikan bukan pada penyeragaman, tetapi bagaimana anak-anak bisa menggunakan potensi uniknya dalam sebuah kerja sama dalam mencapai tujuan yang lebih besar diluar dirinya.

Ijazah bukan tujuan belajar, berprestasi sepenuhnya tidak dilihat pada sederatan angka-angka yang tertera pada ijazah.

Dibilang “berprestasi”, saat anak berhasil menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan persoalan dalam realitas kehidupannya yang diekspresikan dalam tindakan dan karya nyata. 

Pendidikan sebaiknya diarahkan pada tindakan rasio komunikatif (pemahaman) serta pemerintah tidak hanya memfokuskan pendidikan pada formal (sekolah) tetapi juga mensinergikan dengan lembaga pendidikan informal dan nonformal.

Biarkan orang (baca:siswa) belajar sendiri sesuai dengan kemampuan serta minat masing-masing. Mau belajar musik, seni lukis, kuliner, dan lain sebagainya tetapi didampingi oleh pendamping yang bertugas mendampingi bukan menggurui. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini