Setelah beberapa kali sempat diperpanjang, seiring kebijakan pemerintah pusat menerapkan kebijakan "new normal", Pemprov DKI Jakarta pun menerapkan kebijakan PSBB Transisi atau PSBB yang dilonggarkan.
Tempat-tempat hiburan malam, tempat-tempat rekreasi, dan mal-mal kembali dibuka. Jalanan mulai macet, sehingga kebijakan "ganjil-genap" pun kembali diberlakukan.
Ironisnya, Anies Baswedan juga mengizinkan aksi-aksi demonstrasi di wilayahmya, termasuk deklarasi sebuah perkumpulan. Akibatnya, angka positif Covid-19 kembali melonjak.
DKI Jakarta kembali masuk zona merah. Anies seolah terkena "kutukan" Sisifus akibat langkah ironinya itu.
Sebaliknya, di daerah-daerah lain angka positif Covid-19 cenderung menurun.
Anies berdalih, naiknya angka positif Covid-19 tersebut karena masifnya "rapid test" dan "swab test" di Ibu Kota. Namun "alibi" tersebut terpatahkan, karena daerah-daerah lain yang juga gencar melakukan "rapid test" dan "swab test", jumlah kasusnya cenderung menurun.
Bukan Anies namanya kalau tidak terninabobokkan oleh asumsinya sendiri. Ia pun tenang-tenang saja. Begitu angka positif Covid-19 melonjak tajam dalam seminggu terakhir ini, Anies kaget. Lalu menyatakan harus menarik "rem darurat" dengan pemberlakuan kembali PSBB secara ketat, Rabu (9/9/2020).
Simalakama
Dengan penerapan PSBB, roda perekonomian DKI Jakarta diprediksi akan "lumpuh". Angka pengangguran akan bertambah. Roda perekonomian nasional pun akan terkena imbasnya. Pasalnya, 70 persen perputaran ekonomi nasional ada di Jakarta.
Pemerintah pusat pun akan menghadapi buah simalakama: dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati.
Membiarkan Anies menerapkan PSBB akan berdampak pada memburuknya perekonomian nasional, namun bila melakukan intervensi, pemerintah pusat bisa dituding membiarkan korban Covid-19 terus berjatuhan.
Apalagi untuk menerapkan PSBB, Pemprov DKI Jakarta tak perlu izin pemerintah pusat lagi.
Namun apa pun ceritanya, pemerintah pusatlah yang akan terkena imbas paling besar dari kebijakan PSBB Anies ini, terutama soal ekonomi.
Sebab, sekali lagi, 70 persen perputaran ekonomi nasional ada di Jakarta.
Ataukah Anies memang sengaja melakukan kelalaian, atau kelalaian yang justru disengaja, dengan mengizinkan aksi-aksi demonstrasi massa dan deklarasi perkumpulan, sehingga angka Covid-19 melonjak, untuk merepotkan pemerintah pusat, dan dari sana Anies menangguk keuntungan politik?
Biarlah waktu yang bicara.
* Dr H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Anggota DPR RI.