News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Urgensi Pengembangan Bioetanol di Indonesia: Menjawab Tantangan Energi, Ekonomi, dan Lingkungan

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pertamina melakukan uji coba Toyota Kijang Innova Zenix Flexy Fuel Vehicle (FFV) menggunakan bahan bakar bioetanol 100 (E100) persen di area test drive pameran otomotif GIIAS 2024, ICE BSD, Tangerang, Banten.

Bioetanol sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. 

Pengembangan bio-ethanol tidak hanya penting dari segi ketahanan energi, tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Selain menciptakan lapangan pekerjaan, pembangunan industri bio-ethanol di Indonesia dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah pedesaan, terutama di daerah yang memiliki potensi besar untuk pengembangan bahan baku biomassa. Investasi dalam sektor bioetanol dapat membawa manfaat ekonomi bagi petani lokal yang memasok bahan baku seperti sorgum, singkong, atau tebu.

Untuk mencapai target E5 secara nasional, diperlukan kira-kira 2,3 juta kiloliter bioetanol setiap tahunnya. Ini membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur produksi, termasuk pembangunan 40 pabrik bioetanol dengan kapasitas per pabriknya sekitar 60 ribu kL etanol per tahun di seluruh Indonesia dengan nilai investasi diperkirakan mencapai USD 4 miliar. 

Selain meningkatkan ketahanan energi, investasi untuk implementasi E5 secara nasional ini dapat menciptakan lebih dari 12 ribu lapangan pekerjaan. Seiring dengan implementasi E10 dan E20 serta pengembangan Flexy Fuel Vehicle, kebutuhan bioetanol akan meningkat secara signifikan, berkontribusi pada penciptaan lebih banyak lapangan kerja di masa depan.

Lebih lanjut, industri bioetanol juga memberikan peluang bagi pengembangan industri hilir, termasuk produksi peralatan pabrik, inovasi teknologi, dan pengembangan produksi bioetanol berbasis biomassa. Tidak kalah penting, dengan pengurangan impor bahan bakar fosil, Indonesia dapat menghemat devisa negara yang selama ini digunakan untuk membeli minyak dari luar negeri. Dana tersebut dapat dialokasikan kembali untuk investasi dalam infrastruktur energi terbarukan dan proyek-proyek pengembangan sumber daya lokal yang berkelanjutan.

Kontribusi terhadap pengurangan emisi karbon. 

Sektor transportasi adalah salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia. Penggunaan bahan bakar fosil seperti bensin dan solar dalam jumlah besar menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) yang memicu perubahan iklim. Pengembangan bio-ethanol menawarkan solusi untuk mengurangi emisi GRK dari sektor transportasi. Sebagai bahan bakar yang dihasilkan dari sumber daya terbarukan, bioetanol menghasilkan emisi GRK yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil.

Penting untuk diingat bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sesuai dengan Perjanjian Paris. Dalam upaya ini, bio-ethanol dapat memainkan peran penting dalam mendukung transisi menuju energi yang lebih bersih. Selain itu, pengembangan bioetanol juga sejalan dengan target Indonesia untuk meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam bauran energi nasional.

Penggunaan bio-ethanol di Indonesia masih sangat terbatas, terutama hanya sebagai campuran E5 di Jakarta dan Surabaya. Namun, dengan roadmap yang jelas dan dukungan regulasi yang kuat, Indonesia memiliki potensi besar untuk memperluas penggunaan bioetanol di seluruh wilayah dan mengurangi dampak negatif dari emisi karbon di sektor transportasi.

Tantangan pengembangan feedstock. 

Salah satu tantangan terbesar dalam industri bioetanol di Indonesia adalah penggunaan sumber daya bahan baku yang belum optimal. Penggunaan bahan baku pangan untuk produksi bioetanol tentunya sangat mengganggu ketahanan pangan nasional.

Walaupun demikian, beberapa negara maju seperti Brazil dan Amerika Serikat dapat mengelola tebu dan jagung sehingga dapat menghasilkan bahan bakar bioetanol sekaligus menjadi pemain dunia di komoditas pangan tersebut. Kunci utama dari keberhasilan ini adalah pengelolaan yang baik mulai dari pertanian di hulu hingga industri di hilirnya. Selain itu, konsumen pemilik mobil di Brasil juga mendapatkan manfaat harga bahan bakar bioetanol yang lebih kompetitif dibandingkan dengan bensin.

Bahan-bahan limbah pertanian dan industri seperti bagas tebu, batang sorgum, tandan kosong sawit, dan jerami padi merupakan sumber lignoselulosa yang memiliki potensi besar sebagai bahan baku produksi bioetanol.  Bahan-bahan ini tidak bersaing dengan kebutuhan pangan sehingga dapat menjadi bahan baku utama untuk produksi bio-ethanol generasi kedua. Dengan pengelolaan dan dukungan teknologi yang tepat, sumber daya ini tidak hanya mendukung ketahanan energi, tetapi juga mempercepat produksi bioetanol secara berkelanjutan.

Dengan inovasi di bidang agrikultur maupun teknologi produksi bioetanol, Indonesia memiliki feedstock lokal yang sangat beragam sehingga keberlanjutan produksi bioetanol menjadi semakin kuat. Pemanfaatan limbah biomassa juga menjadi solusi efektif untuk mengurangi limbah sekaligus menghasilkan bahan baku yang lebih murah dan berkelanjutan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini