News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Menebak Arah Indonesia Jelang 1.000 Hari Invasi Rusia ke Ukraina 

Editor: Dodi Esvandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Radityo Dharmaputra, Dosen Departemen Hubungan Internasional, Universitas Airlangga; Kepala Pusat Studi Eropa dan Eurasia, FISIP Unair

Oleh: Radityo Dharmaputra

Dosen Departemen Hubungan Internasional, Universitas Airlangga; Kepala Pusat Studi Eropa dan Eurasia, FISIP Unair

MASIH berlanjutnya serangan Rusia ke wilayah Ukraina yang hampir 3 tahun terjadi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai posisi pemerintahan Indonesia, terutama di era Presiden Prabowo Subianto. 

Apalagi, respons awal pemerintahan Jokowi yang sempat menawarkan diri menjadi mediator ternyata tidak ditindaklanjuti secara serius dan hanya menjadi pemanis bibir demi mendorong hadirnya seluruh negara utama dalam pertemuan G20 di Bali.

Indonesia, di bawah pemerintahan baru Prabowo, perlu mengubah sikap pragmatis menjadi konsisten pada nilai-nilai yang sejak awal disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 dan dalam rumusan politik luar negeri bebas-aktif: antipenjajahan, kesetaraan kedaulatan, serta solidaritas dengan negara tertindas. 

Apabila Prabowo mampu konsisten dengan prinsip tersebut, maka status dan reputasi Indonesia sebagai negara berkekuatan menengah berdasar nilai-nilai dan norma global akan meningkat dan memudahkan Indonesia mencapai kepentingan lainnya.

Tidak bisa dibantah, invasi dan serangan skala-penuh Rusia yang telah terjadi sejak 24 Februari 2022 telah menewaskan banyak warga. Catatan PBB menunjukkan, setidaknya sudah ada hampir 12 ribu orang meninggal, termasuk di antaranya 622 anak-anak, sampai akhir Oktober 2024. 

Tidak hanya itu, tindakan brutal Rusia juga nampak dari serangan drone yang bertubi-tubi, serangan terhadap infrastruktur krusial seperti pelabuhan, pembangkit listrik, serta suplai air bersih bagi warga.

Baca juga: Soal Kabar Pencabutan Larangan Ukraina Tembakkan ATACMS ke Rusia, AS Bungkam

Komisi independen yang dibentuk oleh Dewan HAM PBB dalam laporannya nomor A/HRC/52/62549 tanggal 25 Oktober 2024 pada Majelis Umum PBB menemukan bahwa Rusia melakukan tindakan penyiksaan terhadap warga sipil dan tahanan perang Ukraina. Tindakan Rusia tersebut telah dianggap sebagai bentuk kejahatan perang (war crimes) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). 

Kedua jenis pelanggaran tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap aturan soal perang dalam tataran hukum internasional. Belum lagi, cerita dari medan perang mengenai bagaimana pasukan Rusia menculik serta mengambil paksa anak-anak Ukraina yang kemudian direlokasi ke wilayah Rusia dan diberikan keluarga baru. 

Tindakan ini sebetulnya sudah dilakukan sejak aneksasi ke wilayah Krimea di tahun 2014, namun baru diketahui publik sejak tahun 2022. Laporan dari harian The Moscow Times menyebutkan bahwa tindakan Rusia mengambil paksa ribuan anak ini menunjukkan aspek kultural dari invasi, dan membuktikan bahwa invasi Rusia ke Ukraina memang ditujukan untuk menghapuskan identitas Ukraina dan menggantinya dengan identitas pro-Rusia.

Orang Indonesia mungkin tidak bisa memahami bahwa Rusia merupakan salah satu pusat imperialisme, tetapi yang harus dipahami adalah, Rusia sejak zaman Kekaisaran juga melakukan imperialisme ke negara-negara sekitarnya. 

Perbedaannya, imperialisme Rusia tidak dilakukan melalui ekspansi ke koloni-koloni di benua lain. Yang dilakukan Rusia adalah penaklukan wilayah-wilayah sekitarnya seperti Estonia, Latvia, Tatarstan, dan wilayah negara-negara Asia Tengah. 

Dalam bahasa Ewa Thompson, imperialisme Rusia adalah model “creeping way” yang mengesankan pengambilan wilayah secara alamiah oleh Rusia. Selain itu, imperialisme dan kolonialisme Rusia dilakukan dengan menghapuskan identitas asal wilayah tersebut dan memaksakan identitas, sejarah, serta penggunaan bahasa Rusia di seluruh wilayahnya.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1000: Jerman Diam-diam Kirim 4.000 Drone ke Ukraina

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini