News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pilpres 2019

#2019GantiPresiden Vs #Jkw2Periode, Rakyat Jadi Korban

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sumaryoto Padmodiningrat.

Oleh: Sumaryoto Padmodiningrat

TRIBUNNEWS.COM - Kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, yang akan diikuti dua pasangan calon presiden-wakil presiden, Joko Widodo-KH Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, baru akan dimulai pada 23 September 2018.

Namun, psy war (perang urat syaraf) sudah sejak jauh hari dimulai, antara yang pro-petahana Presiden Jokowi dua periode dan yang pro-ganti presiden.

Di dunia maya terjadi perang tanda pagar (tagar) antara #2019GantiPresiden versus #Jkw2Periode. “Perang” bahkan tidak hanya terjadi di dunia maya, tetapi juga di dunia nyata. Rakyat pun menjadi korban.

Di dunia maya, terutama media sosial (medsos), kini bertebaran heat speech (ujaran kebencian), hoax (berita bohong), dan postingan bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) yang dapat memecah-belah bangsa.

Materinya pun sama seperti menjelang Pilpres 2014 alias “lagu lama diputar kembali”. Kubu Jokowi diserang dengan isu komunisme, pro-asing dan Aseng, serta isu baru, yakni utang luar negeri yang menggunung.

Sedangkan kubu Prabowo diserang dengan isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tahun 1997-1998 semasa menantu Presiden Soeharto itu menjabat Komandan Jenderal Kopassus dan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad).

Juga isu khilafah karena Prabowo didukung Front Pembela Islam (FPI), dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah dibubarkan itu.

Bertebarannya heat speech, hoax dan isu SARA tentu saja merampas hak publik untuk mendapatkan ketenangan dan kenyamanan di dunia maya, sehingga rakyat menjadi korban.

“Perang” di dunia nyata juga terjadi antara yang pro-#Jkw2Periode dan #2019GantiPresiden, dengan melibatkan massa, seperti terjadi di Serang, Surabaya, Pekanbaru, Pontianak, dan Pangkalpinang.

Di Surabaya, Jawa Timur, Ahmad Dhani saat hendak deklarasi #2019GantiPresiden sempat diadang massa yang kontra, sehingga calon anggota legislatif (caleg) Partai Gerindra itu tidak bisa keluar dari hotel tempatnya menginap, sebelum akhirnya kembali ke Jakarta.

Bentrok fisik nyaris tak terhindarkan antara massa yang pro dan kontra ganti presiden. Hak publik Surabaya untuk mendapatkan ketenangan dan kenyamanan pun terenggut.

Di Pekanbaru, Riau, Neno Warisman juga diadang massa kontra #2019GantiPresiden, sehingga aparat keamanan terpaksa memulangkan penyanyi era 1980-an ini ke Jakarta. Bentrok fisik juga nyaris tak terelakkan antara massa yang pro dan anti-ganti presiden seandainya tidak dilerai aparat keamanan.

Jadwal penerbangan di Bandara Sultan Syarif Kasim II pun jadi terganggu, sehingga lagi-lagi hak rakyat untuk mendapatkan ketenangan dan kenyamanan terganggu.

Tidak hanya itu, kini di masing-masing kubu juga muncul “laskar emak-emak”. Artinya, pertarungan politik yang identik dengan dunia laki-laki, kecuali dalam kasus tertentu perempuan memang terlibat, sudah benar-benar melibatkan kaum perempuan yang identik dengan sifat keibuan.

Bila di lapangan terjadi benturan antar-emak-emak, siapa yang bertanggung jawab?

Neno Warisman dilaporkan emak-emak pro-petahana ke Bareskrim Polri. Sebaliknya, emak-emak kubu lain mau demo di Polri mendukung Neno.

Para purnawirawan jenderal TNI juga diseret-seret masuk ke area pertempuran politik. Kubu Prabowo sudah menyetujui mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Djoko Santoso sebagai Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Sandi, sementara kubu Jokowi masih mencari-cari siapa mantan jenderal yang cocok menjadi Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf.

Dua nama mantan Panglima TNI disebut-sebut, yakni Jenderal (Purn) Moeldoko dan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, meski belakangan muncul nama dari kalangan anak muda, yakni Najwa Shihab dan Erick Thohir.

Genderang perang yang sudah terlanjur ditabuh, kira-kira akan mengantarkan siapa sebagai pemenang, apakah Jokowi-Maruf atau Prabowo-Sandi?

Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga, posisi Jokowi-Maruf masih bertahan di atas, tapi rentang selisihnya dengan Prabowo-Sandi terus menyempit. Ini lampu kuning bagi Jokowi, karena sebagai petahana posisi dia diuntungkan.

Lebih dari itu, siapa pun yang akan keluar sebagai pemenang, yang penting rakyat jangan dikorbankan. Janganlah rakyat diadu domba atas nama demokrasi dan kebebasan berpendapat.

Perang tagar di dunia maya harus diakhiri, begitu pun pengerahan massa di lapangan, baik yang pro maupun kontra petahana.

Semua capres-cawapres tentu mengusung idealisme dan cita-cita menghadirkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Jangan sampai idealisme dan cita-cita itu tak terwujud, bahkan tragisnya rakyat menjadi korban psy war menjelang kampanye Pilpres 2019. Mari berkompetisi secara sehat!

Drs H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Anggota DPR RI/Chief Executive Officer (CEO) Konsultan dan Survei Indonesia (KSI), Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini