Jadi, Selain memiliki kompetensi keilmuannya,lulusannya juga harus memiliki keterampilan non teknis, seperti problem solving, soft skills, systemthinking, business thinking, dan technological thinking yang menjadi kebutuhan utama saat ini.
Perguruan tinggi jugaharus memiliki strong leadership , sehingga mampu memahami perkembangan pendidikan tinggi di tingkat global dengan berbagai tantangannya, serta memahami karakter dan kebijakan pendidikan nasional. Termasuk variasi kualitas mahasiswa dari seluruh wilayah Indonesia.
Menjawab tantangan tersebut, perguruan tinggi harus mampu mengembangkan fakultas dan program studi kekinian seiring kebutuhan Revolusi Industry 4.0, melengkapi insfrastruktur pendidikan secara masif, meningkatkan kualitas atmosfer akademik, serta mengembangkan kurikukulum dan metode pengajaran baru yang inovatif dan personalized learning.
Perguruan tinggi harus terus merespon semua dinamika tersebut melalui berbagai upaya reformasi pendidikan tinggi. Salah satunya dapat diawali dengan upaya “rebooting the mindset of university managements and lecturers”.
Perguruan tinggi tidak sekedar menyediakan lulusan bagi dunia kerja tetapi juga berada di garis depan dalam memecahkan masalah bagi industri dan masyarakat di masa depan, sekaligus menjadi inisiator dan innovator bagi revolusi industri selanjutnya .
Oleh karena itu perguruan tinggi harus dapat mempersiapkan mahasiswa untuk pekerjaan yang mungkin belum ada, menggunakan teknologi yang belum ditemukan, dalam upaya menyelesaikan masalah yang kita bahkan belum tahu masalahnya.
Perguruan tinggi di Indonesia, pada kenyataannya masih dituntut sebagai institusi pendidikan yang harus menjaga kekhasan budaya ilmu pengetahuan Indonesia dan memiliki wawasan kebangsaan serta nasionalisme yang kokoh, sehingga perlu dipimpin oleh warga negara Indonesia.
Secara umum syarat menjadi pemimpin perguruan tinggi tentu memiliki pengetahuan manajerial pendidikan tinggi dan memiliki visi serta misi yang jelas bagaimana perguruan tinggi tersebut dapat menghasilkan lulusan terbaik untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, menghasilkan lulusan yang dapat menciptakan pekerjaan baru serta menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu seluruh perguruan tinggi besar di Indonesia di pimpin oleh Rektor yang dipilih oleh civitas akademika internal perguruan tinggi.
Hal ini karena memang dasar hukum atau statuta perguruan tinggi dalam syarat pemilihan Rektor mengacu kepada keyakinan bahwa disetiap perguruan tinggi terdapat dosen atau tenaga pendidik terbaik dengan kemampuan manajerial untuk menjadi nakhoda perguruan tinggi.
Pertimbangan teknis jika ada civitas akademika internal atau dalam negeri yang mampu mengapa harus memperkerjakan tenaga kerja asing yang perlu bayaran jauh lebih mahal dengan potensi ketidakpahaman atas berbagai permasalahah internal perguruan tinggi di Indonesia.
Oleh karena itu, jika kebijakan mendorong peluang masuknya tenaga asing sebagai pimpinan perguruan tinggi, maka selain syarat memiliki pengalaman dan tracks record yang baik, juga harus ditunjang kemampuan untuk memahami dan memecahkan berbagai permasalahan teknis yang berasal dari internal perguruan tinggi.
Siapapun yang memimpin perguruan tinggi harus dapat memahami budaya iptek dan budaya lokal Indonesia, mampu membangun infrastruktur akademik yang kondusif untuk proses pembelajaran, dan penelitian sehingga menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagimasyarakat.
Perangkingan perguruan tinggi yang menunjukkan posisi kualitas dan daya saing. Harusnya dianggap hanyalah resultante dari semua pengelolaan sumberdaya perguruan tinggi.
Dengan demikian, perangkingan mestinya bukan dijadikan tujuan utama, tetapi sebagai konsekuensi logis dari baiknya tata kelola perguruan tinggi atau sebagai outcome dari suasana atmosfer akademik yang kondusif dan kredibel.
Jadi, sudah perlukah Indonesia Rektor impor?
Mari kita merenung sejenak.
* Penulis: Guru Besar Institut Pertanian (IPB) Bogor.