News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Masalah Sosial Merupakan Ancaman Bagi Perdamaian

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi Kerawam Keuskupan Agung Medan, Pastor Yosafat Ivo Sinaga OFMCap

Dengan kata lain, semua agama mengajarkan nilai dan konsep yang kurang lebih seirama tentang perdamaian. Namun perlu kita kritisi, apakah mereka tetap mengkontrol hidup umatnya dalam hidup konkret? Apakah pemimpin agama pernah memberi suatu analisa dan kajian sosial-ilmiah mengapa umatnya gampang tersulut emosi bila melihat orang lain yang berbeda agama dengan mereka? Maka, apa sebenarnya tujuan manusia hidup beragama? 

Sigmund Freud melihat bahwa agama itu sebenarnya adalah reaksi manusia atas ketakutannya sendiri. Manusia itu pada umumnya takut mati, takut bencana alam, takut kehilangan pekerjaannya, dan puluhan macam-macam rasa takut lainnya, tetapi di lain pihak kita tidak bisa menghilangkan rasa takut tersebut secara begitu saja. Oleh sebab itulah dalam ketidak berdayaannya menghadapi perasaan takut ini, manusia menciptakan agama agar bisa mendapatkan rasa aman seperti yang diharapkannya.

Maka Sigmun Freud mengatakan bahwa agama adalah racun untuk umatnya. Kalau agama hanya mengajarkan umat dan memberi doktrin kaku yang membuat mereka takut, cemas, gelisah akan masa depannya, maka peran agama itu tidak maksimal.

Umat masih tinggal dalam penghayatan semu. Peran yang diharapkan ialah memberi kepercayaan yang tinggi kepada umat, mengekspressikan imannya dalam kerangka kebersamaan dengan umat lain. Tekanannya ialah keterbukaan dan bukan sebaliknya menutup diri. Pemimpin agamanya harus menanamkan nilai kepada umatnya untuk setia kepada apa yang mereka imani, dan bukan supaya mereka menjadi fanatik buta. Harapan kita, statement Sigmund Freud ini tidak benar sama sekali.

Kita kehilangan tokoh spiritual yang berkarisma

Siapa yang tidak kenal dengan Gus Dur yang kental dengan buah-buah pemikirannya, walau kadang sering bernada banyolan? Siapa yang tidak bangga dengan Romo Mangun yang menyatu dengan mereka yang miskin tanpa melihat agamanya?

Kedua tokoh ini bagaikan dua sejoli yang membangun manusia yang sungguh beradab, berdedikasi tinggi dalam jenjang sosial dan paling membanggakan memberi buah-buah pemikiran yang mengajak orang untuk semakin beragama. Kita kehilangan kedua tokoh yang berkarisma bagi banyak orang dan bagi agama.

Banyaknya organisasi masyarakat dan yang bernuansa agama.

Semakin maraknya organisasi yang berbau agama dan berlabel masyarakat adalah indikasi bahwa pemerintah gagal menciptakan lapangan kerja. Banyak orang muda masuk organisasi dengan tujuan yang tidak jelas. Konsekwensinya ialah gesekan yang terjadi antara organisasi, dan doktrin liar yang terjadi di intern organisasi itu yang merecoki pikiran, mental dari anggotanya. Dan anehnya, pemerintah sering berencana mau menertibkan, membredel organisasi yang membandel tetapi itu hanya slogan dan di media massa saja, namun tindakan nyata tidak ada.

Pemerintah yang terkesan tidak tegas dan seolah membiarkan.

Biasanya kalau terjadi issu sosial, misalnya terror bom yang terjadi di beberapa daerah dan pemerintah mengatakan bahwa tidak ada kaitan antara teror itu dengan agama. Teror itu adalah masalah teroris?

Mengapa? Pemerintah tidak mau label Indonesia sebagai negara religius pudar di mata dunia? Bukankah Indonesia sangat bangga dengan gelar ini? Maka paus pun bangga dengan “KEHARMONISAN” antar umat beramaga? Benarkah demikian halnya? Kalau itu bukan berkaitan dengan agama mengapa sering Gereja menjadi sasaran?

Pemerintah memang selalu memoles sebuah lisptik dengan mengatakan itu adalah ulah teroris dengan tujuan dunia mendukung, karena memang dunia sekarang memerangi terorisme? Menarik simpatik itu memang penting, tetapi laporan yang sesuai dengan fakta dan kajian yang berdasarkan bukti yang akurat dan sahih lebih penting. 

Selain itu pemerintah beserta jajarannya sibuk dan asyik mengurus diri sendiri dan fokus dengan masalah internal partainya. Kapan mengurus rakyat? Bahkan, masalah korupsi mulai dari tingkat atas sampai ke bawah belum tuntas, seperti mission impossible. 

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini