News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

PMII Sebagai "Lokomotif Perubahan" untuk Bangsa Indonesia

Editor: Husein Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KH. Imam Jazuli, Lc. MA, Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon.

PMII Sebagai "Lokomotif Perubahan" untuk bangsa Indonesia.

KH. Imam Jazuli, Lc., MA

TRIBUNNEWS.COM - Hari kemarin 17 Maret 2021, Organisasi sayap muda NU, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mengadakan Kongres Ke-20. Kongres ini rencananya akan ditutup sampai tanggal 20 Maret 2021. Salah satu yang mernarik dari Kongres ke 20 ini adalah acara dibuka oleh orang nomer satu di negeri ini, yaitu Presiden RI Joko Widodo.

Mengingat sepak-terjang organisasi ini amat panjang dan telah banyak berjasa untuk negeri ini, tak berlebihan Presiden berpesan agar kader PMII harus terus bisa menjadi navigasi perubahan. Hal ini disampaikannya Rabu (17/03/2021) pagi, via zoom dari Istana Negara, Jakarta.

“Kader-kader PMII harus bisa menjadi navigasi perubahan. PMII harus terus tumbuh dan berkembang menjadi organisasi

kepemudaan yang inovatif dan adaptif. Membuka diri dan adaptif terhadap hal-hal yang baru,” ujarnya.

Disampaikan Presiden, dunia telah berubah dengan cepat dan menimbulkan disrupsi pada semua sektor kehidupan.

Perubahan selalu tidak ramah bagi yang tidak siap berubah dan berhenti belajar. Akibatnya, banyak organisasi harus rela digilas perubahan karena tidak sigap beradaptasi dengan perubahan. Untuk itu, Presiden mendorong kader PMII untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Negara menyampaikan apresiasi terhadap para kader PMII yang telah menunjukkan komitmen kebangsaan yang kuat, konsisten menyuarakan kepedulian dan keadilan terhadap sesama, serta merawat optimisme generasi muda dengan semangat keislaman dan keindonesiaan.

“PMII selalu terdepan dalam mengawal perjalanan bangsa, teguh membela NKRI, teguh membela Pancasila, teguh membela Undang-Undang Dasar 1945, dan teguh dalam membela Bhinneka Tunggal Ika, juga konsisten menebarkan toleransi dan kesejukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk dan beragam,” ujarnya.

Ditelisik dari sejarahnya, PMII adalah sebuah organisasi kemahasiswaan yang berdiri pada tanggal 17 April tahun 1960/21 Syawwal 1379 Hijriyah di Surabaya. Ketua umum terpilih pertama PMII, seorang wartawan sastrawan dan aktivis bernama Mahbub Djunaidi.

Adapun manifestonya adalah mengutamakan dzikir, fikir dan Amal Saleh. Embrio organisasi PMII berakar dari kongres ke-3 IPNU pada 27-31 Desember 1958 dengan pembentukan Departemen Perguruan Tinggi IPNU, mengingat banyak mahasiswa yang menjadi anggotanya.

Pemikiran ini sebenarnya sudah terlontar pada Kongres ke-2 di Pekalongan, tetapi kondisi IPNU sendiri yang masih perlu pembenahan menyebabkan ide ini belum ditanggapi secara serius. Selanjutnya dalam konferensi besar IPNU 14-16 Maret 1960 di Kaliurang, Yogyakarta, diputuskan terbentuknya suatu wadah mahasiswa NU yang terpisah secara struktural dari IPNU-IPPNU.

Adapun lahir-nya PMII setidakny ada tiga faktor inti, pertama keresahan mahasiswa NU yang ingin mendirikan organisasi baru, kedua kondisi politik pada akhir tahun 1950 an yang memaksa adanya organisasi baru, ketiga satu satunya organisasi mahasiswa yang ada pada waktu itu ialah HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dinilai terlalu dekat dengan partai Masyumi sedangkan tokoh-tokoh partai Masyumi terlibat pemberontakan PRRI.

Jadi hal-hal tersebut di atas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dengan berasaskan Pancasila.

Selain itu ada faktor lain, diantaranya carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959. Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada. Pisahnya NU dari Masyumi. Ketika PSI (Partai Sosialis Indonesia) dan Masyumi dibubarkan oleh Bung Karno, Bung Karno meminta kepada NU untuk mendirikan oganisasi mahasiswa Islam yang 'Indonesia,' maka pada tanggal 27-31 Desember 1958 IPNU mengadakan Muktamar III di Cirebon Jawa Barat yang membentuk Departemen Perguruan Tinggi di IPNU.

Namun Departemen Perguruan Tinggi ini tidak bisa menampung aspirasi mahasiswa karena IPNU status-nya sebagai pelajar karrnanya mahasiswa NU tidak bisa bergabung, maka pada tanggal 14-16 Maret 1960 IPNU mengadakan konbes (konferensi Besar) di Kaliurang Yogyakarta di dalam konbes itu di cetuskanlah untuk mendirikan organisasi baru yang sepenuhnya terlepas dari IPNU baik secara organisatoris maupun administratif. Lalu
dibuatlah panitia sponsor yang berjumlah 13 orang. Dari rintisan inilah PMII berdiri.

Adapun tujuan didirikannya PMII sebagaimana termaktub dalam Anggaran Dasar (AD PMII) BAB IV pasal 4 "Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia."

Tujuan ini tak lama langsung mendapatkan ujianm, tepat sekitar lima tahun PMII berdiri, mereka harus berurusan dengan Parpol PKI beserta dengan gerakan dan jargon-jargonnya.

Maka PMII sebagai organisasi mahasiswa berdimensi kepemudaan, aktivitas-aktivitas yang dilakukan PMII disamping di dunia kemahasiswaan juga dunia kepemudaan. Aktivitas PMII pada kurun waktu itu (1965 – 1968), turut membidani lahirnya angkatan baru dalam dunia kepemudaan di Indonesia, yang akhirnya angkatan ini dikenal dengan istilah “ANGKATAN 66”.

Kelahiran angkatan 66 ini merupakan reaksi terhadap kebijaksanaan Presiden Soekarno yang membiarkan PKI dan antek-anteknya tetap hidup di Bumi Pertiwi ini, kendatipun PKI melakukan makar dengan melakukan gerakan 30 September. Keadaan yang demikian itu semakin diperburuk oleh ketidak mampuan rezim Orde Lama dalam menangani persoalan ekonomi, disamping ketidakmampuan lembaga Legeslatif menjalankan fungsi kontrolnya terhadap penyimpangan yang dilakukan pemerintah Orde Lama.

PMII sebagai bagian dari mahasiswa dan generasi muda bangsa merasa terpanggil untuk membela kepentingan rakyat. Karena melihat lembaga Legeslatif tidak mampu menjalankan peran dan fungsinya serta tersumbatnya saluran dialog dengan pemerintah, maka mahasiswa mengambil alih peran legeslatif dan gerakan protes di jalan-jalan raya.

Mereka meneriakkan aspirasi rakyat yang tertindas yang dikenal dengan TRI-TURA (tiga tuntutan hati nurani Rakyat). Sejak saat itulah gerakan mahasiswa, pemuda dan pelajar dikenal dengan istilah baru “GERAKAN PARLEMEN JALANAN”. Gerakan parlemen jalanan ini sangat mungkin terjadi, karena suasana politik saat itu memungkinkan mahasiswa, pemuda dan pelajar matang secara politik. Hal ini akibat sistem politik yang dikembangkan pemerintah Orde Lama waktu itu.

Selain hal diatas, hal yang patut di ingat adalah ketika organisasi mahasiswa, pelajar dan pemuda yang dulunya mempunyai hubungan baik dengan eks partai Masyumi, seperti GPII (Gerakan pemuda Islam Indonesia), PII (Pelajar Islam Indonesia), dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) sedang mengalami cobaan berat, terutama cobaan yang berasal dari fitnahan PKI dan organ-organ sayapnya, bahkan akhirnya dibekukan.

Atas nama solidaritas, PMII tanggal 19- 26 Desember 1964 bertempat di Jakarta menghimpun seluruh organisasi pemuda pelajar dan mahasiswa Islam untuk menyelamatkan. Setelah terselamatkan semua bersatu padu melawan PKI (Harian Suara Islam, Jakarta, tanggal 22 September 1965).

Begitu juga pada zaman Orba, PMII bersama HMI dan organisasi mahasiswa lain turut menurunkan tirani-Orba karena krisis ekonomi pada tahun 1998.

Pada reformasi ini, PMII masih istiqamah mengawal jalannya pemerintahan, sekaligus menjadi penyambung lidah rakyat dan lokomotor perubahan.

Bahkan Hari ini kita menyaksiakan dengan kasat mata, Ribuan kader alumni PMII telah berperan aktif dalam perubahan bangsa dengan menempatkan kader terbaiknya di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif di berbagai tingkatan dari pusat hingga daerah, juga tersebar di berbagai lembaga negara bahkan ketua partai politik seperti PKB, jadi, tidak disangsikan lagi peranan PMII begitu nyata sebagai "lokomotif perubahan untuk Indonesia".

Sebagaimana saran Presiden, jika ingin tetap eksis dan diterima keberadaannya oleh masyarakat luas, khususnya mahasiswa, untuk saat ini PMII harus mampu melihat realitas baru, karena situasi yang ada saat ini tidak sama dengan situasi sosial-politik dan mindset zaman dulu. Hari ini sains dan ilmu pengetahuan adalah segalanya, maka sudah semestinya PMII mendorong para kadernya harus terus melanjutkan di bidang ini agar bisa menjadi navigasi arah perubahan. Akhirnya Selamat berkongres untuk PMII dan kader terbaik bangsa!

*Pengasuh Pesantren Bima Insan Mulia Cirebon.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini