Oleh : Benny Sabdo
“Ir Soekarno adalah orang pertama yang mencetuskan konsep Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Soekarno atau yanglebih dikenal dengan panggilan egaliter, Bung Karno adalah sebagai Bapak Proklamator Republik Indonesia dan Presiden Pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia periode 1945-1967.”
SEBUAH kehormatan besar bagi saya. Pada kesempatan yang baik ini saya diminta secara khusus oleh Mas Bagyo selaku Ketua Dewan Pimpinan Pusat Keluarga Besar Marhaenisme Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk mengisi Ngaji Marhaenisme pada Minggu malam, 2 Oktober 2022 , dengan materi utama dari buku “Dibawah Bendera Revolusi”Jilid I tentang “Djawab Saja Pada Saudara Mohammad Hatta (hal 207-214).”
Risalah Ir Soekarno bertajuk “Djawab Saja Pada Saudara Mohammad Hatta”. Saya adalah malahan sering-sering mendapat predikat “mabok akan persatuan”, “mabok akan perdamaian”. Saya cinta sekali akan perdamaian nasional, dan selamanya akan membela pada perdamaian nasional itu (Soekarno: 1963, 207).
Memang terhadap pada sdr. Mohammad Hatta, yang dulu selamanya saya kenal sebagai orang non-cooperator yang 100 persen, saya tak mau dengan gampang-gampang saja berkata bahwa non-koperasi sudah dibuang sama sekali! Politik adalah taktik dan adalah azas.
Saya mengetahui bahwa taktik itu kadang-kadang terpaksa bertentangan dengan azas. Saudara Hatta itu telah “menjalankan politik yang di dalam hakikatnya melanggar azas non-koperasi.” Karena itu, sekali lagi: seterusnya tolaklah kursi di Den Haag, dan buat ini hari terimalah saya punya silaturahmi!
Sebelum masuk ke dalam materi topikmalam hari ini, izinkan saya sedikit berceritera tentang pertautan diri saya dengan Bung Karno. Saya memang tidak pernah berjumpa secara fisik namun senantiasa berusaha memahami pemikiran, cita-cita dan perjuangan Bung Karno untuk bangsa Indonesia. Bung Karno merupakan anak seorang guru desa. Ia lahir dari pasangan bernama Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Dalam tubuhnya mengalir darah Jawa dan Bali.
Saya mengenal pemikiran Bung Karno, ketika mengenyam pendidikan SMA di Seminari Garum Blitar, Jawa Timur.
Baca juga: Sejarah Supersemar dan Isi Perintah yang Ditandatangani Ir Soekarno
Kebetulan sekolah saya tidak jauh dengan makam Sang Proklamator tersebut. Di situ pula berdiri kokoh Perpustakaan Proklamator Bung Karno, saya menikmati koleksi buku-buku pemikiran Bung Karno, antara lain Sarinah, Dibawah Bendera Revolusi, Indonesia Menggugat, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Tatkala melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, saya semakin mendalami pemikiran Bung Karno. S
aat itu saya aktif berdiskusi tentang pemikiran Bung Karno dengan kawan-kawan GMNI di Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta.
Kemudian, secara khusus saya juga nyantrik di Marhaen Institute Yogyakarta, yang diasuh langsung oleh Profesor Wuryadi selaku Ketua Dewan Pimpinan Nasional Keluarga Besar Marhaenis.
Selanjutnya, saya hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan magister hukum di Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Setelah lulus, saya mengajar sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.