Pernyataan itu kontradiktif dengan ucapan Bung Karno pada menit berikutnya, "Lebih baik hancur lebur binasa lenyap dari muka bumi daripada dijajah kembali."
Jepang bagaimanapun adalah penjajah.
Lugasnya, ini cara cerdik Bung Karno memanfaatkan situasi: memberi janji palsu di depan Jepang, tetapi sekaligus menunjukkan kepada rakyat bahwa tujuan perjuangan saat itu adalah Indonesia merdeka, termasuk merdeka dari Jepang.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, politik luar negeri Presiden Sukarno ternyata tidak "sehidup semati dengan Dai Nipon."
Ia justru condong ke China dan Uni Soviet.
Hubungan luar negeri Indonesia yang makin harmonis dengan Jepang justru terjadi pada masa Presiden Soeharto, dan sebab itu meledaklah Peristiwa Malari, Malapetaka Limabelas Januari tahun 1974.
Mahasiswa marah karena semakin banyak mobil merk Jepang berkeliaran di jalanan Indonesia, dan investasi Jepang terus meningkat.
Kerusuhan besar pun pecah. (Yuli)