TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jagat maya saat ini sedang dihebohkan oleh kasus rudapaksa dan pembunuhan Eky serta Vina, atau yang dikenal sebagai kasus Vina Cirebon, pada tahun 2016 silam.
Adapun hal ini dapat terjadi karena kemunculan film horor Indonesia yang disutradarai oleh Anggy Umbara, dengan judul “Vina: Sebelum 7 Hari”.
Sama seperti industri kreatif lainnya, gimmick berupa cerita yang diangkat dari kisah nyata merupakan salah satu trik yang paling sering digunakan untuk memperoleh perhatian audiens yang lebih banyak.
Meski hal tersebut terbukti efektif meningkatkan engagement publik pada masa penayangan, tidak dapat dipungkiri bahwa trik ini terkadang dapat menjadi bumerang bagi kreatornya.
Melansir dari beberapa artikel dan pemberitaan, film ini menuai beragam respon dari masyarakat. Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia (ALMI) bahkan sampai mengadukan film tersebut ke Bareskrim Polri karena proses hukum masih berjalan dan dianggap telah membuat kegaduhan di masyarakat.
Menurut Dosen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Studi Global, Universitas Budi Luhur, Arsenius Wisnu Aji Patria Perkasa, argumen ini berkebalikan dengan Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Putusan PN CIREBON Nomor 16/Pid.Sus-Anak/2016/PN CBN tanggal 10 Oktober 2016, yang menjatuhkan hukuman bagi delapan terdakwa.
Permasalahannya adalah kasus ini seharusnya melibatkan sebelas orang pelaku kejahatan. Dengan kata lain, masih ada tiga orang tersangka lain yang masih buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Tiga orang tersangka tersebut yaitu masih belum ditemukan setelah delapan tahun berselang.
Film Vina: Sebelum 7 Hari akhirnya kembali mengingatkan publik tentang kasus Vina Cirebon yang masih belum selesai.
Publik dan keluarga Vina akhirnya menuntut Polri untuk menuntaskan tiga orang tersangka yang masih buron tersebut sehingga kasus ini diproses kembali oleh Polres Cirebon, Polda Jawa Barat, dan Bareskrim Polri pada tahun 2024.
Baca juga: Kasus Vina Cirebon Masih Kusut, Kapolri: Penyelidikan Awal Kasus Vina Tidak Ilmiah
Meski demikian, proses ini dinilai semakin janggal oleh publik dan dianggap mengecewakan. Hal ini disebabkan oleh keputusan Polda Jabar bersama Polres Cirebon yang menghilangkan dua dari tiga nama DPO yang masih buron.
Nama buronan yang dihilangkan adalah Andi dan Dani, sedangkan Pegi alias Perong telah diamankan.
Meski demikian, penangkapan Pegi juga menimbulkan beragam spekulasi muncul dalam benak masyarakat maupun tokoh publik yang mengawal kasus ini. Mengapa dua nama buronan dikatakan fiktif sedangkan Pegi dilarang untuk berbicara pada saat konferensi pers Polda Jawa Barat?
Apakah memang ada bukti yang kuat atas keputusan tersebut? Bagaimana dengan teriakan Pegi yang merasa difitnah oleh Polri?