News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Mengacak "Puzzle" Joker-Pinangki

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jaksa Pinangki tampak mengenakan baju tahanan berwarna merah jambu dan bermasker. Dia juga mengenakan kaca mata berwarna hitam dengan kedua tangannya diborgol.

Oleh: Karyudi Sutajah Putra

TRIBUNNEWS.COM - Ada yang tak terelakkan, memang, ketika susunan "puzzle" itu mengarah ke Jaksa Agung St Burhanuddin, dari skandal suap Djoko Soegiarto Tjandra alias Joker kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Yakni, ada pihak-pihak yang mencoba mengacak "puzzle" itu supaya tidak mengarah ke sana.

Kata "puzzle" berasal dari bahasa Inggris yang berarti "teka-teki" atau "bongkar-pasang". "Puzzle" adalah media permainan yang dimainkan dengan cara bongkar-pasang.

Seperti disebut dalam pemberitaan, yang tentu saja dibantah yang bersangkutan, pertemuan Joker dan Pinangki diduga diketahui Jaksa Agung St Burhanuddin.

Bahkan saat bertemu buron 11 tahun terpidana 2 tahun penjara kasus korupsi "cessie" Bank Bali Rp 904 miliar itu, Pinangki diduga sempat bertelepon video atau "video call" dengan Burhanuddin.

Baca: Kasus Djoko Tjandra: Jaksa Pinangki Kembali Jalani Pemeriksaan di Kejagung

Ada pula yang menyebut petinggi Kejaksaan Agung aktif bertelepon dengan Joker saat pria kelahiran Pontianak, Kalimantan Barat, ini buron.

Memang, di Kejagung Pinangki relatif "bukan siapa-siapa".

Ia "hanya" Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Pinangki "hanya" bidak catur.

Tanpa "restu" atasan, bagaimana bisa Pinangki bertemu Joker dan menjanjikan taipan itu bebas dari jerat hukum?

"Puzzle" pun diduga mulai diacak.

Pertama, dikatakan pengacara Joker bahwa kliennya itu tidak memberikan uang sogok kepada Pinangki.

Katanya, fulus itu diserahkan ke ipar Joker, dari ipar Joker lalu diserahkan ke ipar Andi Irfan Jaya bernama Heriadi.

Namun Joker tak tahu apakah duit itu diserahkan ke Pinangki atau tidak.

Belakangan, Andi Irfan Jaya, politisi Partai Nasdem yang juga teman dekat Pinangki, yang bersama Pinangki menjanjikan kepada Joker untuk beroleh fatwa Mahkamah Agung (MA) agar tidak dieksekusi untuk menjalani hukuman penjara, ditetapkan Kejagung sebagai tersangka pula, menyusul Pinangki dan Joker yang sudah terlebih dulu ditetapkan tersangka.

Kedua, adik ipar Joker yang disebut sebagai ketua tim pengurusan pembebasan Joker, baik lewat fatwa MA maupun Peninjauan Kembali (PK), disebut telah meninggal dunia di Malaysia.

Ketiga, Kejagung menolak menyerahkan kasus Joker-Pinangki ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Padahal, Wakil Ketua KPK Nawawi Pamolango sudah mengirim sinyal untuk mengambil alihnya.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md kemudian melakukan pembelaan terhadap Kejagung dengan menyatakan, KPK tak perlu mengambil alih kasus Joker-Pinangki.

KPK, katanya, cukup melakukan supervisi.

Tidak itu saja, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono juga melakukan pembelaan mati-matian terhadap St Burhanuddin.

Hendro bahkan memuji setinggi langit integritas dan prestasi Jaksa Agung itu. Apa urgensi dan relevansinya seorang mantan Kepala BIN membela Jaksa Agung?

Keempat, Kejagung mencoba melokalisir kasus Joker-Pinangki ini agar tak merembet ke atas.

Caranya, salah satunya dengan menerbitkan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Izin Jaksa Agung atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan terhadap Jaksa yang Diduga Melakukan Tindak Pidana. Setelah "konangan" dan banyak diprotes, akhirnya Pedoman Jaksa Agung ini dibatalkan.

Sejatinya, pengambilalihan perkara oleh KPK sudah digariskan dalam undang-undang, yakni Pasal 9 UU Nomor 30 Tahun 2002 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Dalam Pasal 9 UU tersebut dijelaskan mengenai pengambilalihan penyidikan perkara oleh KPK dari Kejaksaan atau pun Kepolisian, yakni karena indikasi korupsi atau adanya "conflict of interest" (konflik kepentingan).

Pasal 9 huruf d UU KPK menyebutkan, KPK berhak mengambil alih penyidikan apabila penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi.

Pasal 9 huruf e UU KPK menyebutkan, KPK berhak mengambil alih penyidikan apabila terjadi hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campurĀ tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif.

Pasal 9 huruf f UU KPK menyebutkan, KPK berhak mengambil alih penyidikan apabila terjadi hambatan dari keadaan lain yang menurut pertimbangan Kepolisian atau Kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakanĀ secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Konflik kepentingan saat Kejagung menangani perkara suap jaksa Pinangki Sirna Malasari jelas terjadi.

Tak mungkin jeruk makan jeruk. Lalu mengapa Kejagung "keukeuh" tak mau menyerahkannya ke KPK? Patut diduga ada "hidden agenda" (agenda terselebung).

Apa "hidden agenda" itu? Salah satunya ya mengacak "puzzle" itu tadi. Dengan diacaknya "puzzle" tersebut maka pihak lain yang lebih tinggi tak akan tersentuh.

Kasus hanya akan berkutat di seputar pihak-pihak yang memang tak terelakkan lagi sudah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Joker, Pinangki, pengacara Joker, Anita Kolopaking, mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, dan belakangan Andi Irfan Jaya.

Lama-lama "puzzel" akan menjadi kabur dan tak berbentuk. Pihak-pihak lain pun akan lepas.

Kalau memang ingin menemukan susunan "puzzle" yang benar dan lengkap, tak ada cara lain kecuali KPK harus mengambil alih kasus suap Joker-Pinangki ini dari tangan Kejagung dan Polri.

* Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, Tinggal di Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini