Dalam 10 tahun kepemimpinan Jokowi, fluktuasi politik dan hukum terjadi.
Perbedaan pendapat atau pandangan menghiasi media dalam menilai keberhasilan Pemerintah untuk menciptakan iklim bangsa yang demokratis, berkeadilan, dan menghormati prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
Namun mengapa kemudian banyak catatan miring atau kritis terhadap kinerja Pemerintah di bidang politik, khususnya terhadap momen pidato Presiden dalam Sidang Tahunan MPR 2024 ini.
Catatan Kritis terhadap Kerja Jokowi!
Model kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awalnya mengusung kepemimpinan yang demokratis dan transformatif.
Presiden menyerukan berbagai perubahan dalam penyelenggaraan Pemerintahan dan kehidupan berbangsa menyongsong perubahan global dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Presiden Jokowi yang berasal dari kalangan sipil seperti menjanjikan kehidupan yang demokratis, yakni lebih aspiratif dan memprioritaskan penyelesaian permasalahan pokok masyarakat yang dapat dipertanggungjawabkan secara publik.
Kepemimpinan Presiden Jokowi pada awalnya merespon berbagai keluhan masyarakat dan mengidentifikasi permasalahan pokok seperti yang dilakukannya pada saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Seiring berjalannya waktu, banyak perubahan yang dapat kita lihat baik itu sebuah kemajuan dan pembangunan maupun dalam kehidupan berpolitik.
Presiden pada awalnya kurang mendapat dukungan politik, hingga akhirnya mampu merangkul berbagai partai politik dan organisasi, serta mendapat afirmasi terhadap program-program kerjanya.
Pemerintahan yang tadinya merespon kritik publik yang banyak, menjadi pemerintahan yang kurang mendapat kritik.
Secara obyektif, selain penghargaan terhadap capain dan prestasi, kita dapat melihat bahwa masih terdapat berbagai temuan dan catatan kritis terhadap Pemerintah dalam kepemimpinan Pak Jokowi.
Dalam catatan Indikator misalnya terhadap nilai kepuasan publik terhadap Presiden pada 2024 terlihat masih ada ketidakpuasan sebesar 22,7 persen. Sedangkan sisanya, 49 persen hanya merasa cukup puas.
Alasan sentimen negatif publik terhadap pemerintahan Presiden menyangkut berbagai hal seperti ketidakmerataan atau persamaan dalam bantuan sebesar 25,9 persen dari jawabn tidak puas tersebut, kegagalan dalam pemberantasan korupsi (9,4 persen), harga kebutuhan yang meningkat (7,9 persen) dan kenaikan hutang negara (5,9%).
Nilai kepuasan ini sebenarnya menurun dari tahun sebelumnya yakni penurunan sebesar dua persen.