Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Bagaimana Intelijen Manfaatkan Gembong Teror Jadi Aset Peperangan?

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang anggota bersenjata Saraya al-Salam (Brigade Perdamaian), sayap militer yang berafiliasi dengan ulama Syiah Moqtada al-Sadr, mengarahkan granat berpeluncur roket selama bentrokan dengan pasukan keamanan Irak di Zona Hijau Baghdad pada 30 Agustus 2022. - Pertempuran antara Pasukan saingan Irak kembali di Baghdad, di mana 23 pendukung pemimpin Syiah Moqtada Sadr telah ditembak mati sejak Senin, menurut jumlah korban terbaru oleh petugas medis. Bentrokan antara pendukung Sadr dan tentara dan orang-orang Hashed al-Shaabi, mantan paramiliter yang terintegrasi ke dalam pasukan Irak, telah mereda semalam tetapi berlanjut lagi pada pagi ini. (Photo by Ahmad Al-rubaye / AFP)
Seorang anggota bersenjata Saraya al-Salam (Brigade Perdamaian), sayap militer yang berafiliasi dengan ulama Syiah Moqtada al-Sadr, mengarahkan granat berpeluncur roket selama bentrokan dengan pasukan keamanan Irak di Zona Hijau Baghdad pada 30 Agustus 2022. - Pertempuran antara Pasukan saingan Irak kembali di Baghdad, di mana 23 pendukung pemimpin Syiah Moqtada Sadr telah ditembak mati sejak Senin, menurut jumlah korban terbaru oleh petugas medis. Bentrokan antara pendukung Sadr dan tentara dan orang-orang Hashed al-Shaabi, mantan paramiliter yang terintegrasi ke dalam pasukan Irak, telah mereda semalam tetapi berlanjut lagi pada pagi ini. (Photo by Ahmad Al-rubaye / AFP)

Anehnya, meskipun basis Zarqawi terletak di wilayah Kurdistan Irak, pemerintahan Bush memilih untuk tidak bertindak ketika ada peluang emas untuk menetralisirnya.

The Wall Street Journal pernah melaporkan Pentagon menyusun rencana rinci pada Juni 2002 untuk menyerang kamp pelatihan Zarqawi.

Tetapi penggerebekan terhadap Zarqawi tidak terjadi. Berbulan-bulan rencana itu berlalu tanpa lampu hijau Gedung Putih.

Lawrence Di Rita, juru bicara utama Pentagon saat itu, membenarkan kelambanan tindakan tersebut dengan mengklaim kamp tersebut menarik perhatian hanya karena diyakini memproduksi senjata kimia.

Meskipun ancaman senjata kimia dan biologi yang jatuh ke tangan teroris dianggap sebagai ancaman utama, alasan paling penting AS adalah menggulingkan Saddam Hussein.

Sebaliknya, Jenderal John M Keane, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat AS pada saat itu, menjelaskan informasi intelijen mengenai kehadiran Zarqawi di kamp tersebut.

Dalam laporan itu terekam tentang detil informasi Zarqawi, risiko kerusakan yang rendah jika diambil indakan, dan kamp tersebut salah satu target terbaik yang pernah dimiliki AS.

Pada Januari 2004, alasan utama yang jadi dalih pembenaran pemerintahan Bush atas invasi Irak pun terungkap.

David Kay, inspektur senjata yang bertugas menemukan senjata pemusnah massal Irak, secara terbuka menyatakan, mereka tidak menemukan senjata itu.

"Saya rasa senjata tersebut tidak ada," katanya setelah sembilan bulan melakukan pencarian, dan Saddam Hussein dijatuhkan di Baghdad.

The Guardian melaporkan kegagalan menemukan senjata pemusnah massal merupakan pukulan telak terhadap alasan invasi ke Irak hingga kini.

Bahkan Bush pun terpaksa menulis ulang alasannya menciptakan perang di Irak.

Pada 9 Februari 2024, ketika rasa malu terhadap kegagalan menemukan senjata pemusnah massal semakin meningkat, Menlu Collin Powell menyebut nama Zarqawi.

Tokoh itu disebut aktif di Irak dan melakukan hal-hal yang seharusnya diketahui rakyat Irak. Washington mengaitkan Zarqawi dengan kegiatan terorisme Al Qaeda yang diperangi AS.

Dua minggu sebelumnya, intelijen AS dengan mudahnya mempublikasikan surat setebal 17 halaman yang diklaim ditulis Zarqawi.

Penulisnya mengaku bertanggung jawab atas berbagai serangan teror, berargumentasi memerangi Syiah di Irak lebih penting daripada melawan tentara pendudukan AS.

Ia menurut laporan itu bersumpah akan memicu perang saudara antara komunitas Sunni dan Syiah di negara tersebut.

Pada bulan-bulan berikutnya, para pejabat AS mengaitkan serangkaian pemboman brutal yang menargetkan warga Syiah Irak dengan Zarqawi tanpa memberikan bukti keterlibatannya.

Pada Maret 2004, serangan bunuh diri terhadap tempat suci Syiah di Karbala dan distrik Kadhimiya di Bagdad menewaskan 200 jamaah yang memperingati Asyura.

Pada April, pemboman mobil di kota Basra yang mayoritas penduduknya Syiah di Irak selatan menewaskan sedikitnya 50 orang.

Mengenai serangan Karbala dan Kadhimiya, Al-Qaeda mengeluarkan pernyataan melalui Al-Jazeera yang menyangkal keras keterlibatannya.

Namun ketua Otoritas Sementara Koalisi (CPA) Paul Bremer bersikeras Zarqawi terlibat.

Dugaan serangan Zarqawi terhadap Syiah di Irak turut memicu perpecahan antara perlawanan Sunni dan Syiah terhadap pendudukan AS dan menabur benih perang sektarian di masa depan.

Hal ini terbukti membantu tentara AS, yang berusaha mencegah faksi Sunni dan Syiah untuk bergabung dalam perlawanan terhadap pendudukan.

Pada April 2004, Presiden Bush memerintahkan invasi besar-besaran untuk menguasai Fallujah, sebuah kota di Provinsi Anbar yang menjadi pusat perlawanan Sunni.

Bersumpah untuk menenangkan kota tersebut, Brigjen Marinir Mark Kimmitt melancarkan serangan menggunakan helikopter tempur, drone pengintai tak berawak, dan pesawat tempur F-15.

Serangan itu menjadi kontroversial karena Marinir membunuh banyak warga sipil, menghancurkan sejumlah besar rumah dan bangunan, dan membuat sebagian besar penduduk kota mengungsi.

Akhirnya, karena tekanan publik yang meluas, Presiden Bush terpaksa menghentikan serangan tersebut, dan Fallujah menjadi zona larangan bagi pasukan AS.

Kegagalan mempertahankan pasukan di lapangan di Fallujah membuat para perencana AS kembali menggunakan strategi Zarqawi untuk melemahkan perlawanan Sunni dari dalam.

Pada Juni, seorang pejabat senior Pentagon mengklaim "informasi baru" telah terungkap yang menunjukkan Zarqawi "mungkin bersembunyi di kota kubu Sunni, Fallujah."

Namun, pejabat Pentagon mengingatkan informasi tersebut tidak cukup spesifik untuk memungkinkan operasi militer dilancarkan untuk mencoba menemukan al-Zarqawi.

Kemunculan tiba-tiba Zarqawi dan para jihadis lainnya di Fallujah saat ini bukanlah suatu kebetulan.

Dalam laporan yang ditulis untuk Komando Operasi Khusus AS (USSOCOM) bertajuk “Memisahkan Musuh Kita,” Thomas Henriksen menjelaskan militer AS menggunakan Zarqawi untuk mengeksploitasi perbedaan di antara musuh-musuhnya di Fallujah dan di tempat lain.

Dia menulis militer AS mempertahankan tujuan untuk mengobarkan pertemuan mematikan musuh-lawan-musuh, sehingga musuh-musuh Amerika saling melenyapkan.

Ia menambahkan, "Ketika (konflik) perbedaan tidak ada, operator Amerikalah yang menghasutnya."

Studi Kasus Perang Fallujah

Henriksen kemudian mengutip peristiwa di Fallujah pada musim gugur 2004 sebagai studi kasus yang menunjukkan intrik cerdas yang diperlukan untuk mengatur pemberontak melawan pemberontak.

Dia menjelaskan pandangan takfiri-Salafi dari Zarqawi dan rekan-rekan jihadnya menyebabkan ketegangan dengan pemberontak lokal yang nasionalis dan menganut pandangan agama sufi.

Pemberontak lokal juga menentang taktik Zarqawi, termasuk aksinya menculik jurnalis asing, membunuh warga sipil melalui pemboman tanpa pandang bulu, dan menyabotase infrastruktur minyak dan listrik negara tersebut.

Henriksen lebih lanjut menjelaskan operasi psikologis AS, yang mengambil keuntungan dan memperdalam intra-pemberontak di Fallujah, menyebabkan baku senjata setiap malam yang tidak melibatkan pasukan koalisi.

Perpecahan ini segera meluas ke kubu perlawanan Sunni lainnya di Ramadi di Provinsi Anbar dan distrik Adhamiya di Baghdad.

Perpecahan yang dipicu intelijen AS melalui Zarqawi di Fallujah membuka jalan bagi invasi AS lainnya ke kota yang bergolak itu pada November 2004, beberapa hari setelah Bush terpilih kembali.

Jurnalis BBC Mark Urban melaporkan ada 2.000 mayat ditemukan setelah pertempuran tersebut, termasuk ratusan warga sipil.

Abu Musab al-Zarqawi tidak termasuk di antara korban tewas, setelah berhasil melewati penjagaan AS di sekitar kota sebelum serangan dimulai.

Intelijen militer AS kemudian mengakui penggunaan operasi psikologis untuk mempromosikan peran Zarqawi dalam pemberontakan Sunni melawan pendudukan AS.

The Washington Post melaporkan pada April 2006 militer AS sedang melakukan kampanye propaganda untuk memperbesar peran pemimpin Al-Qaeda di Irak.

Ini membantu pemerintahan Bush mengaitkan perang tersebut dengan organisasi yang bertanggung jawab atas serangan 11 September 2001.

The Post mengutip Kolonel AS Derek Harvey yang menjelaskan, “Fokus kami terhadap Zarqawi telah memperbesar gambarnya, jika Anda mau – menjadikannya lebih penting daripada dirinya yang sebenarnya."

Seperti yang dilaporkan lebih lanjut oleh Post, dokumen internal yang merinci kampanye operasi psikologis tersebut secara eksplisit mencantumkan 'Pemirsa Dalam Negeri AS' sebagai salah satu target kampanye propaganda yang lebih luas.

Kampanye untuk mempromosikan Zarqawi juga terbukti membantu Presiden Bush selama kampanye pemilihannya kembali pada Oktober 2004.

Ketika penantangnya dari Partai Demokrat John Kerry menyebut perang di Irak sebagai pengalihan dari apa yang disebut Perang Melawan Teror di Afghanistan, Presiden Bush menjawab secara enteng.

“Kasus seorang teroris menunjukkan betapa salahnya pemikiran (Kerry). Pemimpin teroris yang kita hadapi di Irak saat ini, yang bertanggung jawab menanam bom mobil dan memenggal orang Amerika, adalah seorang pria bernama Zarqawi,” kata Bush.

Gambar yang diambil dari sebuah video propaganda yang diunggah ISIL, Rabu (11/6/2014), diduga memperlihatkan kaum militan ISIL berkumpul di sebuah lokasi yang tidak diketahui di Provinsi Nineveh, Irak. (Kompas.com)

Siapa yang membunuh Nick Berg?

Nick Berg, seorang kontraktor AS di Irak, diduga dipenggal kepalanya oleh Zarqawi. Pada Mei 2004, outlet berita barat menerbitkan video yang menunjukkan Berg, mengenakan jumpsuit oranye gaya Guantanamo, dipenggal sekelompok pria bertopeng.

Seorang pria bertopeng yang mengaku sebagai Zarqawi menyatakan dalam video pembunuhan Berg adalah sebagai tanggapan atas penyiksaan yang dilakukan AS terhadap para tahanan di penjara Abu Ghraib.

Berg berada di Irak untuk mencoba memenangkan kontrak rekonstruksi. Ia menghilang hanya beberapa hari setelah dia menghabiskan satu bulan di tahanan AS di Mosul, di mana dia diinterogasi beberapa kali oleh FBI.

Pada tanggal 8 Mei, sebulan setelah hilangnya dia, militer AS mengklaim mereka menemukan mayatnya yang dipenggal di pinggir jalan dekat Baghdad.

Namun klaim AS bahwa Zarqawi membunuh Nick Berg tidak dapat dipercaya.

Seperti yang dilaporkan Sydney Morning Herald pada saat itu, terdapat bukti video pemenggalan itu dibuat-buat dan termasuk rekaman interogasi Berg di FBI.

Video tersebut diunggah ke internet bukan dari Irak tetapi dari London, dan tetap online cukup lama hingga CNN dan Fox News dapat mengunduhnya.

Brigjen Mark Kimmitt juga berbohong tentang Berg yang ditahan militer AS, dengan mengklaim Berg hanya ditahan polisi Irak di Mosul.

Namun video tersebut memperkuat ingatan masyarakat Amerika bahwa Zarqawi dan Al-Qaeda adalah ancaman teror utama.

Begitu besarnya dampak yang terjadi di AS, sehingga setelah video tersebut dirilis, istilah ‘Nick Berg’ dan ‘Perang Irak’ untuk sementara menggantikan pornografi dan selebriti Paris Hilton dan Britney Spears sebagai pencarian utama di internet.

Sektarianisme Tujuan Utama AS-Israel

Perang sektarian skala besar meletus setelah pemboman masjid Syiah Al-Askari di kota Sunni Samarra di Irak tengah pada Februari 2006.

Perang tersebut dapat diatasi sepenuhnya berkat bimbingan agama yang dikeluarkan otoritas Syiah tertinggi dan paling berpengaruh di negara tersebut, Ayatollah Agung Ali al-Sistani.

Al-Qaeda tidak mengambil pujian atas serangan tersebut, namun Presiden Bush kemudian menyatakan pengeboman tempat suci tersebut adalah rencana Al-Qaeda.

Zarqawi akhirnya tewas dalam serangan udara AS di rumah yang ditempatinya beberapa bulan kemudian, tepatnya 7 Juni 2006.

Seorang legislator Irak, Wael Abdul-Latif, mengatakan Zarqawi menyimpan nomor telepon pejabat senior Irak di ponselnya pada saat kematiannya.

Hal ini menunjukkan Zarqawi digunakan oleh elemen-elemen dalam pemerintahan Irak yang didukung AS.

Pada saat kematian Zarqawi, agenda neokonservatif untuk memecah belah dan melemahkan Irak melalui kekacauan dan konflik sektarian telah mencapai puncaknya.

Tujuan ini semakin diperburuk dengan munculnya kelompok penerus AQI, yaitu ISIS yang beberapa tahun kemudian memainkan peran besar dalam mendestabilisasi negara tetangga Suriah.

ISIS memicu ketegangan sektarian di sana, dan memberikan pembenaran bagi pembaruan mandat kehadiran militer AS di Irak sampai hari ini.

Sudah banyak laporan dan analisis tentang kehadiran pangkalan AS di perbatasan Irak-Suriah, maupun di dalam wilayah Suriah, serta peran mereka menyokong sisa-sisa ISIS.

Pemimpin ISIS-Khorasan saat ini, Shahab al-Muhajir alias Sanaullah Ghafari, di masa lalu pernah bekerja di pangkalan udara pasukan koalisi internasional di Bagram, Afghanistan.  

Selanjutnya pernah jadi pengawal pribadi PM Afghanistan Jenderal Abdul Rashid Dostum yang dekat dengan militer sekutu.

Dilihat dari rekam jejak dan perjalanannya inilah, klaim ISIS-K atas serangan Crocus City Hall menerbitkan dugaan kuat mereka jadi proksi kekuatan besar.

Siapa paling diuntungkan atas pembunuhan massal di Crocus City Hall tentu yang posisinya saat ini sedang kritis di tengah perang Rusia-Ukraina.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini