TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Empat orang Tajikistan bersenjata api menyerang pengunjung Crocus City Hall di Krasnogorsk, Moskow.
Sekurangnya 143 orang tewas akibat tembakan maupun terjebak kebakaran yang diciptakan penyerang. Kelompok ISIS-Khorasan mengklaim bertanggungjawab atas serangan tersebut.
Klaim ISIS-K ini digemakan elite pemimpin dan media arus utama barat. Namun Rusia menyatakan para penyerang digerakkan kekuatan asing.
Presiden Putin, Menlu Sergey Lavrov, dan Kepala FSB serta Komite Investigasi semuanya mengklaim banyak petunjuk menunjukkan keterlibatan Kiev.
Lavrov menggambarkan argumentasi para pemimpin barat yang menyatakan Ukraina tidak bersalah, sebagai hal yang mencurigakan.
Telunjuk mereka mengarah ke pemimpin badan intelijen Ukraina. Sejumlah pakar geopolitik internasional mengatakan, jika Kiev terlibat maka CIA dan jaringannya pasti terkait.
Baca juga: Rusia Ringkus 11 Orang Dalang Serangan Berdarah di Balai Kota Crocus Moskow
Baca juga: Rusia Curiga, AS Langsung Klaim Pelaku Teror Crocus adalah ISIS Tanpa Tunggu Pengadilan
Peran intelijen dalam berbagai konflik besar di dunia sudah tidak diragukan lagi. Mereka mampu menggerakkan siapa saja, untuk kepentingan mereka dan negaranya.
Perang Afghanistan era Soviet dan konflik di Irak-Suriah adalah contoh sederhana bagaimana intelijen bermain dan menentukan eskalasi konflik.
Di Afghanistan, CIA melatih dan mempersenjatai kelompok Mujahidin dalam perangnya melawan tentara merah Soviet.
Kelak, kelompok proksi AS ini pula yang melahirkan Al Qaeda dan Osama bin Laden. Dari Osama, lahir tokoh penting yang memicu konflik sektarian berdarah di Irak.
Namanya Abu Musab al-Zarqawi. Dia pendiri Al-Qaeda di Irak (AQI). Zarqawi berasal dari Yordania. Dia memiliki catatan panjang kriminalitas.
William van Wagenen, kolumnis The Cradle, mengamati kehidupan Zarqawi dan pengaruhnya yang signifikan terhadap deretan peristiwa berdarah di Irak.
Ia menyimpulkan, kemungkinan besar Zarqawi adalah produk dan alat intelijen AS.
Para ahli strategi neokonservatif di pemerintahan George W Bush memanfaatkan Zarqawi sebagai pion untuk membenarkan invasi ilegal AS ke Irak pada 2003, kepada publik Amerika.