Oleh Moch S Hendrowijono *)
BUNTUT laporan keuangan PT Telkom Triwulan 1/2022 menyebut ada kerugian yang belum terwujud, dunia maya Indonesia pun dikeruhkan berbagai pendapat dan nyinyiran. Sampai Komisi VI DPR berencana menggelar panitia kerja (Panja) untuk mendalami aksi korporasi yang menyita perhatian publik itu.
Kerugian yang belum terealisasi, unrealized loss, dilaporkan sebesar Rp 881 miliar, dan itu karena membeli saham GoTo pada tahun 2020, yang lalu jadi peluru tajam menembak ke sana – kemari. Telkomsel menjadi pemodal GoTo saat go public, disebut beraroma konflik kepentingan, karena Garibaldi Thohir, kakak kandung Menneg BUMN Eric Thohir adalah Komisaris Utama GoTo.
Pada Selasa (14/6) pagi, saat digelar pertemuan antara Komisi VI DPR dengan jajaran direksi PT Telkom dan PT Telkomsel, saham GoTo sudah naik 2,06 % atau 8 poin menjadi Rp 396. Kata Dirut PT Telkom, Ririek Ardiansyah, pertimbangan pembelian saham GoTo tidak hanya capital gain, untung-rugi, tetapi juga aspek yang lebih luas, antara lain soal potensi yang nilainya (value) lebih besar dari nilai yang diinvestasikan.
Baca juga: Sejak Selasa, Harga Saham GOTO Terus Mengalami Penguatan
Telkomsel menanam modal ke GoTo sebesar 150 juta dolar AS pada November 2020, dalam bentuk obligasi konversi yang memberi harga Rp 270 per saham. Ketika Gojek merger dengan Tokopedia pada Mei 2021 dan Telkomsel mengonversi obligasinya serta melakukan uji saham GoTo di harga Rp 270, nilai keseluruhannya menjadi 450 juta dolar AS.
Tidak cuma Telkomsel yang berminat pada saham GoTo, investor asing pun berebut, sehingga saat pra-IPO, GoTo meraup dana sekitar 1,4 miliar dolar AS, ketika harga per sahamnya mencapai Rp 375. Angka ini lebih tinggi 39 % dibanding harga konversi saham Telkomsel di GoTo yang Rp 270 per lembar, sehingga Telkom mendapat gain yang belum terwujud sebesar Rp 2,5 triliun.
Kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Telekom, Heri Supriadi, laporan keuangan yang memunculkan soal kerugian yang belum nyata Rp 881 miliar, merujuk harga Rp 338/saham. Pihaknya melakukan mark to market sesuai PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) 71, dan kerugian merupakan bagian dari gain yang Rp 2,5 triliun.
“Meski mencatatkan unrealized loss, Telkom masih membukukan gain (memperoleh keuntungan) yang belum direalisasikan (unrealized gain) dari investasi di GoTo,” katanya.
Soal konflik kepentingan, kata ekonom Indef (Institute for Development of Economics and Finance), Nailul Huda di media, investasi Telkomsel di GoTo merupakan keputusan bisnis seperti yang biasa dilakukan korporasi. Dan, semua investasi BUMN dapat dikaitkan dengan konflik kepentingan, yang sejatinya bertujuan menggoyang manajemen Telkom (Bisnis Indonesia, 14/6).
Baca juga: Ini Alasan Telkomsel Inves Rp 6,4 Triliun di GoTo
Nyaris tidak tumbuh
Investasi PT Telkom ke GoTo sebagai pemimpin pasar (market leader) sejalan dengan visi perusahaan menguatkan ekosistem teknologi digital yang memberi nilai tambah. Berbeda kalau Telkom investasi di perusahaan yang tidak ada hubungannya dengan bisnis intinya, yang tidak membuat nilai perusahaan jadi lebih besar.
Hal demikian sudah dilakukan korporasi sejak abad lalu. Seperti pada 1914, DuPont, manufaktur kimia kawakan berinvestasi ke industri otomotif, General Motors (GM) yang usianya relatif muda, 6 tahun.
Strategi investasi lumrah di perusahaan besar yang cerdas. Mereka dituntut bertahan dan tumbuh secara finansial, tidak terjebak pada hanya mengembangkan pasar eksisnya.