OLEH : PETRUS SELESTINUS, Koordinator TPDI & Advokat Peradi
SURAT Ketua KPU NTT, Nomor : 308/PL 01.5-SD/53/ KPU-Prov/VII/2020, tertanggal 24 Juli 2020, Perihal Mohon Petunjuk, yang ditujukan kepada Ketua KPU RI terkait pelaksanan ketentuan pasal 40, 42 PKPU Nomor : 1 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan KPU, khususnya tentang penerimaan dokumen dan meneliti pemenuhan persyaratan pencalonan dan persyaratan calon, memberi sinyal konspirasi dimulai dari sana.
Surat Mohon Petunjuk Ketua KPU NTT dimaksud, 1 (satu) bulan kemudian baru dijawab dengan Surat Ketua KPU RI tertanggal 26 Agustus 2020, No. : 686/PL.02. 2-SD/ 06/ KPU/VIII/2020, Perihal Penjelasan. Substansi Surat Ketua KPU NTT kepada Ketua KPU RI dan Surat Ketua KPU RI kepada Ketua KPU NTT isinya hanya mengulang-ulang rumusan UU No 10 Tahun 2016 tentang Perbuatan Tercela dan Bakal Calon yang pernah sebagai Terpidana.
Namun yang aneh dari penjelasan Arief Budiman, Ketua KPU RI adalah penjelasannya pada paragraf butir 2 dan 3 Surat Ketua KPU RI kepada Ketua KPU NTT tentang pemenuhan syarat calon tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan SKCK yang menerangkan bakal calon pernah/tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Ada Ruang Konspirasi
Pada butir 3 Surat Arief Budiman, Ketua KPU dimaksud dijelaskan dalam hal kepolisian menebitkan SKCK yang menjelaskan yang bersangkutan tidak pernah memiliki catatan hukum dan kriminal, maka surat tersebut dapat diterima.
Namun, dalam hal surat tersebut menjelaskan apabila yang bersangkutan memiliki catatan hukum dan kriminal, maka KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota wajib melakukan klarifikasi untuk memastikan catatan hukum dan kriminal yang dimiliki bakal calon.
Pada paragraf terakhir berisi narasi dalam hal surat tersebut menjelaskan yang bersangkutan memiliki catatan hukum dan kriminal, maka KPU Provinsi, Kabupaten atau Kota wajib melakukan klarifikasi dan seterusnya tidak terdapat narasi SKCK itu ditolak sebagai kebalikan dari SKCK yang menerangkan tidak pernah memiliki catatan hukum dan kriminal dapat diterima.
Di sini nampak ada ruang konspirasi yang dibuka Ketua KPU RI, ruang yang secara melawan hukum tersedia bagi KPU Provinsi dan Kabupaten, entah dengan dalih diskresi, atau mencari alasan pembenar atau pemaaf sekedar meloloskan bakal calon menjadi calon.
Inilah yang dinamakan menggunakan wewenang diskresi secara keliru dan bertentangan dengan amanat UU No 30 Tahun 2014.
Dalam pada itu, berhembus khabar di luar Komisioner KPU Mabar terbelah dua dalam menyikapi SKCK Calon Edistasius Endi. Ada anggota KPU yang disebut-sebut menilai SKCK Edistasius Endi termasuk Tidak Memenuhi Syarat.
Sebaliknya ada anggota yang memilih sikap SKCK itu memenuhi syarat, sehingga sebuah produk hukum yang sudah memiliki kepastian hukum, bisa dimentahkan menjadi tidak pasti melalui mekanisme voting 5 orang Komisioner KPU Mabar.
Kepastian Hukum Dimentahkan
Jika ini yang terjadi, maka inilah luar biasa, karena sesuatu hukum berupa SKCK yang sudah pasti dibuat berdasarka dokumen bukti otentik dan kebenarannya diperoleh melalui proses hukum yang telah diperkuat dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan bersumber dari UU yang dihasilkan melalui proses legislasi yang panjang, bisa dimentahkan 5 orang Komisioner KPU Mabar melalui voting.