Oleh: Lukman Azis Kurniawan
GM Komunikasi Aksi Cepat Tanggap
TRIBUNNEWS.COM - Saya diminta menjawab pertanyaan jurnalis. Beberapa kali.
Tapi saya enggan menjawabnya.
Tapi jurnalis yang satu ini cukup gigih, sampai akhirnya saya jawab juga. Tentang gempa Lombok.
Jurnalis mendesak, gempa Lombok yang meluluh-lantakkan banyak rumah, juga bangunan vital penyangga kelayakan sebagai wilayah berpemerintahan, tak membuat pemerintah memberi status "Bencana Nasional".
Apakah ACT setuju, skala dampak gempa Lombok layak disebut "Bencana Nasional"?
ACT berpikir dalam-dalam sebelum memutuskan untuk berpendapat atau tidak berpendapat. Kalau pun berpendapat, bukan "telanjur bicara".
Sudah disadari impaknya. Kami timbang betul, mengiyakan gempa Lombok layak berstatus "Bencana Nasional" karena beberapa hal.
Baca: Polemik Desakan Status Bencana Nasional Gempa Lombok
Pertama, dari sisi pemerintah, pusat maupun provinsi hingga unit pemerintahan terkecil. Perulangan gempa ini baik untuk disikapi secara spiritual.
Alam yang bereaksi keras, di luar kendali manusia. Bijak meresponnya dengan mengakui kemahakuasaan Allah.
Tidak rugi menyiapkan diri bahwa setiap gempa susulan, laksana teguran. Kualifikasi gempa susulan, kian besar. Impak yang ditinggalkan pun melebihi sebelumnya. Getaran yang lebih kuat, menjejakkan kerusakan yang lebih besar bahkan memakan korban.
Kedua, dari sisi masyarakat Lombok. Kami merasakan ketegaran. Spiritualitas. Diterpa kerusakan parah atas pemukimannya, kehidupannya sontak berubah, masyarakat Lombok mampu mengelola batinnya.
Bahkan bersiap menerima gempa susulan kalau langit berkehendak - meski sekian kali diguncang dan ada yang terdampak; mungkin harta bendanya tertimbun reruntuhan, diri atau sanak- saudara cedera bahkan berpulang.
Ketegaran dan spiritualitas Lombok, magnit simpati dan empati. Indonesia dan dunia belajar tegar dari Lombok. Perulangan gempa yang intens, tak mengubah masyarakat buruk sangka kepada Allah.