News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rumah Tadah Hujan, Pengetahuan Lokal Masyarakat Pulau Mandangin

Penulis: Anas Ahmadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mandangin adalah sebuah desa pulau yang masuk kawasan Madura, tepatnya di Kabupaten Sampang. Jika ingin berwisata tipis-tipis, Anda bisa menuju ke Pulau Mandangin melalui Pelabuhan Tanglog, Sampang dengan transporasi perahu.

Hanya butuh waktu setengah jam untuk sampai ke pulau tersebut.

Ada satu hal yang unik di sana. Pulau yang berpenduduk sekitar 20 ribu  jiwa (data monografi Pulau mandangin) ternyata sampai detik ini tidak mempunyai sumber air tawar.

Jadi, air se-Pulau Mandangin semuanya asin.

Karena itu, untuk persediaan minum, mereka harus membeli air isi ulang. Karena dirasa tidak praktis membeli air isi ulang, masyarakat Pulau Mandangin membuat tempat tadah hujan.

Dalam pandangan Geertz, inilah yang disebut dengan pengetahuan lokal (local knowledge) sebab tidak semua masyarakat memilikinya.  

Caranya,  rumah mereka,  pada bagian gentingnya diberi saluran air yang menuju ke bawah. Kemudian, di bawah terdapat kolam air/tandon yang berukuran 4 X 4 meter persegi dengan kedalaman 5—7 meter.

Ketika hujan tiba, air hujan dialirkan ke kolam air tersebut. Biasanya, pada hujan pertama dan kedua, air masih keruh karena habis kemarau. Karena itu, air hujan tidak langsung disalurkan ke kolam air/tandon, tetapi dubuang. Barulah ketika hujan ketiga, air mulai dimasukkan ke ke kolam air/tandon.  

Setelah penuh, saluran air dari atas genting ditutup. Ketika musim kemarau, air dalam kolam tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, baik untuk diminum ataupun untuk memasak. 

Menurut masyarakat setempat, air hujan  rasanya jauh lebih enak dan lebih segar jika dibandingkan dengan air isi ulang dalam kemasan. Bagi masyarakat yang tidak mempunyai sarana tadah hujan yang permanen, mereka biasanya  menggunakan bak atau tandon. 

Jika masih kurang persediaan, masyarakat yang tidak  memiliki tempat permanen untuk air tadah hujan, mereka membeli air dengan harga yang sangat murah  pada orang yang mempunyai tempat air tadah hujan yang permanen.

Namun, kebanyakan, orang-orang yang mempunyai tempat tadah hujan yang besar dan permanen,  mereka mengratiskan untuk masyarakat yang tidak mempunyai tempat tadah hujan yang permanen.

Itulah tadi pengetahuan lokal (local knowledge) masyarakat Pulau Mandangin, rumah tadah hujan. Apakah Surabaya ke depan akan mengikuti itu. Surabaya dengan rumah tadah hujan? Entahlah.

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini