Beberapa dekade silam, kantor PT Telkom di Jayapura diduduki satu suku dengan dasar hak ulayat tadi, sehingga layanan masyarakat lama terganggu. Kendala semacam itu masih ada, namun Bakti berhasil membuat gebrakan dan mempercepat pembangunan BTS.
Bakti tidak lagi membeli lahan dengan cara sitac (site acquisition), tetapi meminjam-pakai lahan milik pemerintah daerah. Biaya nol rupiah, IMB-nya diurus pemda pula.
Pemda bergairah, karena membutuhkan fasilitas telekomunikasi terbangun di wilayahnya, sementara bagi masyarakat Papua atau Papua Barat, lahan selebar 20 meter X 20 meter bukanlah isu seperti di kota-kota besar.
Sudah ada lebih 1.600 lahan di Papua dan Papua Barat, dan 2.600 di NTT yang siap dipinjam-pakaikan pemda kepada Bakti, karena banyak warga merelakan lahannya dan memberikan ke pemda.
Proses pinjam pakai ternyata lebih cepat dibanding proses pembangunannya.
“Terbalik dari sebelumnya, dulu Bakti yang kejar-kejar pemda soal lahan,” tutur Dirut Bakti, Anang A Latif.
Kemudian muncul pula gagasan pendirian BTS di desa-desa yang letaknya di tengah kawasan, tidak lagi di puncak bukit yang maksud awalnya memperluas cakupan sinyal BTS, tetapi sering jadi sasaran vandalisme.
Masyarakat terkejut ketika suatu waktu sinyal dari BTS hilang, tetapi tidak mengerti bahwa itu akibat perusakan peralatan BTS.
Kini BTS dibangun di permukiman dan masyarakat diserahi tugas menjaga BTS-nya, sekaligus mengajak warga meyakini BTS jadi aset mereka yang harus dijaga. Bila aset mereka rusak, warga pula yang merugi.
Masih kurang
Mempercepat perluasan layanan seluler, Bakti bekerja sama dengan operator mendirikan ribuan BTS di berbagai lokasi, mengintegrasikan Palapa Ring dengan jaringan serat optik milik operator yang sudah ada.
Mereka juga akan mengoperasikan satelit multifungsi (high throughput satellite) Satelit Indonesia Raya (Satria).
Baca juga: Prediksi Ada Lonjakan Trafik Layanan Data di Momen Natal dan Tahun Baru, Telkomsel Siagakan Layanan
Satria yang berkapasitas 150 GB untuk layanan internet itu akan menjadi pembuka keterisolasian, akan menghubungkan 150.000 titik di kawasan 3T tanpa kendala geografis.
Akan disusul Satria2 dan Satria3 yang kapasitasnya 300 GB, yang jika ketiganya beroperasi, setiap pengguna akan mendapat 2,26 GB.
Telkomsel dan XL terlibat lewat mekanisme kerja sama operasi (KSO) di sembilan klaster, XL Axiata kebagian Sumatera dan sisanya Telkomsel, tetapi itu belum menyelesaikan masalah, karena masih ada 12.548 desa belum terlayani.