Oleh:
Dr Ir Ali Herman Ibrahim
Mantan Direktur Pembangkitan & Energi Primer PT PLN Persero
POLEMIK subsidi energi, yaitu listrik, elpiji dan BBM belum reda setelah 20 tahun reformasi. APBN masih dituntut menggelontorkan subsidi dengan angka yang signifikan.
Hanya subsidi BBM yang secara perlahan dapat dikurangi.
Tahun 2018, subsidi listrik mencapai Rp. 56,5 triliun, dan pada 2019 mencapai Rp. 59,3 triliun. Tahun anggaran 2020, subsidi listrik dialokasikan Rp. 54,78 triliun.
Subsidi konsumsi elpiji untuk rakyat miskin tahun 2018 sebesar Rp. 58,1 triliun.
Tahun 2019 dialokasikan Rp. 58 triliun, dan alokasi subsidi elpiji pada APBN 2020 sebesar Rp. 50,6 triliun.
Sejauh ini, kita belum bisa memprediksi realisasi subsidi tahun 2020. Pandemi Covid-19 juga berdampak negatif, khususnya bagi kelistrikan PLN.
Penjualan listrik bulanan PLN tidak menggembirakan. Selama dua bulan Covid-19 mewabah, PLN kebagian tugas tambahan untuk menggratiskan listrik bagi pelanggan 450 VA.
Subsidi diberikan karena biaya penyediaan lebih tinggi dari daya beli masyarakat.
Karena itu sangatlah beralasan menggelontorkan subsidi untuk membantu rakyat yang tidak mampu mendapatkan barang pokok berupa listrik dan elpiji, melalui harga jual yang diatur.
Harga jual dipengaruhi biaya input atau biaya penyediaan.
Pada penyediaan listrik, ada komponen biaya penggantian investasi peralatan, operasional, dan biaya energi primer: batubara, gas, panas bumi dan energi terbarukan lainnya.