Oleh: Yulis Sulistyawan
Jurnalis Tribunnews.com
TEPAT pada tanggal 20 Oktober 2024 nanti, Presiden Joko Widodo - KH Ma'ruf Amin beserta Kabinet Indonesia Maju (KIM) akan mengakkiri masa jabatannya.
Jokowi menjadi presiden kedua yang menuntaskan jabatannya selama dua periode atau 10 tahun.
Di tangan Jokowi,Indonesia mengalami perubahan cukup signifikan.
Pembangunan infrastruktur sangat masif, pertumbuhan ekonomi stabil meski mengalami pandemi Covid-19, penguatan ekonomi digital dan upaya pemerataan pembangunan menjadi fokus utamanya.
“Sejak awal pemerintahan 10 tahun yang lalu pemerintah berfokus pada pembangunan infrastruktur, baik infrastruktur untuk konektivitas, infrastruktur untuk layanan dasar, infrastruktur untuk pangan, infrastruktur untuk energi, dan infrastruktur untuk industri,” tegas Jokowi dalam acara refleksi 10 tahun pemerintahannya di Jakarta, 31 Juli 2024 lalu.
Dalam hal pembangunan infrastruktur, Jokowi sukses membangun 2700 km jalan tol baru, 6000 km jalan nasional, 366 ribu km jalan desa, 50 pelabuhan dan bandar udara, 1,9 juta meter jembatan desa,43 bendungan, lalu 1,1 juta hektare jaringan irigasi baru.
Jokowi juga sudah memulai pemindahan Ibukota dari Jakarta ke IKN Nusantara. Istana Negara sudah terbangun megah. Penanda IKN mulai bisa digunakan yakni saat Upacara HUT Kemerdekaan RI di IKN Nusantara.
Pembangunan infrastruktur digital untuk menunjang akses internet sudah menjangkau ke pelosok, termassuk di Papua.
Masyarakat kini makin melek digital dan memanfaatkan digitalisasi untuk berbisnis, belajar dan juga membuka jendela informasi tanpa batas. Rakyat Papua kini juga bisa menikmati satu harga bahan bakar minyak (BBM).
International Institute for Management Development (IMD) yang merilis World Competitiveness Ranking (WCR) 2024 tentang daya saing berbagai negara dunia,
Indonesia menempati peringkat 27 dari 67 negara, naik 7 peringkat dari tahun lalu di posisi 34, dengan skor 71,52. Di Asia Tenggara, Indonesia tertinggal dari Singapura (1) dan Thailand (peringkat 25).
Dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau human development index, Indonesia pada tahun 2023 berada di peringkat 112 dari 193 negara yang disurvei.
Baca juga: Respons Jokowi soal Isu Sosok Mulyono Biang Kerok Penjegalan Anies di Pilkada 2024
Skor IPM Indonesia pada tahun 2023 adalah 74,39. IPM Indonesia masuk dalam kategori menengah, termasuk negara tetangga Thailand, Filipina, dan Vietnam.
IPM mengukur pencapaian hasil pembangunan suatu daerah atau wilayah dalam tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, standar hidup layak.
Kita berikan apresiasi besar terhadap Jokowi dan pemerintahannya yang sudah meletakkan dasar pembangunan berkelanjutan.
Berbagai catatan disematkan untuk Jokowi selama menjabat antara lain pemberantasan korupsi yang jalan ditempat.
Corruption Perception Index (CPI) yang dirilis Transparancy International menempatkan Indonesia pada 2023 di skor 34/100 dan berada di peringkat 115 dari 180 negara yang disurvei.
Skor ini 34/100 ini sama dengan skor CPI 2022 lalu. Pada tahun 2019, CPI Indonesia sempat menyentuh rekor terbaik yakni 40. Indonesia sejajar dengan negara Bosnia-Herzegovina, Gambia, Malawi, Nepal, dan Sierra Leone yang masih kental dengan korupsinya.
"Negara-negara dengan demokrasi yang berjalan baik itu rata-rata korupsi indeksnya ada di angka 70 dan sebaliknya negara-negara dengan otoriter, rata-rata tingkat korupsinya jauh lebih tinggi," jelas Manajer Departemen Riset Transparancy Internasional Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko.
Survei Litbang Kompas pada 27 Mei-2 Juni 2024 menunjukkan, angka kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi mencapai 75,6 persen. Angka tersebut cukup tinggi jelang berakhirnya pemerintahan Jokowi yang tinggal 6 bulan lagi saat disurvei.
Namun jelang berakhirnya masa jabatan Jokowi, kritik keras kini melanda Jokowi dan keluarganya.
Kekecewaan masyarakat mulai terpupuk tatkala Mahkamah Konstitusi (MK) pada Oktober 2013 yang dalam putusannya mengubah syarat capres-cawapres sehingga Gibran yang belum genap berusia 40 tahun bisa mencalonkan diri.
Unjuk rasa besar-besaran terjadi lantaran rakyat menilai Jokowi mulai menggunakan kekuasaannya untuk melanggengkan jabatan melalui anaknya. Jokowi dinilai meninggalkan partainya, PDIP yang selama ini membesarkan dirinya dan menjadi penyokong setia di pemerintahannya.
Puncak unjuk kekecewaan masyarakat yakni pada 19 Agustuss 2024 tatkala DPR hendak mengesahkan revisi UU Pilkada yang salah satu pasalnya memberi peluang bagi putra bungsu Jokowi yakni Kaesang Pangarep untuk bisa mencalonkan jadi kandidat kepala daerah.
DPR hendak mengubah kembali putusan MK yakni terkait syarat batas usia pencalonan.
Gerakan rakyat dan mahasiswa sukses membatalkan rencana DPR merevisi UU Pilkada sehingga Kaesang batal mencalonkan diri jadi kepala daerah.
Jokowi di akhir masa jabatannya terkesan menggunakan aji mumpung untuk memasukkan anak dan menantunya ke dalam pemerintahan.
Dinasti politik Jokowi makin kental terasa. Menantunya, Bobby Nasution kini juga maju menjadi calon Gubernur Sumatera Utara.
Gelombang kritik keras kini melanda Jokowi dan keluarganya.
Publik kini menyoroti gaya hidup mewah Kaesang dan istrinya yang menumpang pesawat jet pribadi saat keberangkatan ke Amerika Serikat pada 18 Agustus 2024 lalu.
Kaesang hari Selasa, 17 September 2024 telah mengklarifikasi ke KPK.
Namun kritik keras terus mengalir lantaran diduga ada korelasi Kaesang dengan pemilik jet pribadi yang tak lain adalah pemilik perusahaan e commerce yang pindah ke Solo saat Gibran menjabat Wali kota.
Belum tuntas kritik keras terhadap Kaesang, Gibran yang sebentara lagi dilantik menjadi Wapres RI juga menjadi sorotan. Adalah akun di platform KasKus bernama Fufufafa yang dikatikan netizen dengan Gibran.
Akun tersebut berisi sindirian, hinaan dan cacian terhadap Prabowo saat Pilpres 2014.
Jokowi sendiri juga tak lepas dari nyinyiran publik. Nama kecil Jokowi yakni Mulyono kini kerap dilontarkan publik untuk menyindir dan merendahkan Jokowi sebagai kepala negara yang diduga menggunakan kekuasaannya untuk membentuk dinasti politiknya.
Kita ingat petuah petuah Lord Acton (1834-1902), guru besar sejarah modern di Uneversitas Cambridge, Inggris menyatakan “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”.
Petuah tersebut rupanya masih relevan bahkan di masa 100 tahun setelah kematian pencetusnya.