News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Honoris Causa Pesantren, Kenapa Tidak?

Editor: Husein Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KH. Imam Jazuli

Saya kemudian bertanya ke yang bersangkutan, siapa yang mengundang Anda pertama kali sebagai penerima gelar kehormatan tersebut? Ternyata yang mengundang pertama kali bukan kampus Islam atau pesantren, tetapi Universitas Atmajaya Jakarta, Fakultas Psikologi.

Seiring dengan perjalanan waktu, selama 4 tahun berjalan ternyata luar biasa dampaknya bagi kiprah yang bersangkutan di dunia profesional. Pelan namun pasti, sejumlah BUMN dan kantor kementerian mengundangnya sebagai narasumber yang disejajarkan dengan para doktor kampus. Misalnya di Bank Indonesia sebagai leadership observer, di Kementerian Agama sebagai narasumber pendidikan, dan lain-lain.

PT. Intipesan sebagai lembaga training dan seminar terdepan di Jakarta sering mengundang yang bersangkutan sebagai narasumber topik-topik pengembangan SDM bersama para doktor dari kampus, para dirut BUMN, dan para profesor di bidang manajamen. Demikian juga lembaga Foster and Bridge Indonesia sebagai lembaga training profesional kelas atas di Jakarta.

Saudara Ubayadillah dengan doktor honoris cuasa pesentren yang disandangnya tidak saja diminta mengajar mahasiswa S1 dan S2 di kampus-kampus. Beliau juga dipercaya menjadi panelis yang menguji kemampuan soft skills para kandidat dekan, wakil rektor dan direktur pasca sarjana Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang.

Memang kalau membaca ketentuan umum yang ada mengenai aturan penganugerahan gelar kehormatan doktor honoris causa, maka apa yang dilakukan oleh Pesantren Bina Insan Mulia terhadap saudara Ubaydillah Anwar tidak memenuhi persyaratan formal itu.

Namun, saya dan yang bersangkutan memahimanya bukan soal gelar dan prosedur formal. Ini soal sebuah proses perjuangan eksistensi pesantren, kaum santri, dan karya-karyanya di negeri tercinta. Gelarnya sendiri nomor ke sekian. Honoris causa pesantren bukan gelar formal, tapi lebih pada simbol perjuangan dan apresiasi eksistensi santri.

Demikian juga soal pengakuan formal. Tidak masalah juga apabila sekarang ini belum diakui. Kenapa? Pada hubungan antarmanusia dalam bentuk apapun, baik personal, profesional maupun institusional, yang tertinggi tingkatannya bukan diakui melainkan dipercaya.

“Hanya ketika seseorang telah percaya kepada Anda yang akan menjalin kerjasama dengan Anda,” demikian orang bijak berpesan. Jangankan dengan orang lain, dengan keluarga sendiri atau bahkan dengan anak sendiri, seseorang tidak akan menyerahkan urusan atau mau untuk bekerjasama apabila kepercayaan (trust) itu belum ada.

Doktor honoris causa pesantren memang tidak diakui kini, tetapi praktik saudara Ubaydillah Anwar membuktikan bahwa yang mempercayainya semakin banyak.

Di masyarakat kita terdapat alumni pesantren yang secara kesalehan dan kompetensi sangat kuat untuk bisa dipercaya di bidang keilmuan tertentu, sayangnya yang selama ini memberi gelar doktor honoris causa maupun professor justru dari lembaga luar negeri.

Idham Chalid adalah santri yang mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Al-Azhar Kairo Tahun 1957. Demikian juga dengan Buya Hamka yang pada tahun 1959 menerima gelar doktor honoris causa juga dari Al-Azhar.

KH. Abdul Ghofur, Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan mendapatkan gelar doktor kehormatan (honouris causa) di bidang ekonomi kerakyatan dari American Institute of Management Hawaii, Tahun 2007. Yang lebih mengagetkan adalah honoris causa yang diterima Gus Dur. Menurut catatan NU, Gus Dur menerima gelar kehormatan doktor honoris causa lebih dari enam kali dan itu dari luar negeri semua.

Kenapa Gelar Kehormatan itu Diperlukan?

Banyak yang bilang bahwa saya ini nekat. Saya akui memang begitu. Tapi yang tidak banyak diketahui orang adalah kenapa saya sampai nekat demikian? Ada yang bilang saya hanya cari sensasi saja. Tak bisa saya tolak bahwa akibat dari langkah itu memang sensasi, tapi motivasi saya bukan untuk sensasi.

Beberapa poin memang sudah saya jelaskan di acara tersebut, tapi saya ingin mempertegas lagi di sini kenapa penghargaan kepada alumni pesantren di bidang keilmuan dalam bentuk gelar itu penting dilakukan? Soal namanya honoris causa atau yang lain, itu terserah masing-masing atau terserah mekanisme di internal pesantren.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini