Catatan Egy Massadiah
TRIBUNNEWS.COM - Betapa Tuhan memiliki begitu banyak rahasia.
Pohon, hutan, dan segala hal-ihwal tentang lingkungan hidup, berkelindan dalam rutinitas aktivitas sehari-hari.
Tadi malam, menjelang tidur.
Sebuah kecamuk pikir berputar-putar, melingkari malam.
Semua berporos pada topik “hutan cinta” yang digagas Bupati Mandailing Natal, Sumatera Utara Drs. H. Dahlan Hasan Nasution.
Rasanya baru kemarin saya bersinggungan dengan Bupati ini. Tepatnya tanggal 31 Juli 2019, saat Dahlan Hasan Nasution beraudiensi dengan Kapala BNPB, Letjen TNI Doni Monardo, di Gedung BNPB, Jl Pramuka, Jakarta.
Baca: Siaga Bencana, BNPB Tawarkan Kursus Keluarga Siaga Bencana
Saat itu, Sang Bupati menjinjing buah tangan gula aren, minyak atsiri, dan kopi Mandailing. Semua kekayaan khas bumi Madina.
Itu terjadi, kurang lebih seminggu setelah ia menandatangani Peraturan Bupati Nomor 30 Tahun 2019, tentang “Hutan Cinta dan Hutan Kasih Sayang di Kabupaten Mandailing Natal”.
Perbup yang diteken 25 Juli 2019 itu, membuat saya menerawang ke kerja panjang pementasan teater Alumni Prodi Teater FSP-IKJ & Indonesia Teatee Foundation.
Saya sebagai penasehat produksi pementasan naskah teater karya William Shakespeare yang berjudul ‘A Midsummer Night's Dream’ di Gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 16-18 Februari 2019.
Kisah komedi romantis yang dibalut cerita di hutan yang dipenuhi para peri cinta. Kronik percintaan di hutan belantara yang sontak mengubah persepsi hutan sebagai wilayah angker, menjadi hutan berwajah cinta.
Saya menangkap, “hutan cinta” yang diprakarsai Bupati Mandailing Natal nanti, adalah hutan-hutan cinta. Lihat pasal 4 Perbup itu. Di sana tertulis, “Sebelum melaksanakan pernikahan, setiap calon pengantin (catin) wajib menanam 2 (dua) Pohon.”
Pohon yang ditanam adalah jenis pohon buah yang memiliki spesifikasi sebagai berikut berbatang keras, menghasilkan buah, memiliki nilai ekonomis, dan berfungsi sebagai peneduh.