Oleh: Juliaman Saragih*
TRIBUNNEWS.COM - Pada Kamis, 7 April 2022, ada dua rangkaian peristiwa besar dalam perspektif politik dan penegakan hukum yang menarik perhatian masyarakat.
Kedua peristiwa ini terjadi dan terkait dengan pemimpin Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pertama, paket kilat uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) Komisi XI (Keuangan dan Perbankan) DPR untuk memilih tujuh calon Anggota Dewan Komisioner (ADK) OJK, 2022-2027.
Tidak ada daya kejut dalam proses seleksi politik parlemen terhadap 14 calon ADK OJK 2022, dibanding dinamika proses seleksi politik DK OJK 2017.
Musyawarah Mufakat jadi payung pengaman Komisi XI, dan skenario klasterisasi istana berjalan mulus.
Dalam seleksi politik ADK OJK 2017, Komisi XI sangat powerfull dan argumentatif untuk menjaga prinsip kolektif dan kolegial OJK.
Voting Ketua OJK, dan lanjut voting 6 ADK OJK lainnya, lalu silahkan rapat internal DK OJK terpilih menentukan pembidangan tugasnya.
Baca juga: Puan Minta DK OJK Terpilih Dapat Lebih Berperan Melindungi Masyarakat dari Investasi Ilegal
Jadi wajar banyak pihak sudah menduga kebenaran paket istana yang beredar sebelum proses seleksi politik Komisi XI, kecuali pemberangusan kedua calon klaster IKNB.
Kedua, keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan Fakhri Hilmi (Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A, 2014-2017/Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II, 2017-2022) dalam kasus mega korupsi Jiwasraya.
Mengutip keterangan juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, “Menyatakan terdakwa Fakhri Hilmi tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan primer dan dakwaan sekunder” (9/4/22).
Dalam pertimbangan majelis hakin disebutkan Fakhri Hilmi sudah menjalankan tugas dan kewenangan jabatan sesuai standar operasional prosedur, berdasarkan Peraturan OJK Nomor 1/PDK.02/2014.
Sehingga Fakhri Hilmi tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Sehingga memulihkan hak terdakwa tersebut dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Keputusan dengan Nomor 1052K/PID.SUS/2022 diketok pada 31 Maret 2022, dengan majelis hakim yang bertugas adalah Soesilo, Agus Yunianto dan Desnayeti. Dalam persidangan, hakim Agus Yunianto menilai Fakhri Hilmi bersalah dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Semakin menarik perhatian masyarakat setelah pernyataan Hoesen (Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, 2017-2022, calon ADK OJK 2022-2027 klaster IKNB) yang memberikan personal guarantee kepada anak buahnya yang tersangkut kasus besar tersebut.
“…Saya sampai hari ini, saya punya keyakinan anak buah saya yang terkait Jiwasraya itu tidak bersalah. Saya menjunjung tinggi integritas dan menimbulkan moral hazard buat pengawas kalau ini tidak saya lakukan dengan baik. Itu keyakinan saya, tegas Hoesen yang dikutip dari salah satu media ekonomi besar (7/4/2022).
Sekilas Presiden Jokowi seperti mengulang skema seleksi calon ADK OJK tahun 2017, mengeliminasi dan merubah urutan dalam suatu klaster, dari 21 nama usulan Panitia
Seleksi (PanSel) menjadi 14 nama calon ADK OJK (22/3/22). Sebelum memutuskan, tentunya Presiden telah memiliki informasi lain yang detail, termasuk pemetaan dukungan lingkaran inti politik kekuasaan terhadap calon-calon ADK OJK tertentu.
Awalnya, formasi 14 tersebut diatas dinilai selaras dengan rangkaian pernyataan Presiden, demikian kutipannya, “…meminta OJK membersihkan pasar modal dari para manipulator saham. Pihak-pihak yang terkait aktivitas pasar modal untuk melakukan pembersihan dari transaksi-transaksi yang abnormal.
Bursa Efek Indonesia (BEI) dan OJK harus bisa memberikan perlindungan bagi para investor. Transaksi keuangan yang terindikasi fraud alias mencakup penipuan pun harus ditindak dengan tegas. Kita harus jaga ini. Hati-hati dengan yang dipoles agar bagus.
