Oleh : Amit Mehta
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menurut proyeksi Standard Chartered, Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2030 dengan nilai PDB sebesar US$10,1 triliun.
Fenomena pertumbuhan ekonomi ini juga akan diikuti dengan peningkatan arus urbanisasi. Di Indonesia, PBB memperkirakan persentase jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan akan meningkat dari sekitar 45% pada tahun 2005 menjadi 60,3% pada 2025.
Untuk memenuhi pertumbuhan populasi perkotaan yang terus berkembang, perlu dibangun sarana pendukung agar kota-kota menjadi lebih aman, cerdas, dan memiliki pertumbuhan yang berkesinambungan.
Smart city (kota pintar) biasanya terdiri dari berbagai objek dan mesin yang terhubung dalam sebuah jaringan kompleks yang saling mengirimkan data menggunakan teknologi nirkabel dan cloud.
Konektivitas 'Internet of Things' yang trusted merupakan salah satu dari sekian banyak persyaratan untuk mengembangkan suatu kota pintar dan dapat mendukung layanan lain seperti analisa big data,implementasi kecerdasan buatan (AI), pembelajaran mesin (ML), dan teknologi blockchain.
Tergantung pada bagaimana negara-negara akan mengimplementasikan berbagai aplikasi dan solusi untuk kota-kota pintar, komputasi awan dan IoT merupakan salah satu pengembangan infrastruktur digital yang penting dalam rangka mewujudkan Industry 4.0 di Indonesia.
Baca: Rencana Pemindahan Ibu Kota, Yenny Wahid Usulkan Penerapan Konsep Smart City
Pemerintah Indonesia telah memulai tahap awal pengembangan smart city di 24 kota/kabupaten di seluruh negeri.
Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas daerah terpencil dan daya saing ekonomi, dengan memungkinkan terjadinya aktivitas pertukaran data seperti teknologi pencahayaan pintar, sistem parkir pintar, manajemen sampah, sistem drainase pintar, dan sistem kelistrikan pintar.
Namun, perlu diingat bahwa perencanaan kota pintar juga harus ‘secure-by-design’, yang mana membutuhkan perlindungan yang kuat di setiap lapisan untuk memastikan keamanan data dan penduduknya.
Seiring dengan jaringan, perangkat, dan masyarakat yang semakin terhubung satu sama lain, ancaman dan risiko juga ikut meningkat.
Semakin kita menjadi terhubung, semakin rentan pula kita terhadap kebocoran dan peretasan data yang dapat mengancam individu,perusahaan, kota, dan bahkan seluruh negara yang semakin bergantung pada kerangka-kerangka kerja teknologi ini.
Apalagi, pertukaran data menjadi sangat luas dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari berbagai jenis pekerjaan, seperti layanan kesehatan dan transportasi.
Yang penting dari sebuah rancangan kota pintar adalah privasi, keamanan data, keselamatan para karyawan,dan penduduk.
Hal ini perlu dimulai dengan memastikan bahwa pemerintah dan perusahaan swasta memiliki sistem yang diperlukan, pelatihan, dan prosedur bisnis yang berkelanjutan agar dapat melindungi diri dari berbagai serangan di dunia maya dan juga siap menghadapi krisis. Jadi dari mana kita memulainya?
Data: inti sebuah ekosistem cerdas
Di era digital saat ini, data merupakan aset yang paling penting dalam sebuah smart city. Data dapat menyediakan wawasan bagi badan pemerintah dan perusahaan, serta dapat memengaruhi keputusan dan tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
Data ini juga dapat menjadi pemicu false alarm (alarm palsu) yang dapat menimbulkan kepanikan, misalnya sebuah serangan siber di rumah sakit yang dapat mengganggu kegiatan medis yang sudah terjadwal, atau mungkin serangan terhadap lampu lalu lintas di persimpangan jalan atau jadwal kereta api.
Baca: Investor Hongkong Berminat Bangun Smart City di Kutai Kartanegara
Ini bukanlah fenomena masa depan, melainkan sedang terjadi saat ini. Contohnya, serangan ransomwarebernama Wannacry yang sempat mengganggu layanan kesehatan National Health Service di Inggris pada tahun 2018 serta fenomena terpicunya peringatan palsu adanya serangan rudal balistik di Hawaii yang menimbulkan kerisauan.
Seiring kemajuan ekonomi digital di Indonesia, industri perbankan semakin cepat mengadopsi teknologi baru dan saluran digital untuk meningkatkan layanannya kepada pelanggan dan mendorong transaksi non tunai.
Beberapa lembaga keuangan bahkan menyebut dirinya sebagai 'perusahaan teknologi'. Namun, penerapan praktik keamanan siber tingkat tinggi belum sejalan dengan laju evolusi.
Banyak bentuk komunikasi di antaranya yang melibatkan pertukaran data rahasia, dan hal ini dapat berisiko bagi nasabah ataupun pihak bank apabila tidak dilakukan dengan keamanan yang tinggi.
Bank BRI merupakan salah satu contoh bank terbesar di Indonesia yang telah mengambil langkah proaktif untuk memitigasi risiko siber.
Untuk melindungi data keuangan nasabahnya dan memungkinkan para karyawannya untuk bekerja sama secara lebih efektif, BRI menggunakan perangkat lunak BlackBerry’s Unified End-Point Management.
Baca: BlackBerry Luncurkan Aplikasi Percakapan BBMe, Apa Keunggulannya?
Dengan BlackBerry UEM, BRI kini memiliki manajemen endpoint yang komprehensif dan solusi policy control (kontrol kebijakan) untuk perangkat dan aplikasi.
Perangkat lunak ini juga dapat memastikan bahwa BRI akan senantiasa mampu mematuhi regulasi mengenai perlindungan data dan keamanan yang baru.
