News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Kekerasan Dalam Demo Adalah Kriminal, Suatu Kajian Hukum Pada Perspektif Negara Demokrasi

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pengunjuk rasa

OLEH: C. Suhadi

Demo penolakan terhadap RUU Omnibuslaw beberapa hari banyak menyita perhatian masyarakat luas, selain menampilkan kekerasan dan arogansi para pendemo, juga tidak kalah serunya ada dalang dibalik demo tersebut. Pembuktian dalang demo biasanya agak sulit di usut, tapi untuk kali ini agak terang benderang baunya.

Selain bagi bagi duit yang di pertontonkan via medsos juga tertangkapnya foto mobil partai di tengah tengah masa. Barang kali ini bukan kebetulan tapi memang sudah masuk skenario besar.

Diawali dengan vedio call Ketum partai yang pernah berkuasa dengan Angguatanya di DPR pada saat pengesahan RUU Omnibuslaw. Dan, dalam vedio yang viral itu sang Ketum memerintahkan agar menolak pengesahan dan WO dari arena rapat paripurna DPR RI.

Jadi kalau melihat dari gambaran diatas, demo dan WO nya Demokrat adalah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari gerakan buruh untuk menolak RUU Unibuslaw Cipta Kerja.

Apakah segampang itu menolak RUU yang akan di sahkan,,mungkin bagi orang yang tidak paham akan menjadi pembenar, tapi tidak bagi yang paham.

Pembuatan uu tidak hanya pada saat RUU akan di sahkan di paripurna DPR, akan tetapi ada perjalanan dan berliku.

Pertama berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”), kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang (“UU”) ada pada Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”).

Selanjutnya, di dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 diatur bahwa setiap Rancangan Undang-Undang (“RUU”) dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.

Bahwa perlu diketahui, sebelum RUU masuk dalam pembahasan juga harus ada kajian akademisi dari perguruan tinggi, karena harus ada kajian akademisi itu artinya RUU bukan hanya asal buat yang dapat menyengsarakan rakyat banyak, kecuali ruu berkiatan badan anggaran.

Setelah itu tiap tiap komisi membahas masalah RUU yang dilanjutkan dengan rapat gabungan komisi. Artinya semua komisi terlibat yang berkaitan dengan rancangan undang undang. Kemudian rapat selanjut nya adalah rapat legislasi.

Dari sini semua partai pastinya akan mengetahui jenis RUU yang di sahkan, dan harusnya kalau memang uu tersebut merugikan kepentingan partai maka kelompok yang tidak suka akan terlihat dengan jelas, bukan ujug ujug menyatakan tidak setuju pada saat RUU akan di sahkan untuk di undang undang.

Dari sini dapat dipahami, dewan yang WO dari arena Paripurna adalah pihak yang punya kepentingan pada politik praktis, yang harusnya tidak perlu ditanggapi karena dia bagian kelompok avonturir yang sedang jualan sembako karena partainya semakin tidak dikenal orang. Sehingga RUU Omnibuslaw dijadikan arena buat menaikan popularitasnya.

Barangkali kalau tujuan seperti itu, mau menaikan popularitas karena mulai redupnya sebuah parpol tentunya masuk dalam katagori normal, akan tetapi tidak menjadi normal manakala demo yang di biayai menjadi rusuh dan anarkis. Dan menurut hukum sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 28 huruf J Undang-undangD 1945 ayat 1 & 2 (amandemen kedua). Terdapat suatu pembatasan dalam Undang-undang 45 terkait kebebasan yang tidak absolute karena dibebani oleh moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum.

Artinya demo atau menyampaikan suatu pendapat bukan berada di wilayah absolut atau sesuka hati yang tidak mencerminkan etika dan norma hukum yang berlaku, aturan ini dapat di lihat dalam uu no. 9 tahun 1998 pada pasal.6.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini