Pemandian seliran ini memiliki misteri. Konon menurut cerita masyarakat setempat, mata air sendang ini muncul ketika Panembahan Senopati menancapkan tongkatnya di daerah itu.
Penancapan tongkat itu dilakukan di Sendang Lanang yang sampai saat ini masih dapat ditemukan berbentuk sebuah sumur kecil di sebelah selatan sendang.
Sampai saat ini Sendang Seliran ini masih menyimpan misteri.
Misteri pertama adalah dari segi nama. Konon masyarakat sekitar mengartikan seliran ini dari kata selir.
Sendang Seliran dianggap sebagai tempat mandi para selir Kanjeng Panembahan Senopati.
Yang dimaksud demikian adalah Sendang Putri yang konon diperuntukkan mandi untuk kaum wanita.
Menurut buku berjudul Kota Gedhe yang ditulis oleh Djoko Soekiman (1992), Sendang Saliran ini berasal dari kata salira.
Diceritakan bahwa Ki Ageng Pamanahan dan Panembahan Senapati dalam membangun sendang ini dikerjakan sendiri yang dalam bahasa Jawa disebut "disalirani.. Karena itu, sendang ini disebut sebagai Sendang Saliran.
Ada juga yang mengartikan Sendang ini sebagai tempat mandi atau untuk membersihkan diri. Diri dalam bahasa Jawa disebut juga dengan salira.
Menurut Djoko Soekiman, di Sendang Seliran ditemukan sebuah prasasti dalam bentuk candrasengkala yang berbunyi toya saliran sembahan jalmi merupakan simbol dari angka tahun Hijriyah 1284 atau 1867 Masehi.
Mungkin candra sengkala inilah nama dari sendang ini, yaitu saliran. Dalam tradisi Jawa, candra sengkala berkaitan dengan suasana yang terjadi, misalnya “sirna ilang kertaning bumi” simbol hilangnya kejayaan Majapahit dengan tahun saka 1400 atau 1478 Masehi.
Kalimat “toya saliran sembahan jalmi” dapat diartikan sebagai “air untuk membersihkan diri milik orang yang disembah manusia, yaitu Raja”.
Bisa juga diartikan sebagai “air untuk membersihkan diri dalam rangka manusia akan menyembah”.
Candra sengkala itu sekaligus menjelaskan fungsi Sendang Seliran sebagai tempat membersihkan diri Panembahan Senapati atau tempat membersihkan diri ketika akan menyembah, yaitu ke masjid.