Oleh: Said Abdullah
Ketua Badan Anggaran DPR RI dan Ketua DPP PDI Perjuangan
TRIBUNNEWS.COM - Kita tahu semua tahun 2024 adalah tahun politik.
Tahun politik di tengah demokrasi kita yang malah surut mundur.
Kondisi ini membuat para investor memiliki banyak analis sebelum mereka melakukan investasi.
Dan sudah barang tentu mereka menghitung seluruh risiko risikonya.
Kita akan melaksanakan pemilu legislative (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) bulan depan.
Dan berdasarkan pada peta politik yang ada, besar kemungkinan pilpres akan berlangsung dua putaran.
Dan besar kemungkinan juga akan bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) jika melihat kecenderungan tahapan pemilu yang tidak jujur dan adil.
Keadaan ini tentu berpotensi menimbulkan ketidakpastian usaha karena dinamika politik yang cenderung labil.
Karenanya diperkirakan investor akan menunggu, setidaknya setahun setelah pilpres.
Baca juga: Menteri Bahlil Akui Serapan Tenaga Kerja Belum Berbanding Lurus dengan Investasi
Artinya baru tahun 2025 mereka melihat perkembangan konsolidasi kekuasaan di pemerintahan dan DPR.
Sepanjang konsolidasi kekuasaan hasil pemilu 2024 belum terjadi, para investor akan lebih menahan diri.
Dari konsolidasi di pemerintahan itulah, pemerintah yang terpilih baru bisa menyusun kebijakan untuk meyakinkan investor.
Jadi kalau target investasi pada tahun 2024 lebih tinggi dari tahun 2023, dari Rp 1.400 triliun menjadi Rp 1.617 triliun, maka saya kira tidak mudah dicapai oleh pemerintah karena pertimbangan politik dalam negeri diatas.
Selain itu kondisi global dengan ketegangan global di timur tengah yang makin meluas, perang Rusia dan Ukraina belum berakhir serta ketegangan Tiongkok dan Amerika Serikat di Asia Timur juga akan menahan arus modal masuk ke Indonesia.
Dengan demikian, investor global akan lebih memilih di negara-negara konservatif dengan kondisi ekonominya yang sudah stabil.
Kebijakan suku bunga tinggi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat yang belum segera berakhir pastinya masih akan menyedot Dolar Amerika Serikat bertahan di kampungnya.
Jadi, wajar kalau Bank Dunia membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari target APBN 2024.
Bank dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di level 4,9 persen, sementara asumsi makro di APBN 2024 sebesar 5,2 persen.
Saya kira investasi pada sektor pangan dan energi hijau menjanjikan imbal hasil yang baik.
Apalagi kedua sektor itu didukung penuh oleh kebijakan, seperti insentif perpajakan, bea masuk, dan kemudahan kemudahan lainnya seperti perizinan.
Dan saya kira siapapun yang nanti terpilih meneruskan pemerintahan berikutnya, dua sektor itu niscaya akan diperkuat sebagai fokus kebijakan kedepan.
Akhirnya saya pikir berat dan berat target investasi di tahun politik ini.