Memperkuat keamanan saat terjadi keadaan darurat
Dalam sebuah rancangan smart city, informasi harus diamankan di setiap lapisan. Pendekatan holistik dengan memanfaatkan perangkat lunak yang aman, pemberian pelatihan, menerapkan berbagai kebijakan serta prosedur yang tepat akan mengurangi risiko terhadapkeamanan siber, privasi data, dan membantu mencegah bencana buatan manusia.
BlackBerry memahami peningkatan kebutuhan akan konektivitas trusted dalam kota-kota pintar yang semakin bertumbuh, dan kami telah memperkenalkan layanan Security Credential Management System (SCMS).
Layanan Ini menyediakan mekanisme untuk kendaraan dan infrastruktur, seperti lampu lalu lintas, untuk saling bertukar informasi secara aman dan privat dengan menggunakan sertifikat digital.
Di dunia yang semakin terhubung – serta semakin pesatnya perkembangan kota-kota pintar, badan pemerintah, layanan darurat, dan perusahaan menjadi semakin bergantung pada teknologi saat mengalami keadaan krisis.
Baca: Ekonom Faisal Basri Minta Pemerintah Segera Bereskan Tren Anjloknya Investasi
Teknologi harus mampu menyediakan akses secara realtime untuk mengoreksi data, memungkinkan komunikasi yang efektif antara satu sama lain, dan dengan pihak korban yang sedang diberikan bantuan.
Meskipun berbagai organisasi tersebut mungkin tidak mampu mengontrol kapan insiden keamanan akan terjadi, mereka tetap dapat mengurangi risiko dan mengontrol bagaimana cara mereka merespon insiden tersebut.
Misalnya, bagi polisi, petugas medis, petugas pemadam kebakaran dan first responders (tim reaksi cepat), akses yang tepat atas data dan orang-orang secara real-time merupakan hal yang dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam menghadapi suatu krisis.
Mereka membutuhkan komunikasi yang cepat dan perlu berbagi data dengan berbagai organisasi yang memiliki peran langsung atau berperan memberikan bantuan dalam menghadapi keadaan darurat.
Yang penting adalah mereka harus mampu membawa petugas tambahan ke tempat kejadian sesuai permintaan, seperti ahli bahan peledak, tim taktis, atau ahli kontaminan - atau petugas lainnya, bahkan jika para petugas tersebut sedang tidak bertugas.
Satuan polisi negara bagian di Amerika Serikat menggunakan BlackBerry untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menghadapi keadaan darurat yang melibatkan tim SWAT.
Baca: Android Resmi Kenalkan Android Q, Ini Fitur Serta Daftar Smartphone yang Kebagian Android Q
Satuan kepolisian tersebut mampu secara instan dan aman menginformasikan kepada para petugas kepolisian baik yang sedang bertugas maupun yang tidak melalui smartphone.
Hal ini memungkinkan petugas kepolisian untuk melakukan check-in tergantung pada keberadaan petugas, waktu menuju tempat kejadian, dan kesesuaian keahlian petugas dengan situasi darurat yang sedang terjadi.
Dengan solusi ini, satuan kepolisian tersebut dapat memanggil sejumlah polisi tambahan dan petugas spesialis tertentu dalam hitungan menit atau bahkan dalam hitungan detik, memungkinkan pihak-pihak yang terlibat untuk melihat semua konten yang relevan, dan berkomunikasi dengan pemangku kepentingan lainnya - bahkan saling terhubung dengan walkie-talkie yang dipergunakan saat ini, dan lain sebagainya.
BlackBerry AtHoc melindungi lebih dari 70% agensi Pemerintah Federal AS, termasuk Angkatan Udara AS dan Departemen Pertahanan dan termasuk juga digunakan oleh berbagai lembaga pendidikan seperti Macquarie University di Australia untuk menjaga keamanan staf dan siswa.
Hyperconnectivity akan merevolusi kehidupan kita
Mari kita lihat perusahaan-perusahaan yang hyperconnected (sangat terhubung). Didefinisikan oleh IDC sebagai keterhubungan antara orang, perusahaan dan benda, hyperconnectivity benar-benar akan merevolusi kehidupan dan cara manusia bekerja.
Baik di rumah sakit, bank, transportasi, ataupun badan pemerintah, Gartner memprediksi bahwa pada tahun 2020, akan ada 7.3 miliar perangkat yang terhubung di dalam berbagai perusahaan.
Jadi dalam Enterprise of Things (EoT), semua endpoint yang terhubung secara fisik dan digital dalam sebuah perusahaan tidak hanya menjadi kenyataan, tetapi juga berkembang dengan cepat.
Peluang dan langkah ke depan
Interkonektivitas merupakan dasar bagi kota-kota pintar dan mampu menciptakan peluang yang tak terbatas, namun juga perlu dipastikan bahwa setiap endpoint dan lapisan telah didesain dengan aman.
Pendekatan holistik untuk memastikan keamanan yang didukung oleh peralatan yang tepat dapat mendorong perkembangan teknologi dalam bidang-bidang utama seperti perawatan kesehatan pribadi yang dipersonalisasi, sektor perbankan dan keuangan, tanggap darurat, manajemen arus lalu lintas, manufaktur pintar, keamanan tanah air, dan manajemen pasokan energi.
Untuk memastikan Indonesia modern nantinya adalah Indonesia yang aman dan terlindungi, penting sekali untuk berinvestasi solusi perangkat lunak yang aman untuk mengurangi risiko pelanggaran dan ancaman.
Kota yang benar-benar "pintar" harus beroperasi untuk kepentingan semua orang, menyediakan efisiensi, peluang, keamanan, dan kemajuan.
*) Managing Director Blackberry, ASEAN & India