Mengenang 15 tahun peristiwa tsunami itu, BNPB pun mengagas sebuah program prioritas yang dinamakan “Keluarga Tangguh Bencana” atau Katana.
Program itu diresmikan di tepi pantai Pasie Jantang, Kecamatan Lhong, Aceh Besar, sekaligus mengenang dan mendoakan para korban.
"Melalui program Katana, diharapkan setiap keluarga paham apa itu tsunami dan bagaimana menghadapinya,” ujar Doni Monardo, Minggu (8/12) pagi saat me-launching Katana.
Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) sebagai tuan rumah, dipuji Doni telah bekerja sangat baik.
Ratusan keluarga, yang terdiri atas ibu-ibu rumah tangga, pekerja sosial, pelajar, dan prajurit, sangat tekun mengikuti ruang kelas yang diisi oleh para pemateri dari BNPB dan instansi pendukung, seperti BMKG, Arsip Nasional, dan lain-lain. Peserta juga mendapat “Modul Katana”.
Selama tiga hari dua malam pula, Doni Monardo tidur di kemah bersama para peserta Katana.
Ia berbaur dengan masyarakat peserta kemah, memakan makanan yang dimasak di dapur umum dengan bahan dan olahan masyarakat setempat, dan menyempatkan diri menjelajah indahnya Aceh.
Keberadaan Doni yang dua malam tidur di tenda biru BNPB, adalah sebuah pesan penting bagi masyarakat di seluruh Indonesia, bahkan dunia, bahwa Aceh sangat aman.
Kehadiran Doni di tengah-tengah masyarakat juga menunjukkan satunya kata dan perbuatan sebagai seorang prajurit Sapta Marga.
Dalam banyak kesempatan, Doni acap menyitir filosofi terkenal dari Lao Tze (570 SM): “Temuilah rakyatmu. Hiduplah bersama mereka, mulai dari apa yang ada”.
“Dengan begini, kita bisa merasakan betul denyut nadi rakyat. Dalam konteks program Katana, kita menjadi tahu seberapa paham rakyat, khsusnya rakyat Aceh terhadap potensi bencana gempa dan tsunami,” ujar mantan Danjen Kopassus itu.
Malam pertama, Jumat (6/12) tinggal di kemah tepi pantai Pasie Jantang, serombongan sahabat lama pun datang, yang mungkin di masa lalu mereka ini tak sejalan dengan NKRI.
Mereka duduk di atas terpal di pinggir pantai sambil reuni. Melupakan konflik masa lalu, dan berbicara tentang masa kini dan masa depan.
“Sudah tidak pada tempatnya kita bicara masa lalu. Kalau yang lalu kita berperang dengan senjata, maka perang sekarang adalah perang ekonomi. Perang dagang. Perang memperebutkan peluang dan kesempatan untuk hidup lebih sejahtera,” kata Doni kepada “mantan musuh” yang sekarang begitu akrab laksana saudara-kandung.
Hampir semua komoditi unggulan ada di Aceh. “Waktu saya berdinas di sini, suatu hari pernah dijamu oleh salah satu bupati. Saya dihidangkan lobster sepanjang ini,” kata Doni sambil menjulurkan lengannya.