Oleh : Endang Tirtana, Pemerhati Politik
PEMILU 2024 telah berakhir seiring dengan tuntasnya sengketa pemilihan presiden dan anggota legislatif di Mahkamah Konstitusi (MK). Seluruh rakyat Indonesia menanti pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih serta pejaabat eksekutif maupun anggota legislatif yang menandai bergantinya pemerintahan baru untuk periode lima tahun nanti.
Presiden Jokowi dalam kesempatan zikir kebangsaan menyambut bulan kemerdekaan di Istana Merdeka belum lama ini, menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat Indonesia. Permohonan maaf itu juga mengatasnamakan K.H. Ma'ruf Amin sebagai pasangan wakil presiden yang menjabat sejak 2019.
Dengan kesungguhan dan rendah hati, duet Jokowi-Ma’ruf mengakui jika ada kesalahan dan rasa khilaf selama menjalankan amanat memimpin pemerintahan. Menurut Jokowi, dirinya hanya manusia biasa, sedangkan kesempurnaan hanyalah milik Tuhan. Karena itu Jokowi menyadari tidak bisa menyenangkan dan memenuhi harapan semua pihak.
Berkaitan dengan momentum perayaan kemerdekaan dan pergantian pemerintahan, Jokowi mengajak semua peserta zikir untuk bersama-sama mendoakan agar bangsa ini diberikan kemudahan dalam mencapai cita-cita kemajuan. Dalam ungkapan keagamaan, menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur, atau bangsa yang adil makmur dan selalu dirahmati oleh Tuhan.
Pro dan Kontra atas Ucapan Maaf Jokowi
Permintaan maaf Jokowi sebelum lengser sebagai presiden mengundang reaksi sejumlah kalangan. Elite PDIP, yang sebelumnya gencar menyerang pemerintah sejak dukungan Jokowi kepada Prabowo-Gibran, menanggapi secara negatif. Juru bicara PDIP Chico Hakim menganggap hal tersebut sudah terlambat, dengan menyebut soal memburuknya demokrasi dan pembegalan konstitusi.
Anggota DPR-RI dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menilai permintaan maaf Jokowi tidak diperlukan oleh PDIP. Masinton meminta Jokowi jujur dengan menyampaikan masalah-masalah bangsa mulai dari hancurnya demokrasi dan penegakan hukum hingga ekonomi, seperti pertumbuhan yang tidak tercapai, lonjakan utang, sulitnya lapangan kerja bagi anak muda, dan banjir barang-barang impor.
Bahkan Jokowi dianggap tidak bisa dipegang ucapannya, karena sering bertentangan dengan kenyataan. Hal tersebut dilontarkan politisi PDIP Deddy Sitorus, yang memandang ucapan maaf Jokowi sebagai kata-kata belaka yang tidak ada artinya. Menurut Deddy, jika memang serius maka Jokowi diminta menghapus kebijakan dan proyek-proyek yang merugikan rakyat kecil.
Sementara itu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menuntut Jokowi untuk mempertanggungjawabkan kebijakannya sebagai presiden alih-alih meminta maaf kepada rakyat. Hasto mencontohkan pihaknya yang getol menolak impor beras, dan meyakini bahwa data-data yang disampaikan pemerintah sudah dimanipulasi.
Kritik dari PDIP diamini para pegiat demokrasi dan HAM, seperti mantan Direktur YLBHI Asfinawati, yang mendesak presiden tidak cukup hanya meminta maaf tetapi juga memulihkan hak-hak rakyat yang terlanggar. Asfinawati juga menekankan bahwa nilai-nilai dalam kehidupan bernegara harus dibedakan dengan Jokowi sebagai personal.
Sebelumnya Asfinawati pernah memimpin sidang Mahkamah Rakyat yang menggugat dosa-dosa Jokowi selama memerintah. Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti yang menjadi penyaji dalam film dokumenter Dirty Vote yang kontroversial bahkan lebih keras lagi sikapnya, bahwa Jokowi semestinya hadir dan mempertanggungjawabkan tindakannya dalam forum Mahkamah Rakyat.
Sebuah media mengangkat liputan khusus dengan cover story “Nawadosa Jokowi”, untuk menggambarkan dosa-dosa Jokowi yang berkebalikan dengan Nawacita yang diusungnya pada 10 tahun silam. Ulasan Tempo banyak menekankan soal kemunduran demokrasi (democracy backsliding) dan menjelmanya negara dengan corak legalisme otokratik.
Pernyataan yang bernada membela Jokowi datang dari kalangan elite Gerindra yang kini praktis menjadi sekutu kuat Jokowi. Anggota DPR dari Gerindra Habiburokhman menyinggung pecah kongsi PDIP dan Jokowi yang memicu sikap emosional dan sakit hati dari segelintir elite PDIP, padahal dulunya mereka pula yang memuji-muji Jokowi setinggi langit.
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani memilih bersikap lebih bijak dengan meminta pihak-pihak yang merasa tersinggung dan jengkel dengan permintaan maaf Jokowi supaya mengubur perasaan itu dalam-dalam. Menurut Muzani, semua itu adalah ujian bagi kebersamaan, persatuan, dan kerukunan yang semestinya terus dipelihara dan dijunjung tinggi.
Barisan relawan pendukung Jokowi yang tergabung dalam Projo menyindir pihak-pihak yang merespons permintaan maaf itu sudah melakukan politisasi yang berlebihan dan balik mempertanyakan kesehatan psikologis mereka. Menurut Projo, permintaan maaf Jokowi adalah hal yang biasa dan manusiawi, lebih-lebih setelah melewati periode krisis dan pandemi Covid-19.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua PAN Viva Yoga Mauladi, yang menilai sikap Jokowi meminta maaf di ujung masa jabatannya sangat bijaksana. Viva juga berharap PDIP bisa menerima kekalahan dan berjiwa kesatria, serta mengajak untuk melihat ke depan dengan optimisme. Kalaupun masih ada kekurangan, menjadi tugas Prabowo-Gibran untuk memperbaiki dan menyempurnakan.
Politisi PDIP sekaligus mantan wakil Jokowi ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga menganggap wajar permintaan Jokowi. Ahok mencontohkan dirinya yang juga mengakhiri masa jabatan dengan memohon maaf. Mantan wakil presiden Jusuf Kalla juga menilai Jokowi sudah berusaha dengan baik, dan soal permintaan maaf sebaiknya diserahkan kepada rakyat.
Ketua MUI Anwar Iskandar justru balik meminta maaf, karena mengaku banyak pihak yang sudah membuat repot dan berburuk sangka terhadap Jokowi dan jajaran pemerintahan. Mewakili mereka yang hadir dalam zikir kebangsaan, Anwar mengucapkan terima kasih kepada Jokowi yang begitu sabar dan tidak memikirkan diri sendiri, demi membuat bangsa ini tersenyum menatap masa depan.
Permintaan Maaf Para Pemimpin Pendahulu
Pihak Istana yang diwakili Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menjelaskan bahwa permintaan maaf Jokowi di hadapan tokoh-tokoh lintas agama merupakan perwujudan dari nilai-nilai luhur agama dan adab ketimuran. Meskipun berbagai survei menunjukkan tingginya tingkat kepuasan publik, Jokowi tetap rendah hati dengan mengaku manusia biasa yang tidak sempurna.
Jika kita kilas balik, permintaan maaf selalu diucapkan oleh para presiden sebelumnya pada setiap momentum menjelang akhir masa jabatannya. Dalam pidato kenegaraan terakhir Agustus 2014 yang berisi paparan klaim keberhasilan selama dua periode pemerintahan, Presiden SBY juga secara terbuka menyatakan permintaan maaf.
Menutup pidatonya, SBY mengakui sepanjang 10 tahun menjabat sebagai presiden tentu banyak membuat kesalahan dan kekhilafan dalam melaksanakan tugas. Karena itu SBY menyampaikan dari lubuk hati yang terdalam ungkapan maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan. Meskipun merasa ingin selalu berbuat yang terbaik, SBY mengaku dirinya tetaplah manusia yang bisa berbuat salah.
Ucapan maaf SBY diulangi kembali pada beberapa hari sebelum digantikan oleh Jokowi yang telah memenangkan Pemilu 2014. Pada silaturahmi nasional di Sentul Bogor yang dihadiri ribuan undangan, SBY mohon maaf atas hal-hal yang belum tercapai dan perilaku yang tidak berkenan, serta mengajak rakyat membantu Jokowi sebagai presiden baru untuk periode berikutnya.
Permintaan maaf juga pernah disampaikan oleh mendiang Jenderal Soeharto saat menyatakan pengunduran diri dari jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998. Pada pidatonya, Pak Harto mengungkapkan sulitnya membentuk Komite Reformasi dan mengubah susunan kabinet, lalu memutuskan untuk lengser dan menyerahkan tampuk kepresidenan kepada Habibie.
Tidak lupa Pak Harto mengucapkan terima kasih atas dukungan rakyat selama dirinya memimpin sepanjang masa Orde Baru, serta kepada para menteri kabinet yang dinyatakan demisioner. Selain itu Pak Harto juga meminta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan, serta mengharap agar bangsa Indonesia tetap jaya dengan menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945.
Dalam otobiografi yang ditulis oleh kolumnis New York Post Cindy Adams, Presiden Soekarno mengatakan bahwa semua manusia tidak luput dari kesalahan, termasuk dirinya. Pada hari-hari terakhir masa jabatannya, Bung Karno yang mendaku sebagai penyambung lidah rakyat menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat di muka umum.
Bung Karno memohon maaf atas kesalahan yang diketahuinya telah diperbuat ataupun kekeliruan yang tidak disadari. Diakuinya bahwa kesalahan yang dilakukannya adalah selalu mengejar cita-cita dan mencoba menundukkan keadaan atau menciptakan keadaan. Sayangnya, meskipun berusaha keras bagi rakyat, Bung Karno merasa telah menjadi korban dari serangan-serangan jahat.
Kerja Jokowi di tengah Badai Serangan
Jokowi sendiri kerap menjadi sasaran serangan fitnah, kabar bohong, hingga ujaran kebencian yang nyaris tak pernah reda. Tempo dalam edisi khusus 10 tahun Jokowi menulis, bahwa kelompok kanan menuding dirinya anti-Islam dan keluarganya komunis, kubu Prabowo (pada periode pertama) menyebutnya plonga-plongo, dan bahkan partainya sendiri PDIP melabeli sebagai petugas partai.
Toh nyatanya Jokowi mampu membuktikan dengan kinerja, yang diawali dengan menggenjot pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Jokowi menekankan pentingnya infrastruktur sebagai pondasi utama untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing nasional. Infrastruktur merupakan kunci untuk mengundang investasi dan menekan biaya logistik.
Dalam refleksi 10 tahun pemerintahan yang diselenggarakan oleh asosiasi konstruksi, Jokowi memaparkan soal peningkatan daya saing global Indonesia dari peringkat 34 menjadi 27 dan turunnya biaya logistik dari 24 persen menjadi 14 persen. Dampaknya, harga-harga bisa ditekan lebih murah sehingga inflasi yang sebelumnya berkisar 8-11 persen sekarang merosot jauh di bawah 3%.
Data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat pembangunan jalan tol sepanjang 2.049 km dan jalan nasional 5.833 km, 25 pelabuhan baru, dan 25 bandara baru selama Jokowi menjabat. Infrastruktur yang paling membanggakan adalah beroperasinya kereta cepat Whoosh, MRT, dan LRT, serta pemindahan ibu kota yang masih berjalan.
Tak hanya di sektor transportasi, Jokowi juga membangun 42 bendungan dari target 60 yang bisa terbangun. Pembangunan infrastruktur bukan semata-mata membangun beton dan struktuf fisik, tetapi untuk memperbaiki konektivitas, menjamin layanan dasar, pangan, dan energi, hingga mendukung sektor industri, agar bisa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Pembangunan infrastruktur tak hanya terpusat di Jakarta dan Pulau Jawa, tetapi merata hingga ke daerah-daerah, sebagai perwujudan dari Indonesiasentris. Konektivitas berfungsi untuk menghubungkan kawasan dan wilayah yang menjangkau hingga daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T), disertai pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) dan destinasi pariwisata.
Namun dua periode pemerintahan Jokowi juga dihadapkan pada sejumlah tantangan, mulai dari pandemi Covid-19 hingga gejolak geopolitik yang berdampak pada krisis pangan dan energi. Di tengah situasi itu, Jokowi mampu menjaga perekonomian tetap tumbuh pada kisaran 5%, dan bisa pulih dengan cepat setelah kontraksi selama pandemi.
Meskipun marak terjadi PHK, tumbuhnya perekonomian secara konstan berhasil menekan angka pengangguran dari 5,70% pada 2013 menjadi 4,82% pada 2023 lalu. BPS juga mencatat jumlah penduduk miskin berkurang 2,2% per tahun dari Maret 2014 yang mencapai 28,28 juta jiwa menjadi 25,22 juta jiwa pada Maret 2024, atau turun sebanyak 3,06 juta jiwa.
Jokowi juga melancarkan reformasi birokrasi demi menciptakan birokrasi pusat dan daerah yang efisien, kompeten, profesional, dan berintegritas. Dari sisi kesejahteraan, Jokowi telah menaikkan gaji bagi pegawai negara sebanyak 3 kali, yakni berkisar 6% pada 2015, lalu 5% pada 2019 silam, dan terakhir mencapai 8% pada 2024.
Segala jurus yang dikeluarkan oleh Jokowi diyakini merupakan landasan untuk industrialisasi serta lompatan Indonesia menjadi negara maju. Indonesia kini tidak hanya semata-mata menjadi negara pengekspor bahan mentah, tetapi berani untuk bersaing dengan negara-negara lain. Semua itu adalah legacy Jokowi yang patut dikenang oleh generasi kini dan nanti. Terima kasih Jokowi. (*)