Indonesia mempunyai kedudukan terhormat dan sangat penting di dunia untuk hasil-hasil penelitian manusia purba atau evolusi manusia beserta lingkungan abiotik, biotik dan kulturalnya.
Di sini banyak terdapat situs paleoantropologis dengan temuan-temuan fosil hominid, selain fauna, flora dan artefak prasejarah yang relatif melimpah dengan kepurbaan yang relatif tinggi.
Temuan itu meliputi temuan tertua dari masa sekitar 1,9 juta tahun yang lalu di Kepuh Klagen, Wringinanom, Gresik, sampai temuan yang termuda dari masa 117 – 108 ribu tahun yang lalu di Ngandong, Blora, sebagai penanda akhir dari kehidupan Homo erectus di bumi.
Khususnya kuantitas temuan Homo erectus yang dapat menyaingi hanya Cina saja di Asia, namun sejauh ini fosil tertuanya masih terdapat di Indonesia.
Fosil ini tersimpan di Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi, Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada.
Peranan temuan-temuan ini dapat menerangkan evolusi manusia di Indonesia, Asia Tenggara, dan bahkan juga dapat menyumbangkan pengetahuan-pengetahuan yang dikaitkan dengan temuan-temuan terpurba dari empat lain.
Mulai Afrika, temuan-temuan hominid lain di Eropa, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Selatan, dan pada babakan tertentu dapat memberikan informasi untuk sejarah migrasi dan penghunian daratan-daratan Pasifik dari Papua New Guinea, Australia, Selandia Baru, dan kepulauan dalam wilayah Mikronesia, Melanesia dan Polinesia.
Penelitian-penelitian paleoantropologis dan evolusi manusia berdasarkan temuan fosil-fosil hominid dan sisa-sisa manusia kuno sampai modern beserta situs-situs dan asosiasi-asosiasinya telah melangkah sangat maju.
Berbagai teknik penentuan umur absolut untuk mengetahui kepurbaannya telah diupayakan terus-menerus oleh para ahli dengan berbagai metode.
Kronometrinya telah menerapkan Ar/Ar, K/Ar, gamma-ray spectrometric dating dan carbon-oxygen isotope.
Bagi Jacob, hasil pertanggalan temuan Homo erectus Jawa (Indonesia) yang bisa mencapai 1,9 juta tahun yang lalu yang diragukan banyak ilmuwan paleontologi/ paleoantropologi/ arkeologi prasejarah barat bukan hal yang mengejutkan.
Mereka berargumentasi tidak mungkin hominid dapat muncul dan hidup dari kawasan periferi dan kuldesak benua dengan umur kepurbaan yang setua itu.
Jacob menegaskan evolusi hominid itu tidak melulu di daratan benua saja, evolusi hominid itu bisa terjadi di daratan mana pun, apakah itu benua atau kepulauan, selama ditunjang oleh ESA (energy, sustainable & area).
Teuku Jacob Menjelaskan Kanibalisme Homo erectus