Bersihkan dan hentikan” (2/1/2020). Lainnya, dalam pertemuan tahunan Industri Jasa Keuangan 2022, Presiden Jokowi kembali mengingatkan pengawasan OJK, “…Untuk mencegah bermunculan praktik-praktik merugikan tersebut, Jokowi meminta OJK memperkuat pengawasannya.
Di masa sulit pengawasan tidak boleh kendur karena pengawasan yang lemah akan membuka celah, membuka peluang berbagai kejahatan yang ujung-ujungnya akan merugikan masyarakat” (20/1/22).
Jadi tidak heran Presiden me-mutasi Hoesen dari KEP Pasar Modal (2022) menjadi KEP IKNB, posisinya saat seleksi di 2017. Walaupun risikonya mengorbankan calon potensial IKNB lainnya usulan PanSel.
Apakah mutasi ini merujuk pada perkawinan silang pasar modal dan industri asuransi jiwa (IKNB)? Suatu model perkawinan yang menciptakan skandal korupsi puluhan triliun di Jiwasraya (16,8 Triliun) dan Asabri (22,78 Triliun).
Bahkan melibatkan manajemen kedua asuransi BUMN tersebut dan oknum petinggi OJK, yang akhirnya permohonan kasasinya dikabulkan MA dengan putusan bebas. Hoesen tidak terpilih dalam seleksi ADK OJK, 2022-2027 (7/4/22).
Mengutip pernyataan Presiden dalam pertemuan tahunan Industri Jasa Keuangan 2021, “…OJK dan para pelaku industri jasa keuangan harus menjaga kepercayaan pasar, menjaga kepercayaan masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Dan tidak boleh ada lagi praktik-praktik yang merugikan masyarakat, transaksi keuangan yang menjurus ke fraud harus ditindak tegas.
Pengawasan OJK juga tidak boleh mandul, tidak boleh masuk angin, harus mengeluarkan taringnya, dan menjaga kredibilitas dan integritas ini sangat penting” (15/1/2021).
Fakta DK OJK Jilid II saat ini? Fungsi penyidikan OJK (Pasal 49-51 UU OJK) tidak berjalan. Mati suri. Potret buram impotensi penegakan hukum atas puluhan tunggakan perkara dalam koridor pengawasan OJK, misal di pasar modal atau industri asuransi, dapat ditelusuri di berbagai media nasional.
Salah satunya, mengutip pernyataan Misbakhum, terkait masalah Kresna Life. Harus ada pihak yang bertanggung jawab terhadap masalah Kresna ini, termasuk perusahaan yang terafiliasi dengan Kresna Group.
”Ini another Jiwasraya. Bedanya Jiwasraya kepunyaan pemerintah, kalau ini (Kresna) punya swasta,” (3/2/22). Masih banyak lagi tunggakan jumbo lainnya. Pengawasan OJK Auto Pilot?
Artinya, pada konsideran diatas, OJK telah gagal melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat termasuk perlindungan dari pelanggaran dan kejahatan di sektor keuangan seperti manipulasi dan berbagai bentuk penggelapan dalam kegiatan jasa keuangan (Aturan Penjelasan Pasal 4, Huruf c).
Bahkan lembaga intelijen keuangan, PPATK, menemukan fakta jumlah transaksi mencurigakan di lantai bursa melonjak 751.9% sepanjang 2020, pada 2019 hanya 52 kasus. Tertinggi dari semua jenis kejahatan keuangan.
Juga kerugian Asabri (22.78 Triliun), dan masih banyak lagi kasus gagal bayar di Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) seperti Askrindo Taspen Life atau Jasindo, investasi bodong seperti Koperasi Indosurya dan puluhan tunggakan kasus di pasar modal, yang berpotensi merugikan puluhan triliun pemegang polis/masyarakat investor.
Perintah UU OJK bahwa fungsi, tugas dan wewenang OJK adalah pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. Inilah kesejatian diri dan paket keutamaan lembaga superbody OJK.
Tragisnya, dalam laporan refleksi akhir tahun 2021, Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menyatakan bahwa kontribusi dan kerjasama Menteri BUMN, Erick Tohir, menjadi pemicu sehingga Kejagung dapat mengungkap tuntas mega skandal pada kedua asuransi BUMN (Jiwasraya dan Asabri).
