News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Zelensky Tetap Berkuasa Walau Tak Punya Legalitas Jadi Presiden Ukraina

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden AS Joe Biden menyambut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Serambi Selatan Gedung Putih di Washington, DC, pada 21 September 2023.

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Masa jabatan Presiden Ukraina Volodymir Zelensky sudah habis per 20 Mei 2024. Artinya sudah sepekan lalu Zelensky seharusnya tak punya legalitas memimpin Ukraina.

Sesuai konstitusi Ukraina, masa jabatan Zelensky hanya lima tahun, dan harus diselenggarakan Pemilu untuk memilih pemimpin baru.

Pemilihan harusnya diselenggrakan Maret 2024, namun Parlemen Ukraina atau Verkhovna Rada akhir tahun lalu memutuskan tidak ada Pemilu.

Lalu atas dasar apa pemerintahan Ukraina tetap dijalankan, dan Zelensky masih menduduki kursi kepresidenan?

Undang-undang Darurat Militer dijadikan alasan legal Volodymir Zelensky terus melanjutkan pemerintahan hingga peraturan itu tidak diperlukan lagi.

UU Darurat Militer muncul ketika konflik bersenjata pecah antara Rusia-Ukraina. Jutaan penduduk Ukraina mengungsi ke luar negaranya.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-822: Putin Sebut Jabatan Zelensky Sudah Kedaluwarsa

Baca juga: Elon Musk Kritik Proses Demokrasi di Ukraina, Heran Zelensky Masih Presiden saat Masa Jabatan Habis

Baca juga: Bantuan Militer Tak Cukup, Zelensky Minta Negara NATO Ikut Tembaki Rudal Rusia

Sementara situasi di sebagian wilayah Ukraina dalam kondisi perang. Ini alasan kedua yang memungkinkan Pemilu Ukraina tidak bisa digelar.

Secara domestik, tidak banyak pihak di Ukraina yang menggugat legalitas Zelensky, yang telah melampaui masa jabatannya.

Sebaliknya, Zelensky memperingatkan mereka yang mempertanyakan legitimasinya telah menggunakan ‘narasi musuh’.

Presiden Rusia Vladimir Putin Jumat lalu bersama Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengingatkan kembali soal legalitas kepemimpinan Zelensky.

Keduanya juga mempertanyakan kepada siapa pemimpin Ukraina yang sah, jika Rusia harus bernegosiasi saat ini.

Realita politik di Ukraina saat ini memang memperlihatkan situasi yang lebih menguntungkan Zelensky.

Sebagian besar masyarakat Ukraina menunjukkan tingkat kepuasan cukup tinggi terhadap kepemimpinan Zelensky.

Sebanyak 69 persen warga Ukraina masih mempercayai Zelensky, sementara kurang dari seperempat persen responden berpandangan sebaliknya.

Dukungan penyelengaraan Pemilu di Tengah peperangan juga sangat rendah. Hanya 15 persen yang mendukung tersenggaranya Pemilu.

Namun begitu, sekali lagi, secara konstitusi, legitimasi Zelensky memegang jabatan presiden sangat rendah dan lemah.

Sebab, ia hanya bersandar pada UU Darurat Militer, yang dalam konstitusi Ukraina tidak diatur secara rigid peralihannya.

Zelensky juga hanya berpegangan pada kesepakatan faksi-faksi politik di parlemen, yang kompak menyetujui sepanjang UU Darurat Militer masih diterapkan, belum bisa digelar Pemilu.

Pertanyaannya, sampai kapan UU Darurat Militer itu diterapkan rezim Kiev? Apakah ada prospek negosiasi dan perdamaian dalam waktu dekat?

Dua pertanyaan ini tidak ada kepastian. Perang agaknya masih jauh darai kata selesai. Negosiasi Moskow-Kiev, juga tidak ada tanda-tanda bakal digelar.

Upaya terdekat adalah Konferensi Perdamaian Ukraina yang digelar di Swiss. Konferensi ini akan diselenggarakan pertengah Juni.

Tapi sejak awal konferensi ini dicibir, karena penyelenggara tidak menyertakan Rusia dalam konferensi.

Pertemuan menuju usaha perdamaian di Ukraina mustahil tanpa melibatkan Rusia. Juga inisiatif lain akan mustahil menemukan titik temu tanpa melibatkan AS, Uni Eropa, dan NATO.

Karena itu Konferensi Perdamaian Ukraina di Swiss dua pekan lalu, ditengarai hanya bakal jadi panggung Zelensky menggoreng narasi penderitaan versi Ukraina.

Presiden AS Joe Biden dikabarkan tidak akan menghadiri konferensi itu. Begitupun Wapres AS Kamala Harris juga tidak mendapatkan tugas ke Swiss.

