Oleh: Karyudi Sutajah Putra
TRIBUNNEWS.COM - Dinaikkan Jokowi, diturunkan MA. Dinaikkan Jokowi lagi, akankah diturunkan MA lagi?
Ya, nasib iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mungkin akan seperti Sisifus.
Adalah Albert Camus (1913-1960), sastrawan eksistensialis asal Perancis itu, yang pada 1942 menulis “Le Mythe de Sisyphe” (Mitos Sisifus).
Sisifus adalah tokoh dalam mitologi Yunani yang dikutuk para dewa untuk selama-lamanya mengulangi tugas yang sia-sia, yakni mendorong batu ke puncak gunung, namun ketika hendak mencapai puncak, batu itu menggelinding jatuh kembali.
Sisifus pun harus mengulangi pekerjaan mendorong batu itu ke puncak, lalu jatuh lagi, lalu dorong lagi, begitu seterusnya.
Mengapa Sisifus dikutuk? Karena ia mencuri rahasia para dewa.
Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang diteken pada Selasa (5/5/2020), menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan mulai berlaku per 1 Juli 2020.
Rinciannya, iuran peserta mandiri Kelas I naik menjadi Rp 150.000 dari sebelumnya Rp 80.000, Kelas II naik menjadi Rp 100.000 dari sebelumnya Rp 51.000, dan Kelas III naik menjadi Rp 42.000 dari sebelumnya Rp 25.500.
Namun pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 untuk Kelas III sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Meski demikian, pada 2021 subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7000, sehingga yang harus dibayarkan peserta Kelas III adalah Rp 35.000.
Pada Oktober 2019, Presiden Jokowi juga menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres No 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Namun, Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan tersebut pada akhir Februari 2020 melalui putusan bernomor 7/P/HUM/2020.
Gugatan judicial review atau uji materi atas Perpres No 75 Tahun 2019 diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).