Keempat prinsip ini sepatutnya melekat pada setiap pelaksanaan Pemilu dalam rangka memastikan tegaknya kedaulatan rakyat.
Semangat Hari Pancasila
Dalam pidato tanggal 26 Mei 1958 pada kursus Pancasila di depan kader-kader Pancasila di Istana Negara, Bung Karno menyatakan waktu menggali Pancasila sampai saf (lapis) yang paling dalam, yaitu ke saf pra Hindu agar Pancasila selain dapat menjadi “titik temu” yang menyatukan, sebagai alat pemersatu, dan “meja statis”, yang mampu menjadi “leidstar dinamis” untuk memberikan orientasi dan cita-cita bangsa ke depan.
Pernyataan Bung Karno ini menjadi landasan ontologis, untuk menghadirkan kembali Haluan Negar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang bertumpu pada prinsip negara hukum dan supremasi konstitusi, yaitu:
Pertama, Haluan Negara merupakan haluan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Kedua, Haluan Negara merupakan kehendak rakyat untuk mewujudkan tujuan negara serta sebagai upaya untuk memberikan arah bagi penyelenggara negara dan rakyat Indonesia dalam mencapai tujuan bernegara.
Ketiga, Haluan Negara berfungsi untuk memberikan kejelasan arah bagi perjuangan dan pembangunan bangsa dan negara, agar dapat menciptakan keadaan yang diinginkan dalam jangka waktu tertentu serta untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
Keempat, Haluan Negara bukan semata-mata sebagai arah pembangunan nasional saja, akan tetapi di dalamnya juga terkandung mekanisme dan arah bagi semua penyelenggara negara di pusat dan daerah.
Menghadirkan kembali “Haluan Negara” akan menjadi salah satu alternatif solusi terbaik agar penyelenggaraan Pemilu Presiden ke depan tidak lagi diwarnai berbagai isu yang mengarah pada penyelenggaraan Pemilu yang tidak demokratis.