Ini memberikan petunjuk jelas, konferensi Ukraina di Swiss hanya pepesan kosong, yang tidak akan banyak artinya bagi perdamaian Rusia-Ukraina.

Tapi bagi Volodymir Zelensky, konferensi itu akan menjadi panggung penting baginya, untuk menunjukkan dia tetap didukung rakyat Ukraina.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (CL) dan Kolonel Jenderal Oleksandr Syrskyi (CR) mengunjungi pos komando tentara Ukraina di Kupiansk, wilayah Kharkiv pada 30 November 2023. (Handout / LAYANAN PERS PRESIDEN UKRAINIAN / AFP)

Zelensky sudah dipastikan akan mengulang rengekan-rengekannya, meminta bantuan lebih besar lagi dari AS, Inggris, Uni Eropa, dan NATO dalam perangnya melawan Rusia.

Permintaan itu bahkan jauh melampaui akal rasio para pemikir barat, karena sudah pasti risikonya akan membawa Eropa mendekati perang terbuka melawan Rusia.

Zelensky meminta jet-jet tempur F-16, rudal Taurus berjangkauan lebih dari 500 kilometer, rudal Patriot, dan arsenal tempur lebih dahsyat.

Persenjataan itu akan dipakainya menyerang target-target jauh di wilayah Rusia, dalam upayanya membalikkan situasi genting yang saat ini terjadi di front timur Ukraina.

Dalam beberapa pekan terakhir, jalur pertahanan Ukraina di Kharkiv, Chasov-yar, Zaporoshe, mulai ambruk.

Pasukan Moskow melaju ke titi-titik yang selama ini tak dipertahankan secara kuata oleh Ukraina, dan artinya ini akan semakin melemahkan perlawanan pasukan Kiev di front timur.

Vladimir Putin agaknya terus menjalankan ofensif terbatas yang bertujuan menekan pihak Ukraina agar kembali ke meja perundingan.

Uni Eropa dan NATO bersikap hati-hati menghadapi situasi ini, karena tidak ingin terseret dalam peperangan terbuka melawan Rusia.

Kanselir Jerman Olaf Scholz sudah menegaskan, Jerman tidak akan mengirimkan rudal Taurus seperti diminta Zelensky.

Penggunaan rudal jarak jauh oleh Ukraina, sangat berisiko menyeret Eropa dalam perang akbar yang tak terbayangkan akibatnya.

Meski berulang-ulang menegaskan tidak akan menggunakan senjata nuklir, Rusia mengatakan provokasi dan dukungan tanpa henti Eropa dan NATO ke Ukraina bisa membuka jalan ke sana.

Selain itu sebagian negara Eropa dan NATO menganggap Rusia akan meneruskan ekspansi militernya ke Eropa jika mereka menang di Ukraina.

Sebaliknya, Presiden Putin sudah berkali-kali menegaskan Moskow tidak punya niat menyerang kekuatan Eropa manapun.

Ini adalah isu-isu yang sangat kuat dan jadi narasi utama para elite Uni Eropa dan NATO. Sementara Zelensky dalam hal ini menjalankan sebagian misi para sponsornya.

Ukraina adalah proksi barat melawan Rusia. Ini nyata mengingat posisi Ukraina yang bukan anggota Uni Eropa dan bukan pula anggota NATO.

Karena itu dalam konteks legitimasinya sebagai Presiden Ukraina, maka para sponsor juga turut menentukan kelanjutan nasib Zelensky.

Jika Zelensky dipandang masih mampu menjalankan agenda proksi, maka ia akan terus mendapatkan dukungan untuk berkuasa.

Ini bisa dilihat ketika terjadi krisis internal, ditandai persaingan sengit pemimpin militer Ukraina dengan kepresidenan.

Saat Jenderal Valery Zalushny dicopot, tidak terjadi perlawanan berarti, yang artinya para sponsor turut mengkondisikan tidak pecahnya konflik terbuka antara Zelensky vs Zalushny.

Sampai di titik ini, maka legitimasi Zelensky secara konstitusional memang lemah, tapi ia memiliki legalitas hukum dan dukungan politik para elite Ukraina.

Komplikasi mungkin akan muncul, seperti pertanyaan Vladimir Putin, dengan siapa Rusia akan berunding ketika masa jabatan Presiden Zelensky semestinya sudah berakhir.

Terlepas dari masalah ini, sesungguhnya konflik Rusia-Ukraina akan berakhir jika AS sepakat duduk semeja, berunding dengan Rusia.

Apa yang harus disepakati, para pemimpin kedua negara inilah yang merumuskan dan harus memutuskan jalan tengahnya.

Zelensky cukup menonton dan mengikuti apa kata bos-bosnya saja, dari istananya di Kiev.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini