Oleh: Dr Abraham C Hutapea SE SH MM
TRIBUNNEWS.COM - Gibran Rakabuming Raka adalah 'anak bawang.
Demikianlan sebagian publik mengasumsikan ketika putra sulung Presiden Joko Widodo itu “didapuk” Prabowo Subianto sebagai calon wakil presidennya di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Anak bawang adalah istilah yang menunjuk peserta suatu permainan yang tidak diperhitungkan.
Dalam konteks Pilpres 2024, keberadaan Gibran sebagai cawapresnya Prabowo diestimasikan tidak akan mendongkrak elektabilitas Menteri Pertahanan itu.
Siapa bilang Gibran anak bawang? Pertanyaan ini sangat relevan untuk disampaikan terkait cawapres pasangan Ketua Umum Partai Gerindra itu yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri atas Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan partai non-parlemen seperti Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora dan Partai Garuda.
Anak muda bukan jaminan tidak bisa bekerja. Anak muda bukan jaminan tidak bisa berprestasi. Lihat saja prestasi Gibran selama hampir tiga tahun ini menjadi Walikota Surakarta, Jawa Tengah.
“Anak tua” pun, kalau tidak bisa bekerja dan tidak berprestasi, buat apa? Lihat saja sejumlah kepala daerah yang dalam sisi usia tidak muda lagi, tetapi mereka tidak bisa bekerja, apalagi berprestasi.
Lihat pula perolehan suara Gibran yang berpasangan dengan Teguh Prakosa pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Surakarta tahun 2020 lalu, dimana pasangan ini mendapatkan 86,5 persen suara.
Bandingkan dengan perolehan suara Jokowi-Ma’ruf Amien di Surakarta dalam Pilpres 2019 yang “hanya” 82,22 persen.
Artinya, Gibran berhasil “mengalahkan” ayahnya dalam perolehan suara pemilu. Ini sebuah prestasi yang tak bisa dinafikan.
Memang ada asumsi kemenangan Gibran di Pilkada Surakarta 2020 karena ditopang PDIP yang merupakan pemenang Pemilu 2019 di Kota Surakarta. Ini tidak salah.
Tetapi kalau kita jeli, dalam pemilihan langsung itu sering terjadi anomali. Elektabilitas parpol terkadang tidak paralel dengan elektabilitas calon kandidat.
Contohnya dalam Pilpres 2004. Saat itu, Partai Demokrat ibarat anak bawang atau anak bau kencur yang baru lahir.