Mungkin mereka lupa pada Pasal 51 ayat (2) UU OJK, bahwa, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) diharuskan bekerja sama dengan instansi terkait, yakni Kejaksaan, Kepolisian dan Pengadilan.
Berbagai petunjuk kuat Presiden Jokowi diatas yang berintikan pada penguatan pengawasan serta fungsi penyidikan OJK, maupun integrasi pengawasan antar lintas sektor jasa keuangan, telah di adopsi bahkan menjadi Visi dan Misi Mahendra Siregar, Ketua DK OJK terpilih, Periode 2022-2027.
Disebutkan, target 100 hari pertama, OJK akan didorong untuk berfokus pada kapabilitas dan sumber daya manusia bagi fungsi pengawasan inti dengan pembenahan struktur organisasi.
OJK akan difokuskan pada pengendalian internal check & balance, termasuk roadmap dan prioritas OJK, serta menyusun peta jalan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) untuk dirampungkan dan diperkuat.
Termasuk mendorong kejelasan regulasi, khususnya pada Peraturan OJK (POJK) maupun yang terkait dengan regulator lain, mengindentifikasi dan menangani tumpang tindih pengaturan, yang menggangu proses pengawasan terintegrasi di sektor jasa keuangan (6/4/22).
Pertanyaan gugatan sekaligus perenungan bagi DK OJK terpilih, mungkinkah kasus korupsi mega triliun seperti Jiwasraya, Asabri, atau Indosurya, Kresna dan lainnya berdiri sendiri dan terjadi lebih dari 10 (sepuluh) tahun tanpa ada seorangpun dari regulator (OJK) yang innocent?
Muncul dugaan kuat, sebenarnya kalau mau ditelisik sumber atau akar masalah dari mega korupsi Jiwasraya atau Asabri terjadi karena ada kepentingan pihak tertentu (vested interest group) yang berkelindan dalam POJK untuk memfasilitasi reksadana abal-abal yang isinya saham kentut.
Lebih anehnya, kerugian negara puluhan triliun tapi hanya 1 (satu) orang regulator yang dihukum, dan akhirnya dibebaskan oleh MA. Staf dan pimpinan regulator tidak tersentuh.
Sebagai pembanding, silahkan telusuri skandal besar pasar modal di negara manapun di dunia, baik Amerika, Jepang, Eropa dan Asia, namun hanya di Indonesia sebagian pelaku kena pidana sedangkan mastermind tersenyum mengatur irama di belakang layar. Mungkin, inilah salah satu keajaiban yang terus terulang di Indonesia. Quo Vadis penegakan hukum industri jasa keuangan.
Betapa tidak berdayanya aparat Kepolisian (Bareskrim) dan Kejaksaan Agung yang selama lebih dari 2 (dua) tahun membuang waktu, tenaga dan dana untuk mengusut tuntas mega korupsi Jiwasraya namun akhirnya dimentahkan oleh MA.
Bagaimana peranan representasi Kepolisian dan Kejaksaan Agung yang dipekerjakan di OJK (Pasal 51, ayat 1, UU OJK)? Quo Vadis penegakan hukum untuk seluruh pelaku maupun jaringan regulator.
Memang terselenggaranya keseluruhan kegiatan di dalam sektor keuangan secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta terwujudnya sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil termasuk melindungi kepentingan konsumen, masyarakat dan negara (Pasal 4, UU OJK) menjadi tantangan nyata yang sangat tidak mudah.
Harapan tertinggi, semoga tujuh DK-OJK terpilih bersepakat melakukan rotasi besar-besaran dan memutus mata rantai in-subordinasi akut khususnya di klaster manajerial pasar modal dan IKNB.
DK OJK mampu bertindak tegas dan tegak sesuai regulasi, terbuka kepada publik, serta menjaga jarak aman dengan kekuatan bisnis dan/atau kelompok kekuasaan politik tertentu apalagi menjelang Pemilu 2024.
Selamat bekerja DK OJK terpilih.
*Juliaman Saragih: Ketua/Pendiri NCBI (Nation and Character Building Institute)