News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Refleksi Akhir Tahun: Indonesia Bangkit Dan Maju Tanpa Persatuan, Mungkinkah ??

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

OLEH: Untung Suropati/ Ketua Dewan Pembina GPM

Legasi agung dan bangkitnya semangat persatuan Bangsa Indonesia adalah bangsa yang secara historis maupun genealogis pewaris dan penerus DNA bangsa besar, yaitu bangsa Nusantara (baca: Sriwijaya/ Majapahit).

Jauh sebelum periode tersebut beberapa literatur menyebut Lemurian dan Atlantis. Dalam bukunya yang terkenal "Atlantis: The Lost Continent Finally Found", Prof Arysio Santos menulis Benua Atlantis yang hilang adalah Nusantara.

Pascaruntuhnya akhir abad ke-15, sebagai bangsa besar, Majapahit meninggalkan lima legasi agung yang terlupakan: 1) "rumah besar" yang kini bernama "Indonesia", 2) sesanti "Bhinneka Tunggal Ika", 3) sang dwiwarna "Merah Putih", 4) atribut/ moto yang hingga kini banyak digunakan di lingkungan pemerintahan/ lembaga negara, dan 5) semangat Sumpah Palapa.

Sumpah Pemuda yang menjadi tonggak sejarah berkobarnya semangat persatuan tidak bisa dilepaskan dari legasi ke-5, yaitu semangat Sumpah Palapa. Apalagi tokoh-tokoh di balik Sumpah Pemuda, seperti Sukarno dan M. Yamin adalah pengagum Majapahit/ Gajah Mada.

Dalam buku karyanya "Gajah Mada: Pahlawan Pemersatu Nusantara", M. Yamin dengan runut dan bernas mendeskripsikan rasa hormat dan kagumnya. Sementara Gajah Mada adalah pengagum Kertanegara, raja terbesar dan terakhir Singosari pencetus gagasan penyatuan Nusantara sebelumnya. Bukti kuatnya pertalian sejarah antara Sumpah Pemuda (abad ke-20), Sumpah Palapa (abad ke-14), dan doktrin Cakrawala Mandala Dwipantara (abad ke-13).

Memetik pelajaran penting dan berharga

Setelah seluruh Nusantara bersatu dan Majapahit mencapai puncak kejayaan, Gajah Mada mangkat. Menyusul kemudian Brawijaya IV. Sebagai tokoh sentral sekaligus sosok pemersatu, kepergian Gajah Mada berimplikasi sangat serius dan luas.

Selain secara politik, ekonomi, dan militer goyah, persatuan Majapahit juga terancam. Terbukti daerah-daerah mitreka satata atau negara-negara bawahan atau satelit mbalelo dan satu per satu lepas.

Situasi terus memburuk hingga masa pemerintahan Brawijaya V atau Brawijaya Pamungkas. Terlebih dengan maraknya berbagai pengaruh dan infiltrasi asing, baik dengan cara terbuka maupun trik terselubung. Sirna ilang kertaning bumi. Majapahit yang demikian agung akhirnya runtuh dan lenyap ditelan bumi. 

Hancurnya Majapahit memberi kita pelajaran penting dan berharga. Bahwa persatuan sangatlah sentral demi kelangsungan hidup bangsa. Tanpa persatuan suatu bangsa akan rapuh, lemah, rawan perpecahan, dan mudah dihancurkan.

Tetapi semangat persatuan juga tidak akan menyala tanpa orang kuat atau tokoh mumpuni di belakangnya. Karena tanpa tokoh pemersatu, persatuan bangsa sesuai Sila ke-3 Pancasila tidak mungkin dapat diwujudkan.

Dalam kasus Majapahit, kepergian Gajah Mada contohnya. Bagaimana dengan anak cucunya yang kini menamakan dirinya bangsa Indonesia?
   
Jakarta-Ende-Jakarta dan Cerita "Lima Butir Mutiara"

Berawal dari pertemuannya dengan M.H. Thamrin tanggal 1 Agustus 1933 di Jakarta, Sukarno ditangkap dan dipenjarakan, sebelum akhirnya dibuang ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Menurut Pemerintah Belanda, kegiatan politik Sukarno dianggap membahayakan keselamatan negara.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini