Lebih-lebih, Turki Usmani harus menampung para imigran suku Tatar dari Crimea dan orang-orang Kaukasus. Walaupun begitu, imigran Tatar dari Crimea ini banyak memainkan peran positif di Turki Usmani, seperti mempromosikan Pan-Turkisme dan Nasionalisme Turki (Norman Stone, Turkey in the Russian Mirror, 2004: 86).
Dampaknya, Kekaisaran Turki Usmani terpaksa mengeluarkan anggaran besar untuk pendidikan publik. Pada tahun 1860-1861, pemerintah mengeluarkan 0,2 persen budget APBN diperuntukkan bagi pendidikan (Jörg Baten, A History of the Global Economy. From 1500 to the Present, 2016: 50).
Banyaknya tanggungan Kekaisaran Turki Usmani ini di bidang budgeting berdampak pada kelemahan militernya. Pada saat Turki Usmani ingin memodernisasi kekuatan militer dan infrastruktur negaranya, pada saat yang sama, para debitur menagihnya dengan paksa.
Sejarawan Eugene Rogan mengatakan, satu-satunya ancaman akan kemandirian Timur Tengah pada abad 19 bukanlah tentara Eropa melainkan perbankan (Rogan, 2011: 105). Jadi, hutang melilit Kekaisaran Turki Usmani adalah faktor utama yang menyebabkan kemundurannya, kekalahan pada setiap peperangan, dan rendahnya tingkat pendidikan publik.
Pada tahun 1881, sebenarnya Turki Usmani sudah hancur. Sebab, seluruh hutang Kekaisaran telah disetujui untuk dikontrol langsung oleh lembaga yang disebut Ottoman Public Debt Administration (OPDA), namun konsil ini beranggotakan orang-orang Eropa. Presidensinya dipimpin oleh Perancis dan Ingris.
Badan OPDA tersebut mengendalikan sebagian besar ekonomi Turki Utsmani, dan menggunakan posisinya untuk memastikan bahwa modal Eropa terus menembus ke jantung kekaisaran, sehingga seringkali merugikan kepentingan Turki Usmani sendiri (Rogan, 2011: 106).
Dari sini sudah mengetahui dengan jelas, upaya-upaya modernisasi dan sekularisasi yang terjadi pada Turki di abad 21, misalnya yang dipelopori oleh Mustafa Kemal Ataturk, memiliki alasan yang cukup panjang.
Mustafa Kemal mengutamakan pendidikan, mewajibkannya, dan menggratiskannya, karena sejarah menunjukkan bahwa awal keruntuhan Turki Usmani adalah lemahnya pendidikan Islam, sehingga tidak mampu bersaing dengan pendidikan kaum Kristen.
Kekalahan di bidang pendidikan ini menjadi alasan kelemahan di berbagai aspek, terutama ekonomi dan politik. Karenanya, modernisasi, sekularisasi, dan unifikasi yang digagas oleh intelektual Turki abad 20 hingga 21 adalah untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para Sultan di era Turki Usmani.
Kesultanan dirasa perlu untuk segera dibubarkan, karena tidak lagi mampu bersaing dengan dunia yang terus maju secara pesat. Inilah yang dirasa oleh generasi baru Turki, yang merasa penting membubarkan kekaisaran mereka yang pernah jaya di masa silam. Tampaknya, perubahan memang harus terjadi demi perbaikan di masa depan.[]
*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.