Esensi dari perkawinan adalah mempersatukan dua orang yang masing masing membawa keluarga, bukan pada kemeriahan pesta.
Sebelumnya , kadang orang terjebak pada hebohnya persiapan pesta dibandingkan persiapan mempersatukan dua keluarga yang berbeda latar belakang dan kebiasaannya.
Ketidak hadiran kita dalam moment moment di atas, akan dimaklumi selama pandemi. . Di sini terjadi perubahan etika sosial. Dari hal yang semula dianggap kurang pantas, menjadi hal yang bisa dimaklumi.
Terbukti etika itu bukan sesuatu yang sifatnya stabil, menetap. Tapi bisa diubah menyesuaikan keadaan dan perkembangan jaman.
Pandemi menyebabkan kita hidup dalam ketidak pastian, mengajarkan kita untuk rendah hati. Siapapun kita, apapun status sosial yang kita miliki, kita semua memiliki kekhawatirah yang sama.
Hal itu menimbulkan rasa rendah hati dan perasaan sederajat, egaliter. Covid-19 tidak mengenal status sosial, kedudukan seseorang.
Setiap orang berisiko terpapar, terlebih lagi bila kita tidak menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan benar. Siapapun kita, memiliki kahawatiran yang sama.
Pada saat ada tetangga, teman, kerabat yang terpapar, bersama sama kita akan mengulurkan tangan untuk membantu.
Kebersamaan yang ditampakkan saat membantu memenuhi kebutuhan mereka, tanpa memperdulikan apa agamanya, apa etnisnya, tanpa bendera primordial, menyatukan emosi kita sebagai satu bangsa yang tinggal dalam satu wilayah negara yang sama.
Hal ini memupuk kepedulian pada sesama yang membutuhkan dan juga memupuk nasionalisme.
Aspek Pengembangan Pribadi
Keharusan untuk tinggal di rumah dan hanya keluar rumah jika sangat perlu, menyebabkan kita punya lebih banyak waktu.
Aktivitas bersosialisasi yang kini dilakukan secara virtual, menyebabkan waktu kita tidak tersita untuk mencapai titik pertemuan.
Saya pribadi menggunakan waktu saya untuk membaca, menulis di media online, dan belajar filsafat. Bidang yang selama ini saya anggap sulit dan membuat kepala lekas pening, ternyata menarik untuk dipelajari dan didalami.