Oleh dr. Gladys Haryanto, dokter di RSUD Pendau Tambu Donggala Sulawesi Tengah
TRIBUNNEWS.COM - Baik dalam keadaan hamil ataupun tidak, hipertensi atau tekanan darah tinggi perlu diwaspadai.
Karena, keadaan hipertensi dapat memicu komplikasi serius.
Baca juga: Bisakah Ibu Hamil dengan Hipertensi Melahirkan secara Normal? Ini Kata Dokter
Dan bila dalam keadaan hamil, hipertensi tidak hanya menimbulkan masalah bagi ibu tapi juga untuk janin.
Hipertensi saat hamil disebut juga dengan istilah hipertensi gestasional, apabila terjadi peningkatan tekanan darah lebih dari sama dengan 140/90 mmHg.
Hipertensi dalam kehamilan menjadi penyulit kehamilan yang masuk dalam tiga penyebab kematian tersering pada kehamilan bersama dengan perdarahan dan infeksi yang banyak menimbulkan kecacatan dan kematian.
Beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan, antara lain :
Hipertensi kronik
Biasa terjadi sebelum kehamilan yang kemudian menetap selama kehamilan, dan tidak hilang setelah melahirkan.
Hipertensi gestational
Terjadi pada usia lebih dari lima bulan kehamilan, tanpa adanya protein pada air seni ibu hamil dan tanpa adanya tanda-tanda rusaknya organ pada tubuh ketika ibu mengalami jenis ini.
Preeklamsia/eklamsia atas dasar hipertensi kronik adalah kondisi ketika hipertensi kronik tidak mendapatkan penanganan yang tepay atau sudah memburuk sehingga berlanjut ketika hamil ini disertai dengan ditemukannya protein pada pemeriksaan air seni ibu hamil.
Preeklamsia/Eklamsia
Ketiga kondisi yang sudah disebutkan di atas berpotensi berkembang menjadi preeklamsia.
Terutama bilang tidak mendapatkan penanganan yang benar. Kondisi ini adalah adanya tekanan darah tinggi yang menyebabkan kerusakan organ pada tubuh dan ditemukannya protein dalam air seni. Kondisi ini biasanya muncul setelah lima bulan masa kehamilan.
Tanda dan gejala ibu hamil masuk ke tahapan preeklamsia di antaranya merasakan sakit kepala yang tidak tertahankan, nyeri perut kanan atas, mual, muntah, sesak napas, penglihatan kabur, jumlah air seni berkurang, kadar trombosit menurun atau adanya gangguan fungsi organ hati.
Kira-kira 15-25 persen wanita yang didiagnosis awal dengan hipertensi dalam kehamilan akan mengalami Pre-Eklamsia Berat (PEB).
Sulit memprediksi yang mana akan mengalami PEB.
Kemudian, eklampsia terjadi ketika ibu hamil dengan kondisi preeklamsia mengalami kejang-kejang.
Ini adalah kondisi terburuk terkait hipertensi dalam kehamilan.
Timbulnya hipertensi dalam kehamilan masih belum dapat dipastikan penyebabnya.
Namun, ada banyak faktor telah diidentifikasi yang berkaitan dengan meningkatnya resiko preeklamsia.
Preeklamsia lebih berpotensi terjadi pada wanita yang baru pertama kali hamil, hamil pada usia muda di bawah 20 tahun, mengandung pada usia tua di atas 40 tahun, memiliki ibu atau saudara dengan riwayat hipertensi dalam kehamilan, kehamilan kembar, hipertensi kronik maupun penyakit ginjal sebelumnya, riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, kencing manis sebelum kehamilan, riwayat trombofilia dan kegemukan.
Adapun dampak buruk yang terjadi terhadap ibu dan bayi bila hipertensi dalam kehamilan ini tidak mendapatkan penanganan yang tepat adalah sebagai berikut :
1. Berkurangnya aliran darah ke plasenta, dapat menyebabkan menurunnya suplai oksigen dan nutrisi untuk si bayi dalam kandungan. Menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, bayi lahir dengan berat badan rendah atau lahir prematur.
2. Terjadi solusio plasenta, di mana kondisi plasenta terpisah dari dinding di dalam rahim sebelum proses persalinan. Bila hal ini terjadi, plasenta akan mengalami kerusakan, ibu hamil akan mengalami perdarahan yang hebat.
Kedua kondisi ini akan mengancam keselamatan nyawa ibu dan bayi yang mana bayi dapat meninggal dalam kandungan.
Kondisi ini dapat saja terjadi pada masa kehamilan lima bulan atau lebih. Meninggalnya bayi dalam kandungan disebabkan tidak tercukupinya kebutuhan oksigen dan nutrisinya seperti layaknya bayi yang dikandung oleh ibunya dengan tekanan darah normal.
Berkembangnya penyakit jantung dan pembuluh darah. Apabila ibu hamil sudah sampai pada tahap preeklampsia, maka ibu tersebut memiliki risiko untuk menderita masalah pada jantung dan pembuluh darah setelah melahirkan, khususnya bila ibu tersebut melahirkan bayi secara prematur.
Bagaimana menghadapi Hipertensi dengan tepat?
Ketika ibu hamil mengetahui dirinya mengalami hipertensi dalam kehamilannya, maka hal utama yang harus dilakukan adalah mengupayakan diri ibu agar tetap tenang dalam menjalani masa kehamilannya.
Pemeriksaan rutin dan teratur ke pusat kesehatan atau dokter kandungan harus dilakukan.
Pemeriksaan dan perawatan kehamilan ini dikenal dengan Ante Natal Care (ANC), secara umum tujuannya adalah agar ibu dapat melalui masa kehamilan, persalinan dan nifasnya dengan baik, serta melahirkan bayi yang sehat.
Dalam ANC inilah pemeriksaan rutin terhadap ibu hamil dan janin dilakukan serta melakukan deteksi dini terhadap faktor risiko dalam kehamilan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten.
Ketika ibu hamil mengalami hipertensi dalam kehamilan, pemberian obat untuk mengontrol tekanan darah akan dilakukan oleh dokter dan tentunya obat yang diberikan adalah yang efektif untuk ibu serta.
Patuhi aturan,waktu dan dosis konsumsi obat, hindari penggunaan obat-obat herbal atau ramuan tertentu yang menurut kepercayaan dapat membantu menurunkan tekanan darah tanpa bukti ilmiah yang pasti.
Kehamilan adalah masa rentan terhadap bahaya, sehingga menerapkan perilaku hidup sehat harus tetap dilakukan selama hamil. Olahraga teratur yang disesuaikan dengan kondisi kesehatan ibu hamil, konsumsi makanan yang bergizi, batasi asupan gula dan garam, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
Periksakan kehamilan sejak awal kehamilan, manfaatkan pelayanan kesehatan secara maksimal dan rajinlah selalu mengunjungi pusat pelayanan kesehatan terdekat.