News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Natal dan Aspek Sosial

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RP Yosafat Ivo Sinaga OFMCap, Pemerhati Kerukunan

Setelah menjabat sebagai Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan hukum mengucapkan selamat Hari Natal merupakan masalah perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Ma'ruf mengimbau masyarakat agar tidak menjadikan hal itu polemik dan ia mengembalikannya ke individu masing-masing. tidak perlu ditajam-tajamkan, kembali saja ke masing-masing. Mau mengucapkan, mau tidak, nggak masalah (Detik.News 28 Nopember 2019).

Selain itu beberapa tokoh muslim yang mengatakan, “Jangan mengucapkan Natal kepada orang Kristiani.” Namun statement itu tidak sejalan dengan tokoh lain yang mengatakan boleh. Jadi mana yang benar?

MUI Kembali telah mengeluarkan fatwa haram bagi muslim menggunakan atribut Natal. Seperti diketahui, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat telah mengeluarkan Fatwa Nomor 56 Tahun 2016 tentang larangan penggunaan atribut suatu agama oleh umat Islam pada tanggal 2016.

Kita Kristen tidak risau bahkan tidak mempersoalkan fatwa MUI itu. Kita menghormati keputusan mereka.

Baca juga: Cara Bisa Libur Long Weekend di Natal 2024, Ini Tipsnya 

Seperti dikatakan oleh mantan Kepala Humas Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jeirry Sumampow kita menghormati keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa larangan menggunakan atribut Natal.

“Itu otoritas dan urusan mereka. Kita nggak bisa bilang apa-apa dan nggak bisa ikut campur dengan fatwa mereka," katanya.

Ia melanjutkan, pihaknya tidak bisa berkomentar banyak mengenai fatwa yang dikeluarkan MUI.

Menurutnya, setiap agama memiliki cara berpandangan sendiri-sendiri. 

Gus Dur pernah menulis indah di Suara Pembaharuan.

Artikel itu berjudul “Harlah, Natal, dan Maulid”. Dalam tulisan tersebut, dia memberikan impresi pentingnya memahami ajaran kelompok lain dengan maksud mencari persamaan.  

Menurutnya, dengan memahami seluk beluk Natal, umat Kristen maupun muslim bisa dengan leluasa merayakan tanpa perlu kuatir tergerus keimanannya.

Bahkan, yang justru akan terjadi adalah keduanya mendapatkan kesempatan besar memperkuat iman masing-masing sembari tetap bergandengan.

Pelajaran berharga yang diwariskan Gus Dur bagi bangsa ini adalah; pentingnya keberanian mengelola perbedaan, bahkan dalam aspek teologi sekalipun.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini