News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Uighur dan Pemboikotan Olimpiade Beijing

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Novi Basuki, penulis buku Islam di China: Dulu dan Kini

Populasi Uighur Menaik

Kesimpulan Uyghur Tribunal bahwa telah terjadi genosida terhadap Uighur di Xinjiang utamanya didasarkan pada penelitian Adrian Zenz yang bekerja di Victim of Communism Memorial, lembaga yang punya andil besar dalam pengejawantahan kebijakan pembendungan (containment) AS terhadap Soviet semasa Perang Dingin.

Zenz menemukan, berdasar data-data kependudukan pemerintah Xinjiang yang ditelitinya, penduduk Uighur mengalami penurunan drastis sejak 2018.

Penyebab penurunan itu, menurut Zenz, adalah kebijakan pengendalian kelahiran pemerintah China yang diterapkan secara terstruktur, masif, dan sistemis kepada Uighur sehingga bisa dikategorikan sebagai genosida.

Baca juga: Peng Shuai Bantah Pernah Buat Pengakuan soal Pelecehan Seksual yang Seret Nama Mantan Wakil PM China

Namun, agaknya Zenz terlalu hiperbolis. Sebab, tidak hanya minoritas Uighur, jumlah kelahiran Han sebagai suku mayoritas pun menurun lantaran pengetatan kebijakan KB (jihua shengyu) sejak 2017.

Tetapi, dibandingkan dengan jumlah kelahiran Han, jumlah kelahiran Uighur tetap lebih tinggi. Pada 2018, misalnya, persentase kelahiran Uighur adalah 11,9‰, sedangkan Han cuma 9,42‰.

Secara keseluruhan, total populasi Uighur di Xinjiang naik dari yang sekitar 8,346 juta pada 2000, ke 11,624 juta lebih pada 2020 atau alias rata-rata naik 1,71% tiap tahunnya. Jauh lebih tinggi ketimbang populasi suku minoritas lain di seluruh China yang saban warsa hanya naik 0,83%.

Kalau begitu, laiknya independensi Uyghur Tribunal, penelitian Zenz yang dijadikan alat bukti untuk mendakwa China telah melakukan genosida terhadap Uighur juga patut dikritisi.

Tapi akan runyam kalau para pendakwanya hendak mengamalkan apa yang disampaikan Xu Youzhen kepada kaisar dinasti Ming agar mengeksekusi Yu Qian, kawannya yang ia fitnah akan melakukan makar, ini: “Sekalipun buktinya tidak ada, tapi siapa tahu niatnya ada” (sui wu xian ji, yi you zhi).

Menyalahi Spirit Olimpiade

Terlepas dari itu semua, pemboikotan olimpiade yang diselenggarakan China tersebut bisa dibilang telah mengingkari apa yang oleh Pierre de Coubertin sebut sebagai “olimpisme” (olympism).

Istilah yang kemudian tertuang dalam Piagam Olimpiade (Olympic Charter) ini, menjadi spirit fundamental penyelenggaraan olimpiade yang di antaranya berupa tidak adanya diskriminasi dalam bentuk apapun sebab olah raga juga merupakan hak asasi manusia. “The practice of sport is a human right.”

Tetapi, masih mengutip Piagam Olimpiade, untuk bisa berbuat begitu, membutuhkan kesalingpahaman dengan spirit persahabatan, solidaritas, dan sportivitas.

Makanya, meminjam petuah Pram, sulit diterima akal kalau negara sekelas AS, Inggris, Australia, dan Kanada sebagai pembela HAM terdepan di dunia tidak bisa “berlaku adil sejak dalam pikiran apalagi perbuatan.”

*) Penulis buku “Islam di China: Dulu dan Kini” (Penerbit Buku Kompas, 2020)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini