News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Polemik Ratna Sarumpaet

Bukalah Kotak Pandoramu, Ratna?

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratna Sarumpaet Resmi Ditahan Jumat 5 Oktober 2018

Mungkinkah Ratna menjadi justice collaborator yang dapat meringankan hukumannya? Pasal 10 ayat (2) UU No 13 Tahun 2006 yang diperbarui dengan UU No 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengatur hubungan antara kesaksian justice collaborator dan hukuman yang diberikan. Pasal tersebut berbunyi, “Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat meringankan pidana yang akan dijatuhkan terhadapnya.”

Tapi, UU No 13/2006 juncto UU No 31/2014 tidak memberikan panduan untuk menentukan kapan seseorang dapat disebut sebagai pelaku yang bekerja sama; pihak yang menentukan bahwa seorang pelaku telah bekerja sama; ukuran kerja sama seseorang yang mengaku sebagai pelaku bekerja sama atau ukuran penghargaan yang akan diberikan.

Maka pada 2011, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran (SE) No 4/2011 tentang Justice Collaborator dan Whistleblower.

Dalam SEMA No 4/2011 tersebut justice collaborator disebutkan sebagai salah satu pelaku tindak pidana tertentu, bukan pelaku utama kejahatan, yang mengakui kejahatan yang dilakukannya, serta memberikan keterangannya sebagai saksi dalam proses peradilan.

Tindak pidana tertentu yang dimaksud SEMA adalah tindak pidana korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, dan tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir, sehingga tindak pidana tersebut telah menimbulkan masalah dan ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan masyarakat.

Dengan demikian, sulit bagi Ratna untuk menjadi justice collaborator, karena kebohongan yang dilakukannya bukan tindak pidana tertentu, kecuali ia dianggap telah menimbulkan masalah dan ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan masyarakat. Lalu, apa untungnya bila Ratna membuka kotak Pandora?

Ratna mau membuka atau tidak, handphone Ratna sudah terlanjur ada di tangan polisi, dan di sana terekam semua jejak digitalnya. Jadi, sia-sia saja bila Ratna bertahan tidak membuka kotak Pandora-nya.

Lalu, apa untungnya bila Ratna tidak membuka kotak Pandora, dengan maksud melindungi pihak-pihak tertentu yang diduga ikut terlibat kejahatannya? Tidak ada untungnya juga, toh ia sudah tercampakkan.

Meski secara normatif sulit menjadi justice collaborator, namun sikap kooperatif Ratna, dengan mau membuka kotak Pandora, bisa dipertimbangkan polisi untuk meringankan tuntutannya, mungkin tidak sampai 10 tahun.

Di pihak lain, langkah Ratna membuka kotak Pandora juga bisa menjawab isu-isu liar soal teori konspirasi dan “Firehose of the Falsehood”, sebuah teknik propaganda yang lebih dikenal sebagai propaganda ala Rusia.

Budiman Sudjatmiko, pendukung petahana Presiden Joko Widodo, menyatakan, skandal kebohongan Ratna Sarumpaet bisa menjadi strategi atau teknik propaganda politik tim kampanye Prabowo-Sandi. Teknik kampanye tersebut bernama “Firehose of The Falsehoods”.

Teknik ini menggunakan kebohongan untuk membangun ketakutan publik, sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan posisi politik.

Dalam teknik propaganda ini, konten-konten kampanye tidak lagi harus objektif. Syarat kampanye dengan cara ini adalah meyebarkan sebuah kabar secara masif, cepat, dan terus berulang.

Tujuan utamanya adalah membangun ketidakpercayaan terhadap informasi, dan kemudian menciptakan keriuhan sehingga timbul pemikiran bahwa tidak ada kebenaran di republik ini.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini