Zelensky juga menuntut pembangunan kembali infrastruktur Ukraina oleh Rusia, sekaligus meminta peradilan kejahatan perang terhadap para pemimpin Rusia.
Inilah yang disindir Vladimir Putin sebagai fantasi Ukraina, yang didukung para bekingnya di NATO.
Terlebih di mata Rusia, kekuasaan Volodymir Zelensky sudah berkahir pada 20 Mei 2024. Kekuasaannya saat ini tidak sah secara konstitusional.
Tentang kepercayaan pihak lain, Vladimir Putin mengacu pengakuan Angela Merkel dan Francois Hollande, mantan pemimpin Jerman dan Prancis tentang Kesepakatan Minsk 2014.
Jerman dan Prancis menjadi penjamin atau garantor penyelesaian konflik Donbass. Tidak banyak yang mereka lakukan, dan ternyata barat hanya mengulur waktu.
Tidak ada arah menuju perdamaian. Kesempatan itu digunakan NATO untuk mempersenjatai dan meningkatkan kapasitas militer Ukraina.
Inilah yang dibaca Rusia, dan yang dimaksud Vladimir Putin sebagai rasa saling percaya yang sudah hilang dari pihak barat.
Sepeninggal Angela Merkel, perubahan besar terjadi di Jerman. Dulu Berlin adalah mitra dekat Moskow. Industri Jerman yang terkuat di Eropa sangat terbantu minyak dan gas Rusia.
Kini, di tangan Kanselir Olaf Scholz, Jerman tengah mengubah postur militernya yang pasif, menjadi kekuatan progresif yang harus siap menghadapi perang besar pada 2029.
Inilah realitas yang menjauhkan dari skema perdamaian Rusia-Ukraina, dan atau Rusia-NATO, hingga detik ini.
Rusia berulangkali menegaskan sikapnya siap duduk di meja perundingan, sebaliknya Ukraina semakin menjauh dari cara ini.
Sponsor Ukraina di barat, para politisi penganjur perang, industrialis militer, kelompok antiRusia memilih terus memasok senjata ke Kiev.
Artinya, minyak peperangan terus dipompa, dan tidak ada pilihan lain bagi Rusia kecuali terus melanjutkan misinya melumpuhkan Ukkraina.
Vladimir Putin sudah menjanjikan kemenangan, melawan Ukraina dan tentu saja lebih besar lagi, menang melawan hegemoni NATO dan kekuatan barat.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)