Oleh Bambang Soesatyo
Ketua DPR RI/Dewan Pakar KAHMI/Ketua Badan Bela Negara FKPPI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Tahun politik di 2019, harus mencerminkan pesta demokrasi. Seluruh lapisan masyarakat didorong untuk bergembira melaksanakan kedaulatannya memilih wakil rakyat, serta memilih Presiden periode lima tahun berikutnya.
Agar pesta dan kegembiraan itu terwujud, semua elemen masyarakat ditantang untuk mewujudkan kondusifitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pemilihan umum (Pemilu) atau pemungutan suara langsung untuk memilih presiden dan anggota DPR/DPRD adalah refleksi kedaulatan rakyat. Karenanya dideskripsikan juga segagai pesta demokrasi.
Maka, implementasi kedaulatan rakyat itu harus diwujudkan dalam suasana penuh kegembiraan dan memberi kebebasan seluas-luas bagi setiap pemilih untuk menentukan pilihannya. Tentu saja suasana pesta demokrasi yang menggembirakan itu bisa terlaksana jika semua elemen masyarakat mampu mewujudkan suasana kondusif.
Memang, Pemilu dengan agenda pemilihan Presiden (Pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (Pileg) selalu menghadirkan konsekuensi berupa perbedaan pilihan. Akar budaya masyarakat Indonesia sudah mengajarkan bahwa beda pilihan bukan masalah yang harus diperdebatkan atau dipertentangkan.
Beda pilihan telah diterima sebagai sebuah keniscayaan, karena setiap orang akan selalu punya cara pandang dan penilaian yang tidak sama dengan orang lain, termasuk dengan teman atau dengan ayah-ibu serta anggota keluarga lainnya.
Pesannya adalah beda pilihan tidak boleh merusak kondusifitas yang sejatinya selalu menjadi kebutuhan semua orang.
Beberapa agenda utama dalam persiapan menuju Pilpres-Pileg 2019 sudah terlaksana. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menutup masa pendaftaran bakal calon presiden dan Wakil Presiden untuk Pilpres 2019 pada 10 Agustus 2018 lalu.
Penutupan masa pendaftaran dilakukan setelah dua kandidat pasangan Capres-Cawapres mendaftar dan menyerahkan dokumen pencalonan.
Masing-masing adalah pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sebagai petahana, Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin didukung sebuah koalisi yang beranggotakan PDIP, Golkar, NasDem, PKB, PPP, Hanura, PKPI, PSI, dan Perindo.
Dan, sebagai penantang, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno didukung koalisi beranggotakan PKS, PAN, Demokrat dan Gerindra.
Sebelumnya, pada tengah malam 17 Juli 2018, KPU pun telah menutup pendaftaran bakal calon anggota legislatif yang akan maju pada Pileg 2019. Seperti diketahui, pendaftaran calon anggota legislatif DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota untuk Pileg 2019 yang dibuka selama 14 hari itu telah dimulai sejak 4 Juli 2018.
Sedikitnya, 14 partai politik mendaftarkan bakal caleg di KPU. Meliputi Partai Garuda, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Perindo, PDI Perjuangan, Partai Hanura, Pertai Berkarya, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, PKP Indonesia, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerindra, dan Partai Bulan Bintang.
Setelah dua agenda utama itu terlaksana, kedua kandidat pasangan Capres-Cawapres dan semua Parpol serta calon anggota legislatif-nya tentu harus melakukan konsolidasi. Melakukan pemetaan basis suara, membaca kekuatan lawan, membentuk tim pemenangan, menyusun program-program yang akan ditawarkan kepada warga di daerah pemilihan (Dapil) hingga menghitung logistik yang dibutuhkan.