Oleh: Dr Anwar Budiman SH MH
TRIBUNNEWS.COM - Bukan mahasiswa namanya kalau tidak berpihak kepada rakyat, meski untuk itu ada mahasiswa yang bernasib malang.
Lihat saja peristiwa kedatangan ratusan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (30/6/2020), yang disambut aksi demonstrasi mahasiswa.
Aksi itu sempat diwarnai kericuhan, sehingga seorang mahasiswa dikabarkan sempat mengalami luka di kepala.
Kedatangan 106 TKA asal Tiongkok ini merupakan gelombang kedua setelah kedatangan 156 TKA asal negeri tirai bambu itu di Kendari pada gelombang pertama, Selasa (23/6/2020) lalu.
Gelombang berikutnya akan menyusul sehingga semua akan mencapai 500 orang. Semua akan dipekerjakan di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sultra.
Baca: Menumpang Pesawat Carter, Gelombang Pertama TKA China Tiba di Kendari
Mereka akan dipekerjakan di PT OSS sebanyak 300 TKA, dengan 20 keahlian, yang didampingi tenaga kerja lokal sebanyak 1.468 orang, sementara 200 TKA lainnya akan dipekerjakan di PT VDNI yang akan didampingi 3.413 tenaga kerja lokal.
Mereka rata-rata dipekerjakan untuk membangun smelter yang memerlukan keahlian tertentu yang tidak dimiliki tenaga kerja lokal.
Aksi demonstrasi mahasiswa menolak kedatangan ratusan TKA asal Tiongkok itu dapat dimaklumi.
Mengapa?
Pertama, kedatangan ratusan TKA itu adalah sebuah ironi. Sebab, angka pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi.
Tenaga kerja lokal yang ter-PHK (pemutusan hubungan kerja) akibat pandemi Covid-19 saja sudah mencapai lebih dari 3 juta orang, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan dan 6 juta orang berdasarkan data Kadin Indonesia.
Diperkirakan akan mencapai 8,5 juta orang ter-PHK jika pandemi Covid-19 ini terus berlanjut hingga akhir tahun.
Saat ini 56 persen angkatan kerja Indonesia berada di sektor informal. Dari komposisi tersebut, krisis Covid-19 yang berciri simultan ini berpotensi menambah jumlah pengangguran terbuka sebanyak 3,5 juta hingga 8,5 juta orang sepanjang tahun